Mohon tunggu...
Herman Seran
Herman Seran Mohon Tunggu... Petani - Petani

Pekerja swasta yang menulis sebagai hobi dengan ketertarikan multispektrum. Konsentrasi khusus pada valuasi projek, manajemen organisasi, pemberdayaan masyarakat, komunikasi dan negosiasi strategis dan ekonomi ekstraktif.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lemasnya Tali Asa Melawan Perdagangan Manusia di NTT

8 Februari 2019   07:47 Diperbarui: 13 Februari 2019   14:59 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama berbeda, asal berbeda dan umur yang berbeda menyebabkan keberadaan banyak PMI sangat sulit dilacak. Misalnya, J-RUK Kupang membantu pemulangan Petronela (Ida) Nahak yang disekap sama majikannya tetapi keluarganya tidak tahu di Malaysia. Yang bersangkutan bernama asli Petronela Maleno. Yang bersangkutan beruntung selamat karena dibantu oleh gereja dan temannya. 

PENYANDERAAN DOKUMEN
Dokumen diri seperti paspor seharusnya tidak boleh diambil dari seseorang yang pergi ke luar negeri. Namun, semua PMI yang berangkat secara prosedural dan bermasalah, dokumen mereka diambil oleh agen dan diberikan kepada majikan setibanya di Malaysia. 

Praktik ini menyebabkan sesorang praktis menjadi illegal saat tiba di Malaysia. Lina Namok dari Malaysia, dalam testimoninya di hadapan peserta Bali Forum Agustus 2018, mengaku pernah ditangkap saat dirazia karena tidak mampu menunjukkan paspor saat dimintai petugas. 

Dia baru bisa dibebaskan saat majikannya datang dan menunjukkan dokumen dirinya. Dia berceritera bahwa setibanya mereka di Malaysia, paspor mereka diambil oleh agen dan kemudian diberikan kepada majikan yang mempekerjakan mereka. 

Praktik pengambilan dokumen adalah bentuk penyanderaan PMI. Memang secara fisik tidak dirantai tetapi dokumennya disekap. Praktik ini menunjukkan ada yang aneh dari sehingga mereka harus dipastikan tidak kabur. Alhasil, PMI yang mengalami perlakukan buruk oleh majikan menjadi tak berdaya karena saat melarikan diri, praktis menjadi illegal. Mereka yang terpaksa lari dari majikan berubah menjadi illegal atau non-prosedural. 

PERLAKUAN BURUK DI TANGAN MAJIKAN
Perlakuan buruk laksana budak dan diperjualbelikan di Malaysia adalah contoh berulang yang sekiranya tak perlu dibahas. Mulai dari Nirmala Bonat, korban sarang burung walet Medan, sampai yang paling baru kasus Adelina Sau adalah litani penderitaan para para saudara pekerja migran asal NTT. Perlakuan buruk yang masif dan terstruktur macam ini seharusnya dievaluasi pemerintah. 

Sebagai contoh, ada PMI yang diberangkatkan ke Malaysia tanpa dibayar satu sen pun. Di sana dokumen diri diambil, bekerja dari jam 5.00 pagi -- 01.00 pagi. makan dua kali sehari, tidur di lantai dapur beralaskan kain tenun ikat bawaan dari kampung, sampai akhirnya dijual lagi ke majikan lain. Terakhir kembali ke Kupang hanya mengantongi uang dua juta rupiah.

SEHARUSNYA? 

Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi serius mencari akar masalah pelanggaran HAM macam ini sebelum memberikan izin kepada perusahaan manapun. Ini bukan soal BLK(N) yang hanya merupakan satu mata rantai proses perdagangan tenaga kerja NTT. Perlu dicek mengapa proses perekrutan melibatkan informasi yang palsu. Perlu dicari tahu mengapa banyak dokumen asli tapi palsu bisa dikeluarkan. 

Perlu dicek mengapa praktik sandera dokumen PMI berjalan terus sampai hari ini. Perlu dicek mengapa PMI kita mengalami perlakuan buruk hingga berujung pada maut. Pemerintah wajib mengetahui akar masalah dan menyelesaikan masalah cengkarut penjualan tenaga kerja NTT sebelum mengizinkan siapapun menjual orang lagi. Apakah BLK(N) adalah satu-satunya biang kerok kejahatan perdagangan orang? Pemerintah harus menjawab itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun