Ito (Joe Taslim) -- salah satu pembunuh terbaik Triad bernama Six Seas , harus menjadi buronan no.1 setelah dalam misi terakhirnya dia membunuh seluruh timnya demi menyelamatkan nyawa seorang gdis kecil saksi hidup pembantaian seluruh penghuni dusun kecil.
Dan pelarian Ito membuatnya harus melarikan diri bersembunyi di apartemen Shinta -- mantan kekasihnya dan melibatkan kembali teman teman lamanya yang sudah ia tinggalkan yaitu : Bobby (Zack Lee) Â dan Fatih (Abimanya Aryastya). Pimpinan triad Chien Wu (Sunny Pang) selain menebarkan pasukannya mencari Ito, ia juga mendekati Arian (Iko Uwais) -- sohib Ito juga untuk mencari Ito,dengan iming iming wilayah operasi yang luas.
Tentunya tidak butuh waktu lama bagi pasukan triad yang dipimpin oleh Chien Wu (Sunny Pang) untuk menemukan persembunyian Ito, dan dimulailah rentetan pertarungan brutal tanpa henti.
Yups film Indonesia ini sudah lama tayang di Netflix, dan saya menontonnya sebanyak 2 kali.Sehebat itukah? Sebagus itukah? Apa yang membuat film ini meraih kritik yang bagus ? Melihat dari judulnya pertama kali saya hanya membayangkan hanya 1 hal  : semua karakter tokoh ini dalam dunia gangster -- kemudian ada satu atau dua yang mau keluar karena suatu alasan tertentu yang biasanya berkutat di kemanusiaan atau moralitas. Klise sebenarnya, karena ini premis yang universal.
Apa yang menjadi poin plus dari film ini adalah pertama kreatifitas adegan action brutal, dari satu pertarungan ke pertarungan yang lain. Ciri khasnya Timo sebenarnya seperti yang kita lihat di film Rumah Dara atau Sebelum Iblis Menjemput  tetapi kedua film tadi sadisnya hanya seujung jari saja dibanding dengan film ini.
Kedua, Timo memoles bintang drama menjadi jagoan tarung yaitu Dian Sastro dan dia berperan bagus sebagai Alma sang pembunuh psikopat. Adegan dia dihajar oleh Arian dalam kurun kurang dari 3 jurus sangat mengesankan.
Juga pertarungan The Operator (Julia Estelle) melawan Alam dan Elena (Hannah Al Rashid) menjadi adegan pertarungan favorit saya. Koreografi adegan tarungnya, jurus demi jurus ditunjukkan seolah memang khas dari para tokoh ini, trengginas dan efisien.
Dan tentunya adegan tarung antara Ito dan Aryan, temponya juga cepat serta menunjukkan atau lebih tepat mengekspos  kemampuan beladiri Iko dan Joe, dan tentunya sangat brutal.
Film ini memang tidak memberikan ruang bagi kita tentang siapa itu The Operator (Julie Estelle) seorang pembunuh yang tidak hanya lihai menggunakan senjata api tetapi kemampuan tarung sangat hebat dan bahkan bisa membanting Ito ke wastafel.
Tadinya ia datang untuk membunuh Ito namun juga keberadaan gadis cilik itu membuatnya merubah haluan. Namun itu semua menjadi tidak penting karena memang sejak awal The Operator hanya bertugas membunuh Ito dan gadis itu, dan karena moralitasnya tergugah.
Namun hal yang menurut saya disayangkan adalah didalam premis penjahat bertobat ini semestinya diberikan ruang untuk menunjukkan hubungan emosional antara Ito dan sang gadis cilik, sehingga si gadis cilik tidak hanya sebagai subjek yang dilindungi. Karena hal ini akan membuat ending film menjadi emosional.
Secara keseluruhan, memang langka film aksi berdarah dengan adegan tarung yang sekalipun brutal namun sangat berkelas. Saya mau menyebutnya sebagai "Bloody Aesthetic" (Score : 8/10)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H