Mohon tunggu...
Herman Sbastian
Herman Sbastian Mohon Tunggu... Arsitek - Arsitek

Hidup itu ya berguna bagi sesama manusia dan alam sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Iman dan Politik, Bersinergi atau Berpisah?

11 Juni 2021   00:11 Diperbarui: 11 Juni 2021   00:14 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Agama tak seharusnya berada dalam kancah politk, karena agama sejatinya adalah suci hubungan manusia dengan Tuhan" -Muhammad Ali Jinnah.

"Mereka yang percaya bahwa agama dan Politik tidak berhubungan, sesungguhnya tidak mengerti keduanya" -Mahatma Gandhi.

Dua kutub ini merupakan dua pandangan yang dianut sebagian besar masyarakat Asia pada umumnya, dan terus dalam kancah perdebatan yang belum ada ujungnya, apalagi kalo ditambah oleh oknum yang menggunakan agama sebagai alat/ tools semata.

Sejarah telah menunjukkan dan menggambarkan selama bertahun-tahun tentang bagaimana agama telah memecah belah bangsa yang menyebabkan pertumpahan darah dan kekerasan yang paling ekstrem.  Gandhi dan Jinnah masing-masing rela memanfaatkan perwakilan dua agama terbesar di Asia, Hindu dan Islam, untuk menyuarakan pendirian politik mereka. Tentu saja kita semua tahu akibatnya, migrasi darat terbesar dan paling kejam dalam sejarah di Asia.

Agama yang digunakan sebagai alat politik bentuknya adalah seperti ini : Agama, dalam bentuknya yang paling sederhana, dikemas dan dijual kepada komunitas lokal oleh makelar politik yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi warga jika mereka menyelaraskan keyakinan agama mereka dengan partai politik mereka. 

Dengan demikian, mereka yang secara aktif memilih dan berpartisipasi dalam politik melakukannya dengan keyakinan dan agama mereka di garis depan agenda mereka. Dan memang politik identitas tumbuh subur di negara kita, bahkan membuat pemangku kepentingan pun gamang untuk bertindak sesuai peraturan dalam memberlakukan perundang undangan yang berlaku sekalipun. Sehingga mengahasilkan ketidak adilan bagi semua rakyat. Jika hal ini diteruskan pada akhirnya kekacauan pun niscaya akan terjadi. Lalu bagaimana sebaiknya?

Kutipan sebuah buku, menggambarkan dengan sangat jelas, kedua kutub ini : Dietrich Bonhoeffer, Theology, and Political Resistance (Faith and Politics: Political Theology in a New Key), "Bonhoeffer sangat percaya bahwa gereja dan orang Kristen memiliki tanggung jawab untuk mencampuri peristiwa dan politik sekuler ketika mereka kehilangan kontak dengan nilai-nilai Kristen. Gereja perlu turun tangan untuk menggarisbawahi tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat."  Dalam bahasa yang sangat sederhana, saat kondisi politik dan keputusan keputusannya dalam demokrasi menjauh dari nilai nilai keadilan sosial dan kemanusiaan, maka disanalah terbukti iman harus ikut berlayar bersama politik, ikut menentukan arah kebijakan bagi nilai nilai kebaikan dan keadilan sosial.

Dalam hal ini tentunya politik didefinisikan sebagai upaya menegakkan nilai nilai moral dan etis serat memperjuangkan keadilan sosial bagi sesama manusia, dalam semua bidang kehidupan, sehingga semua tindakan politis dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan sesama. Jika kita menghayati hal ini, maka terlihat bahwa politik adalah sebuah panggilan yang sangat besar suaranya, justru lewat politiklah maka kita bisa memperjuangkan keadilan dan kebenaran yang merupakan ciri khas iman atau ajaran agama.

Usaha pencapaian politik agar tercapainya kesjahteraan sosial adalah juga tentunya sesuai dengan misi sang Pencipta kahidupan, agar umat manusia selamat di dunia dan akhirat. Menjadi sangat jelas posisi iman dan politik, Politik sebagai area yang harus diwarnai oleh keputusan dan kebijakan iman, sesuai denga ajaran sang Pencipta, baik hubungan dengan sesama maupun dengan alam sekitar.

Dalam buku "Sakramen Politik " karya Eddy Kristiyanto OFM, ia menempatkan tindakan berpolitik adalah pelayanan digambarkan seperti kunci sakramentalitas politik. Selain keterlibatan pada kehidupan sosial, politik juga membawa dan mengajak segenap warga negara agar bisa melayani masyarakat melalui kapasitasnya masing masing. Disarikan dari "Satu iman Satu Pengharapan" Herulono Murtopo, Mer-C publishing, 2019. Hal ini sejalan dengan sikap Yesus dalam Markus 12:17, dimana memberikan haknya kaisar kepada Kaisar dan kepada Allah hak-Nya. Penekanan akan bagaimana kebijakan politik harusnya bersikap seimbang, adil dan memenuhi hukum moral dan pemerintah.

Sebagai warga negara pun jika kita acuh tak acuh untuk ikut berpolitik, memenuhi panggilan kita sebagai orang beriman, itu sama saja kita tidak menghidupi iman kita, Iman tanpa tidakan yang mengerjakan keselamatan yang telah diterimanya adalah iman yang mati, apalah gunanya itu?. Dalam bahasa sederhananya ya, kita tidak berpolitik berarti kita tidak memenuhi panggilan iman kita, dan itu berarti kita belum selamat, karena ternyata karya dan suara panggilan Roh Kudus untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan tidak kita tanggapi dan tindak lanjuti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun