Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pedagang tempe di Pasar Depok

berminat dengan tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prank "Sabako"

23 Mei 2020   06:17 Diperbarui: 23 Mei 2020   07:09 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu Farida (65 tahun) memperlihatkan kantong kresek berwarna merah berisi 3 liter beras yang diberikan oleh Pak RT  kepadanya. Nenek satu anak laki-laki dewasa yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah kerabatnya itu masih terheran-heran, apa seperti itu bentuk bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah kepada rakyat miskin terdampak covid-19 seperti dirinya. Sedangkan tetangga-tetangganya yang lain sudah mendapatkan beberapa kali bansos dari pemerintah, dengan jumlah yang jauh lebih banyak.

Ia menunjuk Ibu W, juga seorang janda yang telah menerima bantuan sembako berisi belasan kilogram beras, minyak goreng, dan beberapa item lainnya. Ibu W sendiri bukan tergolong janda miskin, karena memiliki beberapa pintu kontrakan. Bantuan juga diterima oleh warga lain yang usianya jauh lebih muda dan lebih mampu dibandingkan dirinya. Farida baru mendapat bantuan setelah anaknya menanyakan kepada Ketua RT tentang mekanisme pemberian bansos.

"Kemarin Pak RT nganterin, katanya ini ada bantuan beras untuk warga. Dia ngasihnya di kantong kresek. Kok berasnya rada merah ya? Jangan-jangan ini mah beras perelek yang dikasihin!" tutur Farida.

Di lingkungan tempat tinggalnya, setiap minggu warga memberikan secangkir beras kepada pengurus RT. Beras itu dikumpulkan dan hasilnya ditampung di rumah RT. Jenisnya bermacam-macam. Itulah yang disebut beras perelek. Beras itu akan dijual, dan hasilnya digunakan untuk membantu biaya operasional RT, atau dibagikan kepada warga yang membutuhkan.

Bambang, Ketua RT 004 / RW. 02 Kelurahan Pancoran Mas, Kodya Depok yang ditemui penulis menjelaskan, bahwa beras yang diberikan kepada Bu Farida adalah inisiatifnya.

"Beras itu merupakan kiriman bansos dari kelurahan yang saya bagi rata untuk seluruh warga yang belum mendapatkan bansos. Ada 50 KK yang saya kasih, setiap keluarga mendapat 3 kilogram," aku Bambang.

Menurutnya, pihak kelurahan sudah 5 (lima) kali mengirimkan bansos untuk warga di lingkungannya. Namun jumlahnya bervariasi dan penerimanya berbeda-beda setiap tahap.

Tahap pertama, berupa uang, diterima oleh 18 KK, berikutnya bantuan berupa 15 kg beras plus minyak goreng, kecap, gula dan saus, diterima oleh 25 orang.

"Warga yang menerima berbeda setiap tahap. Nama-namanya ditunjuk langsung dari kelurahan. Saya hanya membagikan," kata Bambang, yang memiliki jumlah warga 100 KK lebih di lingkungannya.

Banyaknya jumlah KK yang menjadi warganya, menurut Bambang, karena masih ada warga yang sudah pindah tetapi KK-nya di sini. Seorang warga yang sudah pindah itu, seorang duda, juga menjadi penerima bansos, meskipun dia sudah menikah lagi dan memiliki mobil bersama isteri barunya yang berprofesi sebagai juru rias pengantin.

Keterangan Bambang agak sedikit berbeda dengan penjelasan Wiwin, ibu rumah tanggal yang berprofesi sebagai guru madrasah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Wiwin mengaku sudah mendapat tiga kali bantuan sembako dari pemerintah.

"Mungkin karena saya ngelink ya," kata Wiwin.

Yang dimaksud ngelink adalah, dia mengajukan permohonan bantuan melalui online sebagaimana dianjurkan oleh pengurus yayasan sekolah tempatnya mengajar. Tetapi bantuan yang diterima datangnya juga dari RT tempatnya tinggal.

Versi pemerintah.

Untuk membantu masyarakat yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, pemerintah menggelontorkan bansos. Bentuknya berupa uang yang ditransfer melalui bank atau berupa paket sembako.

Namun tidak semua warga menerima bantuan. Dari 9,6 juta penduduk DKI Jakarta yang menerima bantuan hanya 1,2 juta. Sedangkan dari sekitar hampir 11 juta lebih penduduk Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, ada 600 ribu keluraga yang mendapat bansos dari pemerintah. Jika satu KK di 

Bodetabek rata-rata memiliki 5 angota keluarga, berarti ada 3 juta warga atau kurang dari seperempat jumlah penduduk yang menerima bantuan.

Entah data dari mana yang dipakai pemerintah untuk menyalurkan bantuan, sehingga hanya jumlah tersebut di atas yang menerima. Tidak heran jika pemberian bansos dari pemerintah di rezim covid-19 ini tergolong kacau.

Banyak keluhan, bahkan kemarahan dari warga yang tidak menerima bantuan di mana-mana. Tak kurang aparat pemerintah sendiri ikut protes, karena mereka diprotes langsung oleh warganya. Belum lagi factor KKN juga ikut berperan dalam "kekacauan" ini. Ada keluarga tergolong mampu mendapat bantuan, sementara yang membutuhkan tidak memperoleh apa-apa, karena penerima terindikasi keluarga dari pengurus RT / RW atau bahkan lurah setempat.

Soal ketidakmerataan pembagian itu, Menteri Sosial Juliari S Batubara meminta agar warga atau keluarga yang sudah menerima bansos dari pemerintah provinsi atau siapapun, untuk tidak lagi menerima bantuan. "Tapi diinformasikan, dan diberikan kepada keluarga lain yang belum menerima sembako apa-apa," ujar Juliari.

Permintaan Mensos memang bagus. Tetapi fakta di lapangan berbicara lain. Bagaimana warga yang namanya terdaftar sebagai penerima, tetapi kemudian tidak menerima karena alasan akan diberikan kepada warga lain yang belum menerima? Sulit Bos, dalam kondisi seperti ini warga dimintai kesadarannya. Jangankan himbauan, aturan saja yang memiliki dasar hukum tetap bisa dilanggar.

Pada awal Mei 2020 sebuah tayangan youtube di Indonesia menjadi viral, lantaran sang yotuber membuat prank (lelucon) pemberian bingkisan kepada waria. Penerimanya mengira menerima bantuan sembako yang terdapat dalam kardus, ternyata isinya sampah. Ferdian Paleka, sang youtuber kemudian ditangkap polisi pada 8 Mei 2020.

Apa yang dirasakan oleh waria penerima prank sembako dari Ferdian Paleka kini dirasakan oleh Bu Farida, janda tua yang terus dilewati oleh rangkaian pemberian bansos di lingkungan tempat tinggalnya. Tetapi pertanyaannya, siapa yang melakukan prank -- bukan sembako melainkan sabako (satu bahan pokok) -- dan siapa pula yang akan ditangkap?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun