Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pedagang tempe di Pasar Depok

berminat dengan tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lockdown, Social Distancing, dan Penggunaan Data

19 Maret 2020   13:27 Diperbarui: 19 Maret 2020   15:38 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemda DKI Jakarta misalnya, sebelum mengurangi jumlah armada, rute dan jadwal angkutan umum sebaiknya melakukan pengolahan data dulu. Berapa jumlah manusia yang bisa dan tidak bisa dirumahkan pada saat kebijakan dilakukan. Pemda DKI bisa meminta data kepada instansi pemerintah maupun swasta, begitu juga dengan data pekerja sektor informal yang bisa istirahat atau tetap menggunakan angkutan umum ketika kebijakan dilakukan. Berdasarkan data itulah, baru aturan baru diberlakukan. Bukan tujuannya memberikan efek kejut.

Yang tak kalah penting dilakukan, adalah penanganan terhadap masyarakat yang tinggal di perkampungan-perkampungan padat. Di Jakarta ini ada banyak perkampungan padat dan bahkan kumuh, yang sangat potensial menjadi wilayah penyebaran Covid-19. Antara lain di Kelurahan Kali baru Jakarta, yang dalam 1 RW saja -- menurut Ketua RW yang ditemui penulis pada tahun 2007 -- ada 1000 KK. Kemudian perkampungan-perkampungan padat di kawasan Manggarai, Priok, Johar Baru dan lainnya.

Jika masyarakat di perkampungan-perkampungan padat itu diminta untuk tinggal di rumah demi Social Distancing yang terdengar keren itu, apakah efektif?

Rata-rata perkampungan-perkampungan padat di Jakarta dihuni oleh warga yang memiliki tempat tinggal sangat kecil. Gang tempat orang lewat pun ada yang dijadikan tempat memasak. Di perkampungan yang terletak di depan Stasiun Manggarai, mayoritas penduduk menaruh kendaraan bermotor di pinggir jalan, baik siang maupun malam jika tidak digunakan. Aturan harus memiliki tempat parkir bagi pemilik kendaraan bermotor, tidak berlaku bagi mereka.

Agar lingkungan mereka sehat, apakah perlu pemerintah meminta penghuninya -- tanpa kecuali -- mengosongkan rumah mereka untuk kemudian disemprot dengan disinfektan supaya virus-virus mati. Jika mereka diminta diam di rumah, tapi lingkungannya tidak disterilkan, sama juga bohong, kata anak sekarang.

Yang sangat menggelikan, dalam lembaran sosialisasi Social Distance yang dishare di media sosial, tertera aktivitas yang aman selama Social Distancing. Yakni berkebun, hiking, jalan kaki, membaca buku, membersihkan rumah, berkumpul dengan keluarga inti, masak, nonton netflix, berkeliling naik mobil, skype melakukan video call. Semuanya aktivitas yang biasa dilakukan oleh masyarakat menengah atas atau masyarakat negara maju.

Jangan-jangan yang bikin itu berasal dari planet lain!

Sudahlah, pemerintah -- baik pusat maupun daerah -- jangan kebanyakan gaya. Lakukan sosialisasi yang masif dan mudah dipahami masyarakat, serta lakukan tindakan yang efektif. Penggunaan data sangat penting dalam membuat kebijakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun