Dewas TVRI mungkin bisa melihat catatan sejarah itu, kemudian memetik pelajaran untuk memutuskan sosok seperti apa yang patut memimpin TVRI ke depan. Latar belakang pendidikan dan riwayat pekerjaan calon, hendaknya bukan persyaratan yang membuat Dewas silau. Sebab tidak sedikit pemilik gelar bererot dan jabatan mentereng adalah orang-orang yang berpikir dan bertindak lurus, cari aman dan oportunis. Orang-orang seperti itu selalu mencari kesempatan dan mengincar jabatan terbaik bagi dirinya. Tentu bukan sosok seperti itu yang dibutuhkan TVRI.
Ketika memimpin TVRI, Helmy Yahya juga berpikir out of the box. Sayang aplikasinya kurang tepat. Untuk menyedot perhatian masyarakat terhadap lembaga penyiaran yang dipimpinnya, dengan membeli "killer program" Helmy ibarat membawa gula-gula kepada anak-anak. Ketika gula-gula itu habis, anak-anak tak peduli lagi.
Dirut TVRI hendaknya bisa membawa program-program TVRI ke hati masyarakat, melalui local content yang bisa dibuat. Begitu banyak yang bisa digali dari bangsa yang kaya budaya dan sumber alam ini untuk dikemas ke dalam program-program televisi. Yang terpenting adalah bagaimana bentuk kemasan yang ditawarkan agar eye catching. TVRI tidak perlu meniru TV Swasta yang orientasinya memang bisnis dan menghalalkan banyak cara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H