Mohon tunggu...
Herlina Hesti
Herlina Hesti Mohon Tunggu... Guru - Fasilitator

Less is more

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pengaruh Gaya Hidup Minimalis terhadap Pola Makan

10 Juni 2023   11:49 Diperbarui: 10 Juni 2023   12:18 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi seorang minimalis, mengurangi barang bukanlah sasaran, sasaran minimalis adalah menghapus benda-benda yang menghalangi pikiran untuk berfokus pada hal-hal yang penting, mengurangi jumlah kepemilikan adalah mengetahui apa saja yang penting bagi kita. Setelah semua barang berlebihan itu pergi, kini waktunya menciptakan kisah kita sendiri.

Minimalis merupakan sebuah pola hidup yang sebenarnya sudah sekian lama dipraktikkan oleh orang-orang pada zaman dahulu. Dulu manusia menggunakan barang-barang yang terbuat dari batu. Walaupun tampak primitif dimata manusia modern, peralatan kuno melambangkan inovasi cerdas yang memiliki fungsi yang luar biasa. 

Peralatan batu berhasil menghemat waktu dan energi. Mungkin butuh waktu sehari penuh membuat satu alat, tapi setelah itu, proses mendapatkan dan mengolah makanan menjadi lebih singkat dan mudah. Selain itu, tidak membutuhkan perawatan terhadap alat-alat dari batu, dengan begitu alat-alat tesebut menjadi kebutuhan.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak barang yang kita miliki digunakan bukan karena fungsinya. Bahkan sering kali barang yang kita miliki, memakan banyak biaya pembelian dan perawatan. Barang yang kita miliki pada zaman modern ini, tidak seperti alat dari batu yang digunakan pendahulu kita, yang dengan setia memenuhi kebutuhan pemiliknya. Barang milik kita, perlahan mulai berbalik menyerang kita, dan tanpa disadari menguasai kehidupan kita. 

Bagaimana tidak, barang tersebut membuat tempat tinggal kita menjadi sempit, dan saya yakin pasti dalam hati anda selalu menyalahkan diri sendiri atas kepemilikan anda yang banyak, jarang digunakan dan hapir tidak digunakan, tergeletak dalam kondisi yang meprihatinkan karena tidak terawat. 

Mengapa kita punya begitu banyak barang yang bukan merupakan kebutuhan kita? Apa tujuannya? Saya rasa jawabannya cukup jelas: kita begitu ingin memperlihatkan seberapa berharga diri kita kepada orang lain. Lewat benda, kita menyampaikan kepada masyarakat bahwa kita punya nilai.

Alasan lain saat membeli barang yang tidak digunakan karena kita berpikir bahwa barang tersebut akan digunakan suatu saat, sehingga kita terus menyetok barang tidak butuhkan. Kita sibuk menyiapkan masa depan yang sifatnya misteri yang artinya masa depan itu belum tentu datang, ketimbang menikmati masa sekarang. 

Jika memang suatu saat itu benar-benar terjadi, saya rasa tidak sulit untuk mendapatkan barang itu, kita bisa pinjam barang yang kita butuhkan ke sahabat kita, saya yakin orang yang akan meminjamkan barang yang kita butuhkan akan dengan senang hati meminjamkan kepada kita. Rasanya hal ini juga baik untuk memperat hubungan kita, asalkan barang yang kita pinjam dijaga dengan baik, atau anda juga bisa menyewa barang yang anda butuhkan.

Mungkin anda berpikir seseorang baru bisa disebut minimalis setelah semua kepemilikannya bisa masuk ke satu koper, atau tidur menggunakan kantong tidur. Percayalah, keharusan seperti itu sbetulnya tidak ada. Tidak ada satu definisi pasti mengenai minimalis. Bisa saja setelah menyingkirkan banyak barang, anda masih memiliki sebuah piano besar. Sebab, setelah mengurangi banyak barang, Anda jadi sadar ada satu barang yang esensial dan sangat penting bagi anda: musik. 

Contoh lain setelah anda menyingkirkan banyak barang, anda masih memiliki peralatan dapur yang relatif banyak untuk keperluan warung dagangan nasi goreng atau bakso anda. Sebab, setelah mengurangi banyak barang, Anda jadi sadar ada suatu hal yang esensial dan sangat penting bagi hidup Anda.  

Ketika anda memutuskan mengubah gaya hidup baru menjadi minimalis, mengeluarkan satu persatu barang yang kamu punya  kecil kemungkinan kita merindukan suatu barang sampai depresi atau merasa sangat menyesal. Dan kalaupun itu terjadi, kita selalu bisa mendapatkan barang itu lagi. dengan membeli yang baru di toko. Intinya, saat ini, nyaris tidak ada barang yang tidak bisa didapatkan. Saya setuju bahwa membuang barang yang masih bisa digunakan adalah bentuk kemubaziran. 

Saya juga tidak suka sembarang membuang barang, dan setiap kali membuang, saya berusaha melakukanya dengan hati-hati agar bisa dimanfaatkan oleh orang lain. Kemubaziran yang sesungguhnya tidak terletak pada barang, melainkan kerugian psikologi yang terakumulasi akibat mempertahankan barang yang tidak kita gunakan atau perlukan. Setiap melihat hadiah atau benda yang kita beli terongkak begitu saja, kita merasa bersalah barang itu mungkin masih bermanfaat dan akan sia-sia kalau disingkirkan. Padahal, mempertahankan barang itu sama dengan menjamin kita akan terus merasa seperti itu hari ini, besok dan selamnya. Bagi saya, itulah yang disebut mubazir.

Saat mengurangi jumlah barang hingga sampai ke tingkat yang  paling minimal, kita akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi dan jelas mengenai keinginan-keinginan kita. Apa saja hal yang memang penting dan apa saja hal yang sekadar keinginan. Garis yang membedakan kedua hal ini menjadi jelas dan tidak hanya berlalu pada benda. 

Garis yang sama dapat kita lihat pada dorongan untuk makan. Kita bisa melihat jumlah makanan yang kita butuhkan dan, hasilnya, tidak lagi mengkonsumsi lebih dari kebutuhan. Memiliki barang yang diperlukan mengasah rasa bahwa ini sudah cukup sehingga kita bisa merasa puas tanpa harus mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak.

Setelah saya memiliki barang yang relatif sedikit, saya menjadi lebih rajin untuk membersihkan tempat tinggal, dan barang-barang lainya. Saya dengan semangat membersihkan tempat tinggal karena tidak ada barang yang menjadi penghalang untuk saya berberes, saya akhirnya sadar akan apa yang dibutuhkan oleh tubuh, maka dari itu saya memutuskan untuk mengoksumsi makanan yang sehat, tentunya buatan sendiri. 

Maka tanpa alasan saya selalu bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan pagi dan bekal ke kantor, selalu mencuci piring sehabis digunakan, dan mencuci pakaian sebelum ke kantor. Pagi hari saya meninggalkan tempat tinggal dalam kondisi rapi dan bersih. Sehingga saat pulang ke tempat tinggal sore hari, rasa letih digantikan dengan senyum yang dapat membangkitkan semangat untuk melanjutkan hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun