Ketika anda memutuskan mengubah gaya hidup baru menjadi minimalis, mengeluarkan satu persatu barang yang kamu punya  kecil kemungkinan kita merindukan suatu barang sampai depresi atau merasa sangat menyesal. Dan kalaupun itu terjadi, kita selalu bisa mendapatkan barang itu lagi. dengan membeli yang baru di toko. Intinya, saat ini, nyaris tidak ada barang yang tidak bisa didapatkan. Saya setuju bahwa membuang barang yang masih bisa digunakan adalah bentuk kemubaziran.Â
Saya juga tidak suka sembarang membuang barang, dan setiap kali membuang, saya berusaha melakukanya dengan hati-hati agar bisa dimanfaatkan oleh orang lain. Kemubaziran yang sesungguhnya tidak terletak pada barang, melainkan kerugian psikologi yang terakumulasi akibat mempertahankan barang yang tidak kita gunakan atau perlukan. Setiap melihat hadiah atau benda yang kita beli terongkak begitu saja, kita merasa bersalah barang itu mungkin masih bermanfaat dan akan sia-sia kalau disingkirkan. Padahal, mempertahankan barang itu sama dengan menjamin kita akan terus merasa seperti itu hari ini, besok dan selamnya. Bagi saya, itulah yang disebut mubazir.
Saat mengurangi jumlah barang hingga sampai ke tingkat yang  paling minimal, kita akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi dan jelas mengenai keinginan-keinginan kita. Apa saja hal yang memang penting dan apa saja hal yang sekadar keinginan. Garis yang membedakan kedua hal ini menjadi jelas dan tidak hanya berlalu pada benda.Â
Garis yang sama dapat kita lihat pada dorongan untuk makan. Kita bisa melihat jumlah makanan yang kita butuhkan dan, hasilnya, tidak lagi mengkonsumsi lebih dari kebutuhan. Memiliki barang yang diperlukan mengasah rasa bahwa ini sudah cukup sehingga kita bisa merasa puas tanpa harus mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak.
Setelah saya memiliki barang yang relatif sedikit, saya menjadi lebih rajin untuk membersihkan tempat tinggal, dan barang-barang lainya. Saya dengan semangat membersihkan tempat tinggal karena tidak ada barang yang menjadi penghalang untuk saya berberes, saya akhirnya sadar akan apa yang dibutuhkan oleh tubuh, maka dari itu saya memutuskan untuk mengoksumsi makanan yang sehat, tentunya buatan sendiri.Â
Maka tanpa alasan saya selalu bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan pagi dan bekal ke kantor, selalu mencuci piring sehabis digunakan, dan mencuci pakaian sebelum ke kantor. Pagi hari saya meninggalkan tempat tinggal dalam kondisi rapi dan bersih. Sehingga saat pulang ke tempat tinggal sore hari, rasa letih digantikan dengan senyum yang dapat membangkitkan semangat untuk melanjutkan hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H