Mohon tunggu...
Herlina Hesti
Herlina Hesti Mohon Tunggu... Guru - Fasilitator

Less is more

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menjadi Minimalis, Bagaimana Rasanya?

2 Juni 2023   12:15 Diperbarui: 3 Juni 2023   11:15 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merapikan pakaian, ilustrasi decluttering atau menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak dibutuhkan sebagai bagian dari gaya hidup minimalis.  (Sumber: Shutterstock/Andrey_Popov via kompas.com) 

Lambat laun barang tersebut menjadi barang biasa dan saya mulai rasa bosan dengan barang yang saya punya. 

Saya terus membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki barang lebih banyak ataupun lebih mentereng, perbandingan tersebut sering membuat saya kesal.

Mari saya deskripsikan seperti apa kos saya ketika itu. Kamar tidur yang berantakan karena saya selalu membongar penyimpanan baju saya saat pagi hari hendak ke kantor, saya meninggalkan tempat tidur di kamar kos dalam kondisi yang berantakan. 

Saya bisa membereskan ala kadarmya jika ada tamu yang akan berkunung. Kondisi dapur yang sama sekali tidak boleh dilihat oleh tamu karena dipenuhi oleh barang-barang dapur yang jarang saya gunakan dan tentunya sudah berdebu. Sementara itu saya masih membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki sesuatu yang belum saya miliki.

Dulu, saya tidak pernah menyadari bahwa sebenarnya saya memiliki segala sesuatu yang saya butuhkan untuk hidup layak. Saya terus menginginkan barang baru tanpa pernah puas. 

Sering kita berpikir bahwa kehidupan kita amat jauh berbeda dari gambaran ideal yang kita angankan, sampai-sampai kita merasa malang. Padahal pikiran semacam itu hanya membuat kita tidak bahagia. 

Saya memandang isi kos dan menghela napas, sambil berpikir saya tidak punya segalanya yang saya pikir saya inginkan, "kanapa tidak ada tempat tidur yang ternyaman dan besar seperti orang-orang, kenapa tidak ada TV biar bisa menonton berbagai saluran TV yang sama mau." Ternyata justru sebaliknya yang benar adalah saya sudah mempunyai segalanya.

Kita terbiasa dikelilingi oleh barang, kita semua tahu jawaban dari pertanyaan itu. Kita pada akhirnya terbiasa dengan kondisi mendapatkan semua hal yang kita inginkan. 

Perlahan kita mulai menyepelekan barang, hingga akhirnya kita bosan melihat sesuatu yang kita punya. Hal tersebut terjadi berulang kali hingga menjadi semakin banyak. Barang tidak hanya diam di tempatnya. 

Barang mengirimkan pesan-pesan sunyi. Semakin lama suatu barang diabaikan, semakin kuat pesan yang dikirimkannya. 

Bisikan dari tumpukan sepatu, tas, aksesori, peralatan dapur, dan pakaian yang jarang digunakan barang-barang tersebut seolah-olah menatap dan berkata, kapan kamu mengenakan saya, rasanya selama ini kamu sudah jarang mengenakan saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun