Air Terjun Tumpak Sewu, yang dijuluki sebagai Niagara-nya Jawa Timur, terletak di perbatasan antara Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Tepatnya di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang. Panorama Tumpak Sewu yang eksotis dan unik membuat gambar-gambar indahnya bersliweran di berbagai kanal media sosial yang semakin mendongkrak kepopulerannya.
Para pemburu landscape photography atau bentang alam pun berbondong-bondong mencari spot terseksi untuk diabadikan dalam jepretan lensa kamera. Trekking yang menantang pun menjadi surga bagi para adrenaline junkie atau pencandu adrenalin.
Air Terjun Tumpak Sewu dapat menjadi alternatif wisata anti mainstream yang menawan bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Malang. Selain mengunjungi kota wisata Batu, kawasan pantai selatan Malang, dan Gunung Bromo, spot aduhai ini menawarkan sensasi jejak petualangan ala Indiana Jones.
Kontur bebatuan tebing di lembah yang berundak menyebabkan saai air terjun jatuh, kembali terbentuk aliran miniatur air terjun yang lebih pendek. Akibatnya, Tumpak Sewu seolah memiliki aliran air yang melebar seperti tirai serta berundak(tumpak) yang disebut dalam tipe air terjun tiered. Formasinya yang setengah lingkaran mengingatkan pengunjung pada Air Terjun Niagara. Lokasi kedua air terjun ini juga sama-sama di perbatasan. Bedanya, Niagara berada di perbatasan negara, antara Amerika Serikat dan Kanada. Tapi bila ditilik dari debit airnya, memang beda jauh.
Untuk menuju Tumpak Sewu, pengunjung dapat melalui Malang maupun Surabaya. Dari Malang perjalanan dapat ditempuh sekitar 2 - Â 3 jam tergantung kepadatan lalu lintas mengingat merupakan jalur lintas Selatan Jawa yang super padat dengan truk bermuatan berat. Kondisi jalan relatif sudah beraspal bagus namun menyempit di beberapa titik.
Nah, minggu lalu berkesempatan mencoba sensasi trekking di Tumpak Sewu melalui jalur Surabaya. Perjalanan ditempuh dalam waktu 4 jam dengan kondisi lalu lintas yang ramai lancar, utamanya kepadatan mulai terjadi sejak memasuki Kota Malang. Tepat pukul 14.00 WIB, kami pun tiba di area parkir Tumpak Sewu. Ada tiga pintu masuk menuju area ini. Kami memiliki trekking yang menantang yang harus menyeberangi arus sungai.
Setelah tiba di area parkir air terjun, kita hanya perlu jalan kaki 15 menit melewati kebun salak untuk sampai di gardu pandang Tumpak Sewu yang disebut Panorama dengan tiket masuk Rp10.000,00. Trekking menuju gardu pandang Panorama ini tidaklah sulit karena jalan setapak sudah dibeton halus. Jika malas berjalan ada alternatif ojek yang siap mengantar hingga gardu pandang. Nah, jika musim salak tiba, biasanya pengunjung pun bisa menikmati sensasi petik salak di perkebunan ini dengan biaya tiket sendiri.
Dari Panorama, gemuruh air terjun mulai terdengar. Saat mata akhirnya menatap tirai air terjun yang melebar, hati pun tertawan seketika. Cantik! Menatap Tumpak Sewu dari atas membuat hati terkesiap penuh damai. Salah satu keAgungan Ilahi Rabbi terlihat jelas dari lukisan sempurna ini. Â Jajaran air yang jatuh dari tebing seolah membentuk tirai tipis tembus pandang.
Hijau pepohonan hutan yang menyelimuti tebing dan sekitarnya memeluk lembut hamparan tirai air. Burung liar yang berkicau mencari makan menambah keindahan panorama alam sekitar. Di bawah cerahnya langit siang, Tumpak Sewu nampak magis penuh pesona. Jepretan kamera pun terdengar bersahutan mengabadikan lukisan alam ini. Nah, saat cuaca cerah, konon pengunjung juga bisa melihat megahnya Gunung Semeru sebagai latar belakang air terjun.
Setelah puas menikmati panorama Tumpak Sewu dari ketinggian, kami pun memutuskan turun ke trekking selanjutnya yang menantang. Tidak banyak pengunjung yang mau bersusah payah turun ke lembah. Tapi hati terlanjur jatuh cinta untuk melihat Tumpak Sewu dari dekat, untuk merasakan langsung kemegahan air terjun ini.
Trekking menuju kaki lembah ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit. Capek tidak terasa karena di kiri kanan pepohonan hutan dan bunga liar banyak bertebaran. Kami harus menaklukkan tangga kayu, bambu, batu, pagar besi dan air terjun kecil dengan tali sebagai pegangan. Di beberapa titik, tangga kayu memiliki kemiringan 90 dan melapuk sehingga kami harus waspada dan hati-hati agar tidak terjatuh dan menghempas bebatuan. Jangan kuatir, rute trekking yang dilalui tidak terlalu ekstrem.Â
Kita hanya perlu fokus dan hati-hati karena cukup licin. Gunakan sandal gunung yang nyaman dan tas anti air agar kamera tidak basah. Yang paling berkesan saat kami harus menuruni bebatuan yang dialiri air sehingga nampak seperti air terjun kecil. Arusnya tidak terlalu deras tapi sensasinya luar biasa. Apalagi ditambah dinginnya air yang bagai es.
Dari pintu masuk lembah ini, gelegar air terjun mulai terdengar jelas. Begitu tiba di area sungai, kami harus melewati dua jembatan kecil sebelum tiba di kaki air terjun. Kemarau panjang menyebabkan debit air tidak terlalu banyak sehingga menyeberangi jembatan kayu kecil ini tidak terlalu berat. Di kejauhan bebatuan tebing besar mulai terlihat menjulang bagaikan para Dinosaur yang sedang melepaskan dahaganya. Lumut hijau terlihat bagai permadani yang menyelimuti bebatuan lembah.
Setibanya di bagian bawah Air Terjun Tumpak Sewu, pemandangan yang tampak di depan mata semakin memikat hati. Magis! Dari sudut ini, Tumpak Sewu tampak begitu megah. Sebagai manusia, terasa kecilnya dibanding keindahan ciptaan Tuhan.
Berpagarkan vegetasi hijau nan menyejukkan, deretan air terjun menghujam dari atas Tebing. Deburan suaranya bagai melodi alam yang mampu menghinoptis pengunjung untuk mendekat. Rellief bebatuan tebing yang unik dan mata air yang konstan, membujat pasokan Air Terjun Tumpak Sewu mengalir deras di beberapa titik. Sedangkan sebagian lainnya nampak meluncur manja dari pelukan bebatuan tebing.
Sensasi tirai air alami nan jernih dan menyegarkan, membuat kami pun jatuh hati dan tergoda ingin merasakan cipratan air terjun yang menyegarkan. Kami pun enggan beranjak dari lembah. Tak bosan menikmati kemegahan dan kesyahduan Tumpak Sewu dari dekat. Damai merayap di hati saat keindahan alam tersaji sempurna. Saat alam mengalunkan nyanyiannya, saat dawai-dawai musik alam terdengar, hati pun luruh dalam keheningan. Tunduk dan pasrah atas ke Mahasempurnaan Sang Pencipta.
"There's no better place to find yourself that sitting by a waterfall and listening to it's music"
Roland R Kemler
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H