Mohon tunggu...
Yuni Herlina
Yuni Herlina Mohon Tunggu... Administrasi - Sedang belajar menulis

The mind needs books the way a sword needs a whetstone to keep its edge sharp.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Misteri Sang Adonis - Part 8

26 Desember 2012   05:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:02 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bisma menaikkan kedua alisnya, “Aku sudah lelah dengan permainan bodoh ini dan hanya bermaksud menyudahinya. Menyerahlah!”

Kedua pria itu berdiri dengan keheningan sambil memasang ancang-ancang untuk saling menyerang ibarat dua ekor singa yang sedang memperebutkan wilayah kekuasaan.

"Aku menyukai permainan ini Kapten! Melihatmu mengejar petunjuk dan bukti yang menyesatkan sungguh mengelikan! Kau tahu, aku menikmati setiap detiknya! Setiap detik berarti satu sayatan dan satu jeritan yang indah! Setiap detik yang terbuang percuma, berarti satu kemenangan dalam permainan ini!" Pria raksasa itu menyeringai sadis.

Bisma merasa hatinya tersayat mendengar perkataannya. Ia menggenggam tangannya erat, mencoba menahan diri.

"Dengar, Brengsek! Aku tidak pernah mengenalmu dan tidak tahu apa maksud perkataanmu! Yang aku tahu saat ini kau menghalangiku menangkap tersangka pembunuh berdarah dingin! Itu membuatmu menjadi kaki tangan tersangka! Satu lagi kau baru saja melakukan usaha pembunuhan terhadap wartawati itu!” Bisma mencoba mengatur nafas saat berbicara, meredam bara  amarah saat mendengar kata-kata yang penuh kebencian padanya.

"Sungguh pria yang malang! Apa guna lencanamu jika melindungi gadis yang kau cintai saja tak bisa! Bagai anak kecil, kau selalu meratapi kelemahanmu dan menyandarkan fantasi konyolmu pada dendam masa lalumu! Sementara gadis itu semakin kehabisan waktu! Dasar bodoh!” Pria raksasa itu menaikkan sudut bibirnya dan tersenyum menghina.

“Cukup! Berhenti mentertawaiku bodoh!”

Gertak Bisma penuh emosi sembari menerjang ke arah pria itu sembari melancarkan tinju kuatnya ke wajah lawan. Saat lawannya terhuyung, bisma memutar tubuhnya, melancarkan tendangan menggunakan tumit dan menghantam tepat dadanya. Tak ayal tubuh raksasa itu terpental dan terpelanting keras menghantam lantai kafe.  Secepat kilat, Bisma berusaha meringkus dan memborgolnya.

Namun, tanpa diduga pria itu masih memiliki sisa kekuatan super untuk melancarkan pukulan ke arah Bisma. Tak menduga akan adanya serangan, Bisma tak bisa menahan hantaman kepalan raksasa ke dagunya dengan keras. Tubunya terpental. Darah segar mengalir deras dari hidung dan mulutnya. Sesaat kepalanya terasa berputar kencang dan berat. Aliran darah ia rasakan mengalir pelan dari ujung kepalanya yang pasti sobek menghantam sudut lantai yang tajam. Dari sudut matanya, samar-sama ia lihat pria itu bangkit dan perlahan menuju ke arahnya. Seringai serigala tersungging di sudut bibirnya yang berdarah. Meskipun sejumlah pukulan dan tendangan telak telah ia hunjamkan ke titik-titik yang berbahaya, pria itu nampak tak merasakan sakit sedikitpun!

“Damned! Seharusnya aku dengarkan perkataannya!” Umpatnya dalam hati, mengutuki kebodohannya karena tidak mengubris ucapan Rhaya.

Waktu melambat! Ia harus segera bisa bangkit sebelum monster itu menghajarnya lagi. Ia seka darah yang mengalir dengan ujung kemeja kotaknya. Dengan susah payah, ia bangkit dan memasang kuda-kuda. Ia dapat rasakan kakinya melemah di tengah deraan serangan hebat yang masih menyandera kepalanya. Tangan kanannya berusaha meraih revolver di pinggangnya. Jantungnya berhenti sesaat ketika tangannya meraih ruang hampa.

“Sial! Pasti terjatuh saat aku terlempar tadi!”

Sementera itu, pengunjung kafe yang masih berkerumun menyaksikan duel maut itu menghela nafas panjang, menunggu. Kaki-kaki mereka seakan terpaku di lantai, tak lagi mematuhi komando otak yang memerintahkan untuk membantu sang Kapten. Rasa ngeri terlukis jelas di wajah mereka ketika menyaksikan bagaimana monster itu menghajar Sang Kapten, dan seakan memiliki ilmu kebal.

Monster itu penuh percaya diri menghampiri Bisma yang tampak terserang rasa lelah dan sakit.

“Sungguh mengecewakan Kapten! Kupikir kau adalah lawan yang hebat!” Ucapnnya sinis penuh hinaan.

“Dulu kau lawan tangguh dan pantang menyerah! Ingat gadis manis yang kau suka semasa remaja? Ehm… dia sungguh petarung sejati! Sayang, kalian terlambat menyelamatkannya! Pun kali ini, wanita kesayanganmu akan mati sia-sia, seperti Renata!”

Raksasa itu menautkan kesepuluh jarinya hingga terdengar bunyi gemeretak. Seringai serigala tidak pernah lepas dari sudut bibirnya yang menakutkan.

“Saatnya mengakhiri permainan ini!”

Ia lancarkan hantaman telak ke arah dada Bisma. Kali ini Bisma tidak ingin kecolongan lagi. Meskipun, monster itu memiliki tenaga super, tapi gerakannya lambat karena ukuran badannya yang besar. Bisma memiringkan badannya menghindari pukulannya. Menundukkan badannya sedikit, ia lesatkan jab tepat ke ulu hatinya.

Monster itu terhuyung. Matanya terbelalak tidak percaya. Bisma kembali melesatkan tendangan salto ke arahnya hingga tubuh raksasa itu kembali terpelanting ke lantai. Bisma mengatur irama nafasnya untuk menghilangkan rasa sakit yang kembali menyergapnya. Tenaganya telah mulai habis. Ia tak mungkin melanjutkan pertarungan tak seimbang ini tanpa senjata. Di saat monster itu masih berusaha mengembalikan keseimbangannya, Bisma mengedarkan pandanganya ke sekitarnya berusaha mencari senjatanya yang terlempar.

“Mencari ini Kap?”

Sesaat mata mereka beradu. Dua mata bening itu memandangnya penuh kemenangan. Tak memperdulikan harga dirinya yang terluka, ia ambil revolver dari tangannya.

“Thanks!” Ucapnya datar sambil berjalan mendekat ke arah sang monster.

“Cukup! Menyerahlah atau aku terpaksa ku tembak!” Bisma berteriak sambil membidikkan moncong revolvernya ke arah sang monster.

Ada rasa tak percaya terlihat di mata sadis sang monster. Untuk beberapa saat ia hanya berdiri mematung. Nafasnya memburu menahan amarah. Bajunya telah bersimbah darah akibat luka-luka di sekujur badannya. Namun, rasa sakit tak tampak sedikit pun di wajahnya.

“Pakai borgol ini! Jika kau macam-macam, timah panas ini akan menembus tepat ke jantungmu ok!” Hardik Bisma kencang sambil melemparkan borgol ke arahnya.

Monster itu tertegun sesaat. Saat menyadari ancaman itu benar adanya, ia bungkukkan badan untuk memungut borgol itu sambil menyeringai penuh ejekan ke arah Bisma. Saat perlahan ia mulai mengenakan borgol itu, bunyikan ledakan senjata dan hamburan kaca jendela membuat suasana kafe yang sesaat hening berubah kacau. Para pengunjung yang panik mulai berlarian tak tentu arah. Teriakan Bisma yang meminta mereka tenang hilang bagaikan teriakan elang ditelan deburan ombak pantai.

Di tengah kekacauan itu, ia melihat monster itu perlahan berlari mengikuti arah khalayak.

“Berhenti!” Teriak Bisma panik sambil berusaha  mengejar sang Monster. Beberapa pengunjung menghantamnya dan membuatnya kehilangan keseimbangan.

“Sial!” umpatnya.

Ia tembakkan revolvernya ke udara. “Jangan ada yang bergerak!”

Semua kepanikan terhenti. Tak ada satu pun yang berani bergerak.

Segera Bisma mengejar sang monster yang telah berlari menuju pintu. Erangan deru motor memekakkan telinga. Seorang pengendara berpakaian serba gelap dan helm perak bertengger di atas sepeda motor sport merahnya. Bisma terbakar amarah melihat sepeda motor kesayangannya.

“Bagaimana mungkin! Sial!”

Segera ia percepat larinya, berusaha mengejar sang monster yang telah sigap melompat ke belakang sang pengendara hitam. Ia luncurkan dua kali tembakan yang sia-sia saat keduanya telah melaju kencang membelah jalanan ibukota yang ramai.

“Sial!” umpatnya kembali. Segera ia tekan nomor di telepon genggamnya.

“Raka, tolong kerahkan semua unit untuk mengejar tersangka pembunuh! Sport merah! Nomor polisi B 2377 LW!”

“Ya…aku tahu! Mereka mencurinya!”

Ucapnya kesal sambil mematikan telepon-nya.

Bersambung ......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun