Laki-laki di Atas Tembok Berlin karya Pudji Isdriani K. menceritakan seorang pria yang berubah sebab jauh dari istrinya. Bismo Kumbara awalnya tidak menyukai minuman keras bahkan mengharamkan hal itu. Namun, ketika ia pergi mutasi ke Sorong dan berharap Gendari---istrinya---turut ikut menemani, tetapi Gendari menolak sebab ia adalah seorang manajer di sebuah bank swasta besar di Jakarta. Bismo merasa kesepian di kota tersebut, ia selalu teringat anak dan istrinya, kemudian teman-temannya mengajak pria itu untuk mencari hiburan lain. Awalnya hanya berkaraoke bersama gadis-gadis muda, kemudian meminum alkohol seakan itu adalah sahabat karibnya. Ia juga menyukai gadis muda berusia delapan belas tahun--Susie--, gadis yang membuat ia berpaling dari Gendari yang ibarat sebuah harimau betina yang siap menerkam dirinya. Gendari yang mengetahui perselingkuhan itu kemudian datang ke Sorong dan berusaha mengendalikan kembali suaminya, ternyata semua itu sudah terlambat. Bismo hanya ingin bercerai dan hidup bersama Susie, tetapi Susie telah dibeli Gendari oleh uang yang lebih banyak sehingga gadis itu pergi menjauhi Bismo.
Isu yang ada dalam cerpen karya Pudji Isdriani ini adalah mengenai urusan rumah tangga dan bagaimana komunikasi adalah hal terpenting dalam rumah tangga. Sosok istri yang egois dalam memilih pekerjaan sebenarnya tidak serta-merta menjadi sebuah permasalahan utama seorang suami berpaling. Kesepian akibat kurangnya komunikasi dan keinginan keduanya untuk mempertahankan rumah tangga yang harmonis dengan cara yang benar menjadi salah satu isu yang diangkat oleh penulis. Â Kemudian, isu lain yang terjadi adalah laki-laki yang bersifat patriarki, dilihat bahwa tokoh laki-laki dalam cerita pendek tersebut merasa bahwa istrinya harus menuruti perintah suami dan harus mendampingi suaminya kemanapun ia bertugas. Gagalnya relasi kuasa yang dilakukan ini juga berakibat pada gagalnya sistem patriarki yang coba diterapkan oleh Bismo. Hal ini dapat dilihat pada kutipan:Â
"Seperti kebanyakan suami yang tinggal beribu-ribu kilometer dari istrinya, dia kesepian. Pada awalnya dia merasa sedih dan sangat merindukan istri dan anak-anaknya. Senyum manis, pelukan hangat dan kebersamaan di malam-malam yang dingin bersama Gandari, sungguh membuatnya bertambah rindu. Rasa rindu yang menggulungnya tiap malam"
"Itulah Gendari, dia menjadi egois dan tidak mau lagi menerima kenyataan bahwa dia juga seorang istri yang harus mendampingi suaminya. Ke mana pun suaminya tugas, seorang istri harus mendampingi, ini menurut Bismo. Luka itu mulai tertanam di dasar hati Bismo yang paling dalam."
Pudji mengangkat isu sosial yang umum dan sering ditemui apalagi dalam masalah rumah tangga. Seorang suami kesepian yang tinggal jauh dari keluarga kemudian berselingkuh dengan wanita yang lebih muda sebab butuh kehidupan sebagai 'pria'nya terpenuhi. Istri yang tidak bisa melepaskan pekerjaan untuk mendampingi suami, membiarkan rumah tangganya menjadi dingin. Cerita pendek ini seakan menjelaskan bahwa cinta tidak selamanya ada, cinta sendiri bisa pupus melalui komunikasi yang buruk di antara keduanya, keegoisan pada diri masing-masing juga menjadi taruhan dalam langgengnya sebuah rumah tangga. Pudji juga memberikan sikap bahwa cinta dapat membutakan, cinta dapat membunuh.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H