Sumber Foto : Pinterest
Hampir sebagian umat Islam menyadari bahwa membaca Al Qur’an adalah ibadah yang mulia. Bahkan sebagian menjadikan aktifitas membaca Al Qur’an adalah wirid yang tidak boleh ditinggalkan dalam setiap hari. Betapa Maha adilnya Allah, untuk mendapatkan kebarahan dalam membaca Al Qur’an kita tidak dituntut untuk bisa mengerti bahasa arab. Bacaan Al Qur’an yang kita lantunkan setiap hari tanpa kita pahami maknanya sudah mampu memberikan keberkahan bagi sang membacanya, apalagi kalo sang pembaca berusaha keras untuk mengetahui minimal apa arti ayat yang dibacanya lewat terjemahan atau bahkan yang lebih baik lagi mencari makna dari apa yang dibaca untuk dapat di pahami dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari.
Tapi pernahkah ada yang merasakan ketika intensitas membaca Al Qur’an sudah dilakukan tetapi tidak memberikan efek ketenangan atau kebarakahan dalam hidup? Apa yang salah? Yang jelas bukan interaksi dengan Al Qur’annya yang salah tetapi cara berinterikasinya yang harus dibenahi.
AL Qur’an turun dengan kemuliaan. Jika ingin mendapatkan kemulian maka lakukan hal hal yang mulia kepada Al Qur’an itu sendiri. Diantaranya bagaimana adab kita dalam memulai, pada saat membaca dan setelah membaca Al qur’an. Pelajari adab adabnya. Diantaranya berwudhu, menghadap kiblat dan suci hadast.
Yang tatkala pentingnya adalah bagaimana kita membaca Al Qur’an. Bahasa Al Qur’an punya ketinggian ilmu. Kita tidak bisa asal membacanya karena setiap huruf huruf yang terucap itu menghadirkan makna yang sangat berbeda. Salah mengucapkan huruf maka bisa fatal akibatnya. Bacaan AL Qur’an yang kita harapkan bisa menjadi doa dan kebarakahan karena kita membacanya tanpa hukum tajwid yang benar maka efek ruhiyahnya bisa jadi tidak kita dapakan.
Inilah pentingnya membaca Al Qur’an dengan tajwid. Untuk memastikan setiap huruf yang keluar dari lisan kita tidak salah. Demikian RasuluLLah pun membaca Al Qur’an dengan Tajwid. RasuluLah yang pertama menerapkan ilmu tajwid. Karena Al Qur’an turun kepada RasuluLlah SAW dengan bertajwid sebagaimana beliau bertalaqqi kepada Jibril a.s. Malaikat Jibril a.s pun menerima dari Allah dengan tajwid tersebut. Demikian pula para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan gernerasi berikutnya sampai kepada kita.
Mengutip perkatan seorang ulama, dalam Manzumah Al Muqadimah , Imam Ibnu Jazari :
“Menerapkan (mempraketkan) tajwid merupakan hal yang wajib dan harus. Barang siapa tidak membenahi bacaan Al Qur’an dengan shahih, maka ia berdosa, karena Allah menurunkan Al Qur’an ini dengannya (Tajwid). Dan demikian pulan Al Qur’an itu sampai kepada kita”.
Mari kita benahi interaksi kita dengan Al qur’an. Agar Al Qur’an yang kita baca bukan hanya bacaan yang sekedar sampai tenggorokan, tapi mampu memberikan kebarakan dalam hidup kita. Mumpung masih ada nafas, mumpung masih ada kesempatan. Jangan sampai terlambat. Putaran waktu melesat cepat bahkan lebih cepat dari anak panah. Segera cari orang orang yang bisa membantu karena ilmu Al Qur’an hanya bisa didapatkan dengan bertalaqi kepada orang yang lebih paham.
Depok, 16 Februari 2022
(Sumber : Sebagian diambil dari “Buku Tajwid Al Qur’an Riwayat Hafs dari ‘Ashim, penyusun Ustadz. Hartanto Saryono, Lc”)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H