Suatu siang saya menonton sebuah film drama seri remaja  Thailand berjudul Trophy. Film berlatar belakang siswa di sebuah sekolah.
Ada hal yang menarik di film tersebut. Ketika seseorang terobsesi untuk meraih sebuah prestasi yang diinginkan maka dia akan melakukan tindakan yang dianggap wajar.
Film dibuka dengan adegan 2 siswi berdiri di suatu ruangan aula sekolah. Ruangan berisi penghargaan kepada para siswa berprestasi dan dianggap genius.
Setiap siswa genius akan dipamerkan fotonya, diberi narasi terkait prestasi yang diraih serta cetakan kedua telapak tangan.
Kedua siswa tersebut mengamati profil siswa genius di sekeliling aula. Mereka berdialog dan berharap akan menjadi siswa genius selanjutnya. Walaupun mereka berpikiran hal tersebut tidak akan menjadi kenyataan.
Pada episode selanjutnya, ternyata salah satu dari siswi tersebut benar-benar dinobatkan menjadi siswa genius karena memenangkan lomba penulisan novel. Hal tersebut membuat kecewa temannya.
Dia marah karena merasa ditinggalkan seorang teman dengan prestasinya. Dalam kemarahan dan kekecewaan, datang seorang siswi lain menghampiri. Dia adalah siswi baru di sekolah tersebut dan sudah dinobatkan menjadi siswi genius.
Seolah mengetahui kegalauan dan kekecewaan siswi tersebut, sang genius menghibur dan memberi informasi bahwa untuk meraih prestasi dan dianggap genius itu mudah.
Sang genius membisikkan langkah-langkahnya. Tinggal buka google, ctrl + c (salin) dan ctrl + v (tempel). Modifikasi sedikit. Sesederhana itu. Maka apa yang diinginkan akan terwujud.Â
Siswi yang kecewa tersebut tidak percaya dengan informasi yang disampaikan. Dalam benaknya, teman-teman geniusnya melakukan hal yang sama. Hal tersebut mendorongnya untuk melakukan cara yang diberikan.