Mohon tunggu...
HERLIN SUSWATI
HERLIN SUSWATI Mohon Tunggu... Guru - ASN

travelling

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gami Bukan Gaming

1 Mei 2024   21:27 Diperbarui: 1 Mei 2024   23:13 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepintas dari luar tidak ada hal yang istimewa di rumah makan ini. Layaknya rumah makan biasa. Ikan goreng dengan sambalnya.

Aku masuk ke dalam rumah makan yang terletak di pinggir jalan raya. Duduk. Pramusaji menyodorkan sederet panjang menu yang sudah banyak tersilang.

Spontanitas aku melihat waktu di jam tanganku. Pukul 20.00 WIB. Wah masih sore sudah banyak yang habis, pikir ku.

Benar dugaanku. Pramusaji menginfokan bahwa yang tersilang sudah tidak tersedia alias habis. Dahiku berkerut. Lalu makan apa? Untungnya masih ada menu ikan favorit , ikan nila.

Aku memesan ikan nila, air jeruk hangat, cah kangkung, petai, terong. Selesai memesan makanan,  daftar menu aku serahkan kembali ke pramusaji.

Dokpri 
Dokpri 

Kupandangi punggungnya yang menghilang di balik tembok.

Tiba-tiba pramusaji datang kembali menanyakan sambelnya kategori yang mana. kidz, sedang, pedas atau sangat pedas.

Aku bertanya: "Kalau kidz maksudnya apa?"

Dokpri 
Dokpri 

Pramusaji menjawab: "Berarti hanya tomat saja tidak pakai cabai"

Entah kenapa aku memesan sambal kategori kids. 

Jika makan di rumah makan atau resto, biasanya aku lebih senang duduk menghadap keluar, ke arah jalan raya.  Namun saat ini aku memilih duduk menghadap ke dalam ruang makan.

Aku perhatikan sekeliling. Rumah makan ini tidak terlalu besar. Deretan kursi dan meja kayu sederhana tertata rapi. Ternyata banyak pengunjung yang datang menanti makanan pesanan tiba.

Aku melihat beberapa spanduk terpampang di dinding. Di satu spanduk terpampang tulisan Gami cumi, gami gurame, gami nila dan lain lain.

Dokpri 
Dokpri 

Dalam benak timbul tanya, gami itu masakan mana ya? Tak menunggu waktu lama pertanyaan ku terjawab dalam tulisan di spanduk lainnya. Oh, ternyata ini masakan khas bontang, kalimantan. 

Aku menunggu cukup lama. Sabar menanti sambil membayangkan masakan yang akan terhidang. 

Tak lupa aku mengabadikan beberapa momen yang aku anggap menarik

Di salah satu spanduk tertulis dengan huruf kapital: 

MOHON MAAF...!!! HARUS MENUNGGU LAMA

MAKANAN KAMI BUKAN SIAP SAJI

HARUS DIMASAK SATU PERSATU KARENA UNTUK MEMPERTAHANKAN KEKHASAN CITA RASA GAMI.

Dokpri 
Dokpri 

Sementara itu di spanduk lain tertulis: 

kata MENUNGGU itu sangat menjenuhkan apalagi dikala sedang lapar dan lelah

"Terima kasih sudah sabar menunggu" Semoga lelah menjadi Lillah

Ah narasi yang indah.

Akhirnya makanan tiba. Ikan disajikan diatas piring tanah liat yang masih panas. Jadi diberi tatakan kayu dibawahnya.

Lelah menunggu terbayarkan dengan menyantap makanan yang nikmat di lidah.

 Catatan buat para penikmat kuliner yang tidak diet karbo, nasinya tidak disajikan oleh pramusaji tetapi dapat diambil sendiri oleh pembeli. Self service.

Betapa kuliner nusantara yang nikmat dan sehat. 

Jauh dari Kalimantan menyeberang ke ujung pulau Jawa, kota Malang Jawa timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun