Pernahkah kamu merasa terganggu karena seseorang diam-diam memfoto dirimu di ruang publik? Fenomena ini semakin sering terjadi, terutama di tempat umum seperti transportasi publik, taman, atau kafe. Meski terlihat sepele, tindakan ini memunculkan pertanyaan penting: apakah sah secara hukum dan etika? Dengan semakin maraknya penggunaan media sosial, isu ini menjadi relevan di era digital. Penting bagi kita untuk memahami sisi hukum dan etika dari tindakan ini agar dapat menciptakan ruang sosial yang sehat.
Sudut Pandang Hukum
1. Hukum Perlindungan Privasi
Hak privasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal-pasal terkait menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk tidak diganggu privasinya, termasuk hak atas penggunaan data pribadi seperti foto. Namun, konsep privasi di ruang publik memiliki batasan tertentu. Di tempat umum, hak privasi tetap berlaku, tetapi tidak absolut, tergantung pada konteks dan tujuan penggunaan foto.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Tindakan memfoto orang lain tanpa izin dapat melibatkan pasal-pasal KUHP, terutama Pasal 310 tentang penghinaan atau pencemaran nama baik jika foto tersebut digunakan untuk tujuan negatif. Selain itu, Pasal 27 UU ITE melarang distribusi foto seseorang tanpa izin, apalagi jika berujung pada pelecehan atau penyalahgunaan.
3. Aturan Khusus
Beberapa tempat publik memiliki aturan tambahan terkait pengambilan foto, seperti di stasiun, mal, atau tempat wisata. Aturan pengelola setempat sering kali melarang penggunaan kamera tanpa izin untuk melindungi pengunjung dari gangguan privasi.
Sudut Pandang Etika
1. Kenapa Memfoto Orang Lain Tanpa Izin Dianggap Tidak Sopan?