Perlukah Direktur Jenderal Multimoda di Kementerian Perhubungan ?
Oleh : Deddy Herlambang [1]
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah dipilih oleh Presiden Joko Widodo untuk mengurus persoalan transportasi NKRI, banyak mempunyai pekerjaan tertunda, terutama pembangunan terminal multimoda dan antarmoda yang belum terealisasikan oleh pemerintahan sebelumnya (baru Bandara Kualanamu Medan, namun masih belum bisa menjawab problematika urban transport). Terminal multimoda menjadi penting karena efektivitas sarana dan prasarana transportasi dan efisiensi energi BBM dan energi manusia. Â
Sebenarnya sistem transportasi nasional (sistranas) telah disampaikan melalui Permenhub No KM 49 / 2005, namun belum berjalan seperti yang diharapkan. Ditjen yang membawahi moda transportasi dalam Department Perhubungan saat itu, bekerja sendiri-sendiri secara vertikal, hanya mengurusi domain moda yang dikerjakannya. Perhubungan laut hanya mengurusi transportasi kelautan, perhubungan udara juga mengurusi transportasi udara saja, demikian juga perhubungan darat. Ditjen Perkeretaapian yang juga baru dibentuk tahun 2005 tentunya tidak sempat berpikir untuk transportasi perkotaan atau multimoda, Ditjen baru ini sibuk berproyeksi menambah panjang rel dan membangun double-track.
Dokumen Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dimaksudkan sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi, dengan tujuan agar dicapai penyelenggaraan transportasi nasional yang efektif dan efisien. Kenyataannya sistranas ini tidak berjalan sesuai tujuan oleh karena kepentingan politik transportasi hanya untuk kebijakan transportasi darat. Secara geografis kebijakan transportasi juga terkonsentrasi di Pulau Jawa dan sedikit mengarah ke Pulau Sumatra. Selanjutnya sistranas terlupakan karena terbitnya UU 23 / 2007 tentang Perkeretaapian / KA, dilanjutkan oleh perbaikan UU tentang Pelayaran tahun 2008, perbaikan UU tentang angkutan Darat & ASDP tahun 2009. Sistranas semakin tidak tersentuh lagi karena tidak diterbitkan turunannya terbaru. Sistranas bukan regulasi perundangan sehingga tidak mempunyai kekuatan yuridis tetap. Proyeksi pembangunan Sistranas akan dikembangkan 2010-2030 termasuk koridor dalam MP3EI.
Jaringan Transportasi Sistranas, terdapat naskah transportasi antarmoda, yang terbagi: Jaringan Pelayanan dan Jaringan Prasarana. Jaringan pelayanan transportasi antarmoda adalah pelayanan transportasi antarmoda perkotaan, transportasi antarmoda antarkota, dan transportasi antarmoda luar negeri. Jaringan prasarana adalah keterpaduan jaringan prasarana transportasi antarmoda diwujudkan dalam bentuk interkoneksi antar fasilitas dalam terminal transportasi antarmoda, yaitu simpul transportasi yang berfungsi sebagai titik temu antarmoda transportasi yang terlibat, yang memfasilitasi kegiatan alih muat, yang dari aspek tatanan fasilitas, fungsional, dan operasional, mampu memberikan pelayanan antarmoda secara berkesinambungan.
Pembangunan terminal antarmoda (multimoda) ini adalah merupakan tupoksi dari Ditjen perhubungan darat (hubdat) secara struktural berada dalam wilayah tugas Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan. Ditjen hubdat sangat terlihat hanya konsentrasi di tugas Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan. Sedangkan tugas lain untuk Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan dan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat masih belum terlihat positif di masyarakat. Bisa diambil contoh tidak ada koneksi antarmoda di DKI Jakarta antara moda KA Commuter line dan BRT TransJakarta dan sektor keselamatan di perlintasan sebidang KA belum digarap secara serius.
Peradaban maju transportasi dapat dinilai dari penataan dan pola urban-transport nya. Sistem transportasi akan sulit dikatakan berhasil apabila belum disediakan terminal antar-moda ( unimoda – intramoda – intermoda – multimoda ). Terminal antar moda ini berlaku untuk muatan barang/logistik ataupun penumpang. Dalam sistem intermoda kita mengenal 1 tiket untuk mengunakan bermacam moda transportasi (laut, udara, darat & kereta api). Sistem pelayanan di dalam 1 pengelolaan (managemen) tunggal akan menciptakan kenyamanan utilitas waktu bagi pengguna transportasi umum.
LPI (Logistic Performance Index) Indonesia tahun 2012 mengalami kenaikan  signifikan ke urutan 59 dari urutan 75 di tahun 2010 dengan kenaikan indeks dari 2,76 menjadi 2,94 dalam skala 5 (Worldbank, 2010). PT Pelindo II sudah mulai berpikir kreatif dengan menggunakan angkutan KA untuk bongkar/muat di pelabuhan lautnya, jalur rel KA akan segera dibangun di Pelabuhan Tanjung Priuk. Pembangunan kembali (zaman kolonial Belanda pernah ada ) rel KA menuju Pelabuhan Cirebon (ditutup), Semarang dan Surabaya. Di sisi utara Pulau Jawa, telah ada pelabuhan laut potensial lain yang dilintasi oleh jalur KA, seperti Merak, Cigading, Bojonegara, Garut (baru), Tegal, Tuban, Gresik. Pelabuhan laut merupakan terminal multimoda paling efektif, karena mampu menjadi ruang bertemunya 3 moda (laut, darat dan KA) dalam 1 titik pengelolaan. Dibanding negara-negara ASEAN (kecuali Timor-Leste), kita belum memiliki terminal multimoda yang ideal.
Ditjen Perhubungan darat merupakan embrio dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Perhubungan awal ketika kita merdeka 1945 – 1949 dengan nama nomenklatur: Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja Djawatan Angkutan Darat Bermotor (DADB). Sampai kini berevolusi menjadi Kemen PU dan Kemenhub dengan masing-masing tupoksi sebagai pelaksana konstruksi dan regulator. Jadi Ditjen Perhubungan Darat mempunyai substansi tugas untuk mengatur pelaksanaan multimoda (antarmoda). Namun tugas ini kenyataan terlalu berat bila harus dikerjakan sendiri. Direktorat Perhubungan Multimoda dibawah Kemenhub perlu dipikirkan untuk dibentuk oleh Pemerintahan baru NKRI.
Saat ini Kemenhub bertugas regulator sesuai moda transportasi fisik alam, yakni: laut, udara, darat dan terbaru KA (khusus KA termasuk pelaksanaan konstruksi). Keempat moda transportasi ini masing-masing dilandasi regulasi melalui UU. Sistranas termasuk multimoda didalamnya, belum memiliki UU yang mengatur. Untuk pembentukan Direktorat Perhubungan Multimoda yang dipimpin Direktur Jenderal Multimoda tidak perlu menunggu ada UU, namun cukup dengan Permenhub No KM 49 / 2005, UU No 39 / 2008 tentang Kementarian Negara dan Perpres terbaru untuk yuridis-konstitusionalnya.