Di era digital yang serba instan saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Platform-platform ini menawarkan akses mudah untuk berbagi momen bahagia, prestasi, dan pencapaian. Namun, di balik layar, terdapat fenomena yang semakin mengkhawatirkan, yaitu toxic positivity. Istilah ini merujuk pada tekanan sosial yang mendorong individu untuk selalu menampilkan sisi positif dalam kehidupan mereka, bahkan ketika sedang mengalami kesulitan.
Toxic positivity seringkali disamarkan dengan optimisme yang sehat. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Jika optimisme adalah sikap melihat sisi baik dari suatu situasi, toxic positivity adalah upaya untuk menekan emosi negatif dan memaksakan pandangan positif yang tidak realistis.
Mengapa Toxic Positivity Berbahaya?
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa toxic positivity dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental individu, terutama generasi muda. Ketika individu merasa tertekan untuk selalu bahagia dan menyembunyikan perasaan negatif, mereka dapat mengalami berbagai masalah psikologis seperti kecemasan, depresi, dan isolasi sosial.
Pernahkah kamu melihat unggahan di media sosial yang berbunyi, "Semua akan baik-baik saja" atau "Bersyukurlah atas apa yang kamu miliki"? Ungkapan-ungkapan seperti ini, meskipun dimaksudkan untuk memberikan semangat, justru dapat membuat individu yang sedang berjuang merasa tidak valid dan sendirian.
Seorang psikolog klinis mengatakan, "Toxic positivity menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi individu untuk mengungkapkan perasaan mereka yang sebenarnya. Ketika kita terus-menerus ditekan untuk merasa bahagia, kita kehilangan kemampuan untuk mengelola emosi negatif secara sehat."
Toxic positivity, jika dibiarkan terus-menerus, dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental generasi muda. Beberapa dampak yang paling umum di antaranya:
1. Penurunan Harga Diri
Ketika individu terus-menerus ditekan untuk menampilkan kesempurnaan, mereka cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan merasa tidak cukup baik. Hal ini dapat memicu perasaan rendah diri dan tidak berharga.
2. Isolasi Sosial
Individu yang mengalami toxic positivity seringkali merasa kesulitan untuk berbagi perasaan negatif dengan orang lain. Mereka takut akan penilaian dan penolakan, sehingga memilih untuk mengisolasi diri.