Pengertian penerbangan feri adalah jenis penerbangan tanpa payload atau muatan dari satu bandara ke bandara lain, baik dengan menempuh penerbangan yang hanya satu ruas atau lebih hingga sampai di bandara tujuan akhir. Â
Maksud penerbangan feri ada beberapa macam, seperti :
 - Keperluan perbaikan/pemeliharaan Pesawat. Penerbangan Feri jenis ini biasanya dilakukan apabila pesawat akan menjalani masa perbaikan/pemeliharaan tingkat berat yang tidak mampu dilakukan di homebase nya sehingga harus diterbangkan ke depo pemeliharaan yang berada jauh diluar homebase. Setelah perbaikan selesai, pesawat diterbangkan kembali ke homebase nya dengan penerbangan feri juga.
- Positioning Pesawat Terbang. Pesawat diterbangkan dari "home base" ke suatu airport, bandara, ataupun pangkalan sesuai permintaan pihak pencarter karena muatan kargo ataupun rombongan personil akan diberangkatkan dari airport tersebut. Positioning pesawat terbang dapat juga dilakukan karena alasan teknis, dimana jarak jangkau operasional pesawat terbang hanya mampu mencapai sasaran kalau diberangkatkan dari pangkalan tersebut.
- Pengiriman pesawat terbang ke pihak penyewa (lessee), dan sebaliknya pengembaliannya ke pihak yang menyewakan (lessor) karena berakhirnya masa "Leasing Agreement".
- Penerbangan terakhir dari satu jenis pesawat terbang dalam rangka penempatannya di lokasi akhir seperti di museum/storage.
- Dalam rangka penyerahan dari pihak pembuat/pemilik pesawat terbang kepada pihak pembeli yang juga dikenal sebagai "Delivery Flight".
Untuk jenis penerbangan feri terakhir ini berhubungan dengan kemugkinan dimana dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi TNI-Angkatan Udara akan menerima setidaknya 5 (lima) pesawat C-130J/J-30 Super Hercules dari pabrik pembuatnya, Lockheed Martin, Amerika Serikat.
Oleh sebab itu  cerita tentang Penerbangan Feri pesawat-pesawat C-130 Hercules dari pabriknya di Marietta Georgia Amerika ke Indonesia akan lebih menarik dari jenis penerbangan feri lainnya karena selain terbang melintasi Samudra Pasifik, juga melalui banyak ruas penerbangan dengan karateristik medan serta tantangan yang berbeda-beda.
Atas dasar itu serta dengan beberapa kesempatan penulis melakukan penerbangan dengan pesawat C-130 Hercules melalui lintasan ini baik dalam tugas delivery maupun mission, Â penulis ingin berbagi pengalaman tersebut dengan para generasi muda TNI-Angkatan Udara, terutama Penerbang, Navigator dan awak pesawat C-130 Hercules, sehingga bila saatnya tiba untuk melaksanakan tugas penerbangan feri dari Marietta ke Indonesia informasi ini dapat menjadi bekal setidak-tidaknya untuk meningkatkan rasa percaya diri.
Untuk menempuh penerbangan dengan pesawat C-130 Hercules dari Marietta, Georgia, Amerika Serikat ke Jakarta, Indonesia setidak-tidaknya harus melalui 6 (enam) ruas penerbangan sebagai berikut :
Ruas Penerbangan I, Marietta, Georgia -- San Francisco, RON (Remain Over Night). Â Ruas penerbangan ini seluruhnya melalui daratan
Ruas Penerbangan II, San Francisco -- Honolulu (Run Overnight - RON). Ruas ini termasuk yang paling krusial dari semua ruas penerbangan dimana lama penerbangan hampir 9 jam diatas Samudra Pasifik serta tanpa bantuan alat navigasi seperti VOR ataupun NDB.Â
Hingga tahun 1970 an terpasang satu NDB diatas sebuah kapal apung terletak dipertengahan antara Honolulu dengan daratan Amerika Serikat. Setelah peralatan alat bantu navigasi penerbangan semakin maju dan canggih NDB diatas kapal apung tersebut ditiadakan. Sebelum berangkat dari San Fransisco, perlu diyakinkan melalui "briefing Office" bahwa selama penerbangan di ruas ini tidak akan menemui komponen "head wind" atau arah angin berlawanan sebesar 75-80 knot karena pesawat tidak akan dapat sampai di Honolulu, perhitungan penulis berdasarkan menggunakan tipe B/H dan L-100-30.
Bagi Navigator, hal yang menjadi pehatian khusus adalah perhitungan yang saksama mengenai PNR (Point of No Return) untuk memudahkan Captain Pilot membuat keputusan apabila terjadi sesuatu selama penerbangan.
Ruas Penerbangan III. Pada ruas ini ada 3(tiga) pilihan tujuan sebelum melajutkan ke ruas penerbangan berikut ke Anderson/Guam keesokan harinya. Ketiga pilihan tersebut adalah Wake Island (ruas paling disarankan), Midway(agak Utara) ataupun Kwajelain (agak Selatan). Seharusnya pilihan sudah diputuskan sebelum berangkat dari Marietta, terutama mengenai ketersediaan bahan bakar dan "ground handling" pada ketiga pilihan tersebut. Apabila kita memutuskan untuk mendarat di Wake Island, pesawat dan awak pesawat akan menginap lagi untuk satu malam.
Ruas Penerbangan IV, Wake Island - Guam/Anderson AFB (RON). Â Ada kalanya kita diarahkan untuk mendarat di Agena airport yang merupakan bandara penerbangan sipil apabila persediaan bahan bakar di Anderson AFB tidak ada.
Ruas Penerbangan V.  Guam -- Makassar (HND). Untuk di Makassar pesawat tidak perlu RON, apalagi bila  pesawat C-130J tersebut akan ditempatkan pada Skadron Udara 33, atau penerbangan dapat dilanjutkan ke Abdulrachman Saleh di Malang seandainya pesawat C-130J akan menjadi kekuatan Skadron Udara 32 atau penerbangan ke Halim Perdanakusuma kalau pesawat C-130J diperuntukkan sebagai kekuatan Skadron Udara 31.
Total jarak yang ditempuh melelui keenam ruas penerbangan tersebut adalah sekitar 15,000 km dengan total jam terbang antara  34 sampai 35 jam tergantung pilihan ruas dan kondisi angin selama penerbangan. Â
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain :
Dalam penerbangan feri, khususnya "delivery flight" pihak pabrik mengikut sertakan seorang "Escort Pilot" sebagai salah satu persyaratan karena keselamatan pesawat masih menjadi tanggung jawab pabrik pesawat sampai pesawat berada di satuannya di Indonesia. Escort Pilot akan membantu bila penerbangan mengalami keadaan darurat sehingga terpaksa mengadakan pendaratan di "base" lain diluar "base" tujuan, bila penerbang mengalami kesulitan dalam mengartikan instruksi dari ATC, dan berbagai urusan teknis dengan pihak pangkalan udaranya. Escort pilot tidak pernah minta untuk "on seat".
Petugas ATC di Amerika pada umumnya tidak suka dengan sering-sering mengulangi instruksinya, seperti halnya kalau kita melaporkan posisi, pihak ATC hanya akan menjawab  dengan "Radar Contact" bila squake number kita sudah di set, kecuali bila instruksi tentang SID ("Standard Instrument Departure") pada waktu akan takeoff harus diulangi dengan jelas.
Navigator Hercules hendaknya memperhitungkan PNR dengan saksama pada setiap ruas penerbangan,terutama penerbangan diatas lautan agar mempermudah Captain Pilot membuat keputusan bila terjadi suatu keadaan darurat dalam penerbangan.
Navigator supaya me "refresh" teori navigasi LORAN, yang mungkin dibutuhkan pada ruas penerbangan yang melalui lautan.
Terbang diatas lautan yang luas pada siang hari dalam keadaan langit biru dimana warna lautan dan warna langit sama birunya serta diperparah dengan rasa lelah, bisa mengakibatkan penerbang "vertigo". Oleh sebab itu disarankan, selama penerbangan diatas samudera, penerbang hendaknya fokus setidak-tidaknya dengan komposisi 80% instrument flight, dan hanya 20% visual flight.
Penerbang sewaktu-waktu dapat melayangkan pandangan keatas langit didepan hidung pesawat untuk mengecek adanya pesawat komersial yang sedang lewat diatas kita, baik yang searah ataupun yang berlawanan arah sebagai referensi bahwa kita masih terbang pada "track" yang benar.
Semoga bermanfaat. Selamat kepada TNI-AU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H