Mohon tunggu...
Tarigan Sibero
Tarigan Sibero Mohon Tunggu... Pilot - Pensiunan yang masih gemar menulis

Lulusan AAU-64 | Pecinta Berat C130 Hercules | Penulis Buku 50Tahun Hercules | Pernah bekerja sebagai Quality Control and Assurance di sebuah Sekolah Penerbang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Takut dengan Post Power Syndrome

4 Maret 2022   17:11 Diperbarui: 4 Maret 2022   17:42 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilutrasi Menikmati Pensiun (pixabay.com)

Menjalani masa-masa pensiun ditanggapi dengan berbagai cara, ada yang merasa bahagia karena merasa terbebas dari pekerjaan  rutin yang selama ini dilakukan serta yang harus dipertanggung jawabkan, akan tetapi banyak juga mereka yang merasa kebingungan apa yang harus dikerjakan, terutama bagi mereka yang menyukai dan bangga dengan pekerjaannya tersebut.  


Kelompok kedua ini, biasanya dialami oleh mereka yang memiliki jabatan lumayan tinggi, sehingga bangga akan jabatannya, merasa senang dihormati, senang mengatur orang lain dan selalu menuntut agar keinginan dan perintah-perintahnya dituruti.  Pada suatu saat jabatan tersebut lepas dari tangannya, dia akan merasa kebingungan apa yang harus dia lakukan, timbul rasa putus asa, disertai rasa khawatir yang berlebihan.

Apabila dia tidak bisa berpikir realistis, belum bisa menerima kenyataan bahwa dia bukan pejabat lagi, dan tidak berhasil menyesuaikan diri dengan situasi kehidupan baru, maka orang tersebut akan masuk dalam kondisi "Post Power Syndrome".


Pengertian dari "Post Power Syndrome" seperti di dalam artikel yang ditulis oleh psikolog Citra Harwaning Puri, S,Psi adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh mereka yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan penurunan harga diri.

Sosok yang tadinya aktif banyak kegiatan, mendadak hilang semua sehingga timbul ketidak nyamanan. Jadi mereka yang mengalami "post power syndrome" adalah mereka yang tidak bisa menerima perubahan yang terjadi secara mendadak, terutama perubahan yang berkaitan dengan hilangnya kekuasaan dan berbagai kenyamanan lainnya.  


Dengan demikian, maka dapat juga dikatakan bahwa "post power syndrome" adalah semacam sindrom pasca kekuasaan dimana kondisi seseorang yang hidup dalam bayang-bayang kekuasaan masa lalu yang pernah dimilikinya, dan belum siap menerima hilangnya kekuasaan itu.


Seorang pejabat, selama menjabat banyak memperoleh kenyamanan, kemana-mana menggunakan mobil dinas lengkap dengan pengemudi, turun dari mobil tas kerja akan dbawakan oleh pengemudi atau sekretarisnya, bepergian kunjungan kerja ke daerah-daerah ataupun ke luar negeri, semua dokumen perjalanan termasuk proses "check in" sudah diatur oleh protokol dan banyak kemudahan lainnya.

Kehilangan semua kenyamanan tersebut akan menimbulkan rasa galau dan keresahan sehingga lebih memudahkan munculnya "post power syndrome" pada diri seorang mantan pejabat.


Seorang mantan pejabat Negara yang baru 3 (tiga) bulan menjalani pensiun mau bepergian ke Luar negeri akan menjenguk seorang putranya yang sedang mengikuti studi paska sarjana disana. Isterinya sudah berangkat terlebih dahulu seminggu sebelumnya. Segala sesuatu atas keberangkatan sang istri masih diurus oleh bekas protokol tempatnya bekerja, akan tetapi waktu keberangkatannya sendiri, dia sudah tidak mau melibatkan pihak protokol lagi. 

Dengan percaya diri, segalanya mau diurusnya sendiri, mulai dari kegiatan "check in" pengisian format keimigrasian dan lain sebagainya. Dalam perjalanan menuju ruang tunggu harus melewati jalur imigrasi, lalu menyerahkan semua dokumen perjalanannya kepada petugas imigrasi. Petugas imigrasi pada awalnya terlihat tersenyum-senyum hingga tertawa terbahak-bahak.   

Usut punya usut, ternyata penyebab petugas imigrasi sampai tertawa terbahak-bahak ketika membaca format imigrasi yang diisi sendiri oleh mantan pejabat tadi. Semua kolom pertanyaan pada format diisi dengan baik, kecuali pada kolom "Sex", yang seharusnya diisi F (emale)  untuk wanita atau M (ale) untuk pria, namun yang ditulis oleh sang mantan pejabat adalah "Sex": TWO TIMES A WEEK, sesuai dengan kebiasaan yang dia lakukan.  Sepuluh hari sepulangnya dari luar negeri, di cek di bagian klinik psikolog, dinyatakan sehat dan tidak terjangkit penyakit "post power syndrome".


Dari cerita singkat diatas terbukti bahwa orang yang memiliki sifat mandiri yang tinggi tidak mudah dihinggapi penyakit "post power syndrome". Namun tidak dipungkiri setiap pejabat dimasa jayanya selalu dimanjakan oleh keadaan, tersedianya berbagai fasilitas, pelayanan yang prima dari orang-orang sekelilingnya yang saling berlomba memancing perhatian dari sang pejabat, segala gerak dan kegiatan diatur oleh protokol.  

Pada awalnya situasi tersebut dianggap sebagai hal yang aneh, namun karena sudah menjadi kebiasaan rutin, lama kelamaan dianggap menjadi sebuah keharusan sehingga sang pejabat hanyut dalam arus  kenyamanan itu.  Bagi mereka yang sifat kemandiriannya kurang kuat, akan mengalami "post power syndrome" ketika secara mendadak kehilangan kekuasaan dan segala kenyamanan, serta gagal dalam menyesuaikan diri dengan pola kehidupan baru.

Bagi pejabat-pejabat organik dilingkungan TNI, biasanya disediakan waktu satu atau dua tahun sebagai "masa persiapan pensiun", sehingga selama masa tersebut, mereka dapat membuat berbagai rencana masa depan sesuai bidang keahlian masing-masing.


Apapun dapat dijadikan peluang usaha, asalkan dijalani dengan perasaan senang, dimana hasil kerja sendiri, dinikmati sendiri. Dengan demikian, ketika saat keputusan pensiun diterima,  mereka sudah siap sehingga terlepas dari unsur pendadakan, dan secara gradasi menyesuaikan diri dengan pola hidup baru. Barangkali itulah salah satu sebab mengapa para pensiunan pejabat dilingkungan TNI, tidak banyak yang dihinggapi penyakit sindrom tersebut.  

Disamping itu sifat kemandirian yang tinggi yang ditanamkan sejak menjalani latihan dasar kmiliteran terus bertumbuh dan berkembang dalam proses melangkah menapaki jenjang karir dan jabatan selama masa dinasnya, sehingga sifat-sifat kemandirian semakin mantap dalam hidup keseharian anggota TNI.


Oleh sebab itu, datangnya penyakit "post power syndrome" tidaklah perlu ditakutkan bagi setiap orang terutama para pejabat yang segera akan mengakhiri masa jabatannya.
Dengan menanamkan sifat-sifat kemandirian sedini mungkin, baik melalui pendidikan keluarga maupun melalui Lembaga-lembaga pendidikan formal/non formal, sehingga pada saat memegang kekuasaan pada suatu jabatan tidak akan terlalu banyak tergantung kepada bantuan orang lain.  Disamping itu, beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan, antara lain  :

1. Masa persiapan pensiun yang disediakan oleh dinas, hendaklah dimanfaatkan sebaik-baiknya, termasuk persiapan secara fisik maupun persiapan masalah kejiwaan, sehingga pada saat masa pensiun tiba, sang pejabat sudah dalam keadaan siap dan tidak merasa terkena pendadakan. Dengan demikian segala perubahan yang terjadi tentang hidupnya diterima dengan legawa, dan secara perlahan menyesuaikan diri dengan pola kehidupan yang baru.

2. Seorang pejabat, pada saat sedang jaya-jayanya berkuasa, janganlah terbuai oleh segala fasilitas kemudahan dan kenyamanan. Anggaplah semua itu sebagai suatu kewajaran, dimana setiap individu selayaknya melakukan tugas dan kewajibannya masing-masing sesuai peran dan takdirnya, namun tetap didalam bingkai saling menghormati dan saling menghargai.

3. Seorang pejabat janganlah terlalu membangga-banggakan diri akan jabatan, kekuasaan dan ketenaran, dengan satu keyakinan bahwa jabatan merupakan anugrah dari Allah yang harus dipertanggung jawabkan, yang pada suatu saat pasti akan lepas dari tangannya. Kebanggaan yang disimpan untuk diri sendiri dapat memicu semangat kerja yang akan membawa keberhasilan serta kesuksesan yang lebih besar, namun apabila kebanggaan diri tersebut di ekspresikan kepada orng banyak, akan berkonotasi sebagai suatu kesombongan

4. Membaurkan diri dengan berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang apakah dia selevel atau tidak dengan kita. Dalam berbagai acara,kegiatan seperti acara gerak jalan santai, piknik bersama atau kegiatan lainnya akan terjadi berbagai "transaksi" saling tukar menukar informasi/pengalaman dengan dasar saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain.

Lombok,    Maret 2022

Artikel dari seorang pensiunan  untuk Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun