Mohon tunggu...
Herjono Arif Bowo
Herjono Arif Bowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya pria biasa yang hidup penuh asa... mencoba mencari siapa saja agar hari depan bukan yg biasa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Surfing di Hawaii Versi Indonesia

17 November 2011   01:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:34 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu empat tahun yang lalu. Aku masih ingat betapa ngototnya aku untuk surfing di pantai Sorake, Nias. Pantai yang terkenal di seluruh dunia karena ombaknya tidak kalah dengan Hawaii. Wajar saja karena pantai ini berada di Samudera Hindia dan menghadap lautan lepas. Aku tak tahu kalau surfing ternyata dikategorikan sebagai olahraga ekstrem. Ketidaktahuan dan rasa penasaranku mungkin akan terjawab setelah aku mencobanya. Deburan ombak yang terus bergulung membuatku semakin tertantang. “Kesempatan tidak datang dua kali, mumpung ada kesempatan,” pikirku. Meski berbekal pengalaman berlatih surfing waktu berkunjung ke Bali, aku nekat saja menjajal olahraga ini. Saat aku tengah mempersiapkan mentalku datanglah sekonyong-konyong Steve. Turis asing asli Amerika yang baru saja selesai surfing.

Hai, mau main surfing juga?” , tanya Steve dengan aksen bulenya. “Hari ini ombaknya tidak terlalu bagus jadi saya istirahat dulu”. Sempat aku berpikir bagaimana mungkin ombak setinggi itu dibilang tidak bagus. Padahal masih banyak peselancar lain selain dia. Mungkin dia ingin membuat aku membatalkan niat untuk surfing. “Kalau ombaknya tidak bagus, berarti untuk pemula boleh-boleh saja kan?”, tanyaku setengah memaksa. Menurut Steve jika bermain surfing di Nias tidak disarankan untuk pemula. Laut yang dalam serta ombak yang tinggi dan hempasannya yang kuat tidak cocok untuk para pemula yang masih belajar. Olahraga ini sangat beresiko dan fatal akibatnya jika nekat mencobanya. Peselancar pemula bisa terjebak di gugusan batu karang dan tenggelam akibat gulungan ombaknya.

Aku tidak patah arang mendengar penjelasannya. Rasa penasaran dan diselingi rasa gengsi, aku tetap nekat mencoba olahraga ekstrem ini. Berbekal percaya diri yang tinggi akupun langsung menyewa papan seluncur yang ada. Lima belas ribu rupiah untuk dipakai sepuasnya asalkan tidak patah. Tidak ada papan yang berukuran besar seperti di Bali, tapi tidak apa. Buatku yang penting aku bisa menjajal olahraga ekstrem ini di tempat yang paling eksotis di Indonesia. Setelah memilih papan yang kuanggap cocok, tidak lupa aku ikat kakiku ke papan seluncur. Maksudnya agar papan seluncur bisa tetap berada di radius jangkauanku. Tidak lama aku pun mulai menyusuri bibir pantai Sorake menuju kumpulan para peselancar. Cukup jauh aku berjalan karena hamparan batu karang harus aku lalui lebih dulu. Perlahan jantungku mulai berdegup kencang. Langkahku juga semakin goyah. Keringat dingin mengucur di dahiku. Rasa kecut dan takut menyergap tubuhku seketika. Sudah kepalang tanggung dan aku tidak boleh mundur.

Rasa takut mulai menjadi dan adrenalinku langsung terpompa saat langkahku tiba di titik awal berselancar. Bagaimana tidak, aku seolah tidak melihat dasar lautan. Titik awal itu adalah tempat para peselancar memulai aksinya. Bukan untuk berdiri di atas gelombang, tapi berenang menuju area dengan ombak yang besar. Sejenak terpikir untuk mundur dan kembali ke penginapan. Tapi rasa gengsi dan penasaran jauh melebihi rasa ketakutanku. Segera saja kurebahkan badanku di atas papan selancar dan sejurus kemudian aku mulai mengayuh lenganku menuju tempat berkumpulnya para peselancar. Baru beberapa kayuhan aku sudah harus berhadapan dengan ombak yang tingginya sekitar lima meter. Aku pun tak kuasa menahan gempuran ombak yang menghantam. Aku langsung tenggelam. Air laut yang asin cukup banyak tertelan. Beruntung kakiku terikat dengan papan selancar. Kali ini aku benar-benar panik. Belum apa-apa aku sudah berhadapan dengan maut. Segera saja ku raih tali pengikat dan mencoba menggapai papan selancarku. Aku berhasil berpegangan pada papan seluncurku, namun untuk kembali lagi merebahkan badan di atas papan seluncur bukanlah perkara mudah. Ombak yang bertubi-tubi menghantamku menjadikan perjuangan ini begitu melelahkan. Tidak berapa lama akhirnya aku bisa juga berbaring di papan seluncur. Aku mencoba mengayuh lagi tanganku menuju tempat berkumpulnya para peselancar menanti ombak. Baru beberapa meter saja lagi-lagi ombak besar datang bergulung-gulung menuju arahku. Aku kembali dihempas ombak dan tenggelam. Aku tak menyerah, aku mencoba melakukannya berulang kali. Tapi akhirnya aku sudah tak punya tenaga. Jangankan berselancar, berenang pun aku sudah tidak mampu. Tekadku yang tadinya berselancar layaknya pemain profesional berubah. Yang aku inginkan hanya agar hidupku selamat saja. Sekuat tenaga aku berbaring dan berpegangan kuat pada papan seluncurku agar aku tak mudah dihempas ombak dan tenggelam. Akhirnya memang harus kupasrahkan diriku hanyut diterjang ombak hingga ke pinggir pantai.

image  = http://www.seabreeze.com.au/img/photos/surfing/2948515.jpg

Setelah berjuang melawan ombak dan ketakutan. Gugusan batu karang di pinggir pantai mulai menyambutku. Tanpa alas kaki aku melangkah di atas batu-batu karang itu. Sakit dan perih rasanya saat kaki harus menginjak batu karang yang tajam. Ternyata perjuangan untuk sekedar kembali ke pemondokan belum selesai. Seratus meter lebih aku harus berjalan tanpa alas kaki menahan perih dan sakit karena luka di kaki akibat karang yang tajam. Itupun masih ditambah papan seluncur yang rasanya sudah tidak kuat lagi untuk kutenteng. Kupaksakan saja papan selancar itu kuangkat. Persis seperti atlet angkat besi yang sedang mengangkat beban.

Saat deritaku belum berakhir, dari kejauhan aku melihat Steve berlari tergopoh-gopoh menuju arahku. Mungkin ia bermaksud menolongku karena dari pemondokan ia terus mengamatiku. Ia hanya ingin memastikan bahwa aku baik-baik saja. Akhirnya baru ku sadari bahwa surfing bukan olahraga sembarangan. Pastikan kita sudah punya cukup banyak waktu berlatih. Olahraga ini bukan saja sulit – mungkin karena aku pemula. Tapi tantangan untuk memacu adrenalin ada di dalamnya. Mau mencoba? Berlatih membuatmu terampil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun