Mohon tunggu...
Heriyanto Hermansyah
Heriyanto Hermansyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Profil Heriyanto Hermansyah

Heriyanto,S.H.,M.H. Menyelesaikan pendidikan Pascasarjana (S2) Program Hukum Kenegaraan Fak.Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2011, Program Sarjana (S1)kekhususan Hubungan Negara dan Masyarakat Fak.Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2008. Peminatan pada Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Pemilu, Demokrasi, Konstitusi, dan Ilmu Hukum. Aktifitas sehari-hari : 1) Pengamat Hukum Tata Negara Lulusan Universitas Indonesia. 2) beberapa Undang-Undang yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi. 3) Penulis buku ketatanegaraan. 4) Peneliti Ketatanegaraan Saat ini bekerja sebagai Advokat pada Kantor Hukum Widjojanto, Sonhadji, and Associates

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menakar Esensialitas Kerugian Dalam Suatu Perkara

1 November 2016   15:12 Diperbarui: 1 November 2016   15:59 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 153 dan Pasal 154 sudah menyebutkan secara tegas yang dapat mengajukan sengketa tata usaha negara adalah pasangan calon yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kab/Kota sebagai Peserta Pemilihan. Hal ini juga diperkuat dengan ketentuan pasal 142 dan pasal 143 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang dapat mengajukan adalah peserta pemilihan. 

sengketa yang dapat diajukan oleh peserta pemiihan adalah :

  1. sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kab/Kota
  2. sengketa antar peserta pemilihan

Sangat jelas dan tegas bahwa yang dapat mengajukan sengketa pemilihan maupun sengketa tata usaha negara adalah Pasangan Calon yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kab/Kota

Peraturan Bawaslu No.8 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Sengketa, membuat terobosan hukum dengan memberikan legal standing bukan hanya kepada peserta pemilihan, melainkan pasangan calon yang mendaftarkan diri namun tidak ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kab/Kota. Hal tersebut juga diamini oleh Pendapat Mahkamah Agung melalui Pendapat Hukum Mahkamah Agung 115/K.TUN/2015. Kalau hanya dibatasi pada peserta pemilihan, pasangan calon yang tidak ditetapkan akan tertutup peluang mencari keadilan melalui jalur hukum.

Peserta Pemilihan menggugat Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota biasanya atas Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang menetapkan pasangan calon lain yang sebenarnya tidak memenuhi syarat. Di dalam Asas Hukum "nullus/nemo commedum copere potest de injuria sua propria", menuntut "Tidak boleh seorang pun diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan orang lain". Yang artinya terhadap tindakan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang menetapkan pasangan calon yang tidak memenuhi syarat maka pasangan calon lainnya yang ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak boleh membiarkan hal tersebut terjadi.

Contoh kasus yang pernah terjadi dalam Pilkada Kabupaten Mojokerto tahun 2015, Pada saat pendaftaran pasangan calon tanggal 26-29 Juli 2015, Pasangan Calon Mustafa Kamal Pasha tidak pernah memasukkan PPP sebagai daftar partai politik pengusung. Partai Persatuan Pembangunan hanya mengajukan pasangan calon Choirun Nisa pada saat pendaftaran pasangan calon pemilhan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mojokerto tanggal 26-29 Juli 2015. Pada saat proses verifikasi, Ketua Umum PPP Djan Faridz menyatakan tidak pernah memberikan dukungan kepada pasangan calon Choirun Nisa. 

KPU Kabupaten Mojokerto menetapkan Pasangan Calon Mustafa Kamal Pasha dan Pasangan Calon Choirun Nisa sebagai Pasangan calon Peserta Pemilihan. Pasangan Calon Mustafa Kamal Pasha mengajukan sengketa ke Panwas Kabupaten Mojokerto, dan Panwas Kabupaten Mojokerto menolak permohonan yang diajukan dikarenakan Pasangan Calon Mustafa Kamal Pasha tidak memiliki kerugian langsung atas penetapan pasangan calon Choiru Nisa karena tidak pernah mendaftarkan PPP sebagai Partai Politik Pengusung. Gugatan pun bergulir ke PT TUN dan Mahkamah Agung, yang pada akhirnya Mahkamah Agung pada akhirnya mengabulkan gugatan Pasangan Calon Mustafa Kamal Pasha.  

Asas Hukum "nullus/nemo commedum copere potest de injuria sua propria" sering digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota ketika di dalamnya terjadi kejahatan yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Pemohon walaupun tidak dirugikan langsung atas kejahatan TSM pasangan calon lainnya, namun ketika kejahatan TSM merusak sendi-sendi demokrasi maka pemohon dapat menggugat hal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.  Ketika kejahatan TSM sudah tidak ada satupun pranata penegak hukum mampu mengatasi hal tersebut, Mahkamah Konstitusi bisa bergerak ke arah keadilan substansial atas dasar kejahatan tersebut tidak boleh dibiarkan. 

Pemilu merupakan sebuah kompetisi antara pasangan calon yang satu dengan pasangan calon lainnya. Ketika dalam berkompetensi tersebut. ada kecurangan yang dilakukan penyelenggara kompetisi untuk menguntungkan pasangan calon lainnya, maka pasangan calon atas nama keadilan dapat menggugat pasangan calon yang diuntungkan atas kecurangan tersebut. Pasangan Calon yang mendapatkan perlakukan tidak setara dan diskriminatif maka pasangan calon tersebut memiliki hak menggugat pasangan calon lainnya. Misalkan saja syarat menjadi Pasangan Calon adalah berpendidikan minimal SLTA/Sederajat. 

Ketika ada tindakan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang menetapkan pasangan calon tidak berpendidikan minimal SLTA/Sederajat, maka Pasangan Calon yang memenuhi syarat dapat menggugat Pasangan Calon lain yang ditetapkan namun sebenarnya tidak memenuhi syarat. Hal ini sejalan dengan asas hukum "Setiap orang dapat menggugat orang lain tanpa memperdulikan apakah orang yang bersangkutan menderita kerugian langsung maupun tidak langsung (Asas Actio Popularis)".

Salah satu pendapat Prof.Jimly Ashidiqie yang pernah disampaikan ketika zaman kuliah menyatakan : "Salah satu alasan Legal standing dibuat semata-mata sebagai rekayasa supaya membuat lembaga peradilan tidak banyak tumpukan perkara". Legal standing tidak penting sekali dalam suatu perkara selain alasan membatasi jumlah Perkara, melainkan keadilan substantif lebih penting. Lembaga peradilan yang akan memberikan legal standing kepada penggugat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun