Mohon tunggu...
Heriyanto Hermansyah
Heriyanto Hermansyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Profil Heriyanto Hermansyah

Heriyanto,S.H.,M.H. Menyelesaikan pendidikan Pascasarjana (S2) Program Hukum Kenegaraan Fak.Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2011, Program Sarjana (S1)kekhususan Hubungan Negara dan Masyarakat Fak.Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2008. Peminatan pada Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Pemilu, Demokrasi, Konstitusi, dan Ilmu Hukum. Aktifitas sehari-hari : 1) Pengamat Hukum Tata Negara Lulusan Universitas Indonesia. 2) beberapa Undang-Undang yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi. 3) Penulis buku ketatanegaraan. 4) Peneliti Ketatanegaraan Saat ini bekerja sebagai Advokat pada Kantor Hukum Widjojanto, Sonhadji, and Associates

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengujian Perpu No.1 Thn 2014 Pasca Persetujuan DPR

19 Januari 2015   17:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:49 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DPR berencana menerima Perpu 1/2014 melalui rapat Paripurna yang akan digelar pada hari selasa tanggal 20 Januari 2015. Bisa jadi rencana DPR semula yang ingin menyetujui Perpu tanggal 18 Februari 2015, tiba-tiba menjadi tanggal 20 Januari 2015 karena takut didahului Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pengujian Perpu No.1 Thn 2014.

Penulis merupakan salah satu penguji Perpu No.1 Thn 2014 dengan Perkara No.119/PUU-XII/2014. Tentu saja penulis berkepentingan untuk menulis tulisan ini sebagai pencerahan dan pembanding terhadap pendapat di kemudian hari bahwa Obyek Pengujian Perpu menjadi Hilang.

Persidangan pengujian Perpu 1/2014 sudah selesai semuanya dan saat ini tinggal menunggu Putusan Mahkamah Konstitusi. Bisa dipastikan Mahkamah Konstitusi akan memutus setelah DPR menyetujui Perpu karena sampai saat ini belum ada jadwal terbaru mengenai pembacaan Putusan.

Pernah ada preseden ketatanegaraan yang tidak sepenuhnya mirip/sama dengan kondisi pengujian Perpu 1/2014 yakni dalam pengujian Perpu 1/2013 (Perpu penyelamatan MK) yang menjadi UU 4/2014. Namun perbedaannya dalam Pengujian Perpu 1/2013 belum selesai bahkan belum pembuktian, hanya sampai sidang kedua pemeriksaan pendahuluan langsung berhenti karena DPR menyetujui Perpu 1/2013 menjadi UU, yang kemudian diundangkan menjadi UU 4/2014.

Tentu dengan kronologis persidangan Perpu 1/2013 di atas, sangat berbeda kondisinya dengan pengujian Perpu 1/2014 yang sudah selesai semua dan tinggal menunggu Putusan. Kesimpulan akhir para pihak sudah diserahkan pada tanggal 15 Januari 2015.

DPR sebagai salah satu unsur pembentuk Undang-Undang harus secara cermat memperhatikan dinamika ketatanegaraan yang terjadi termasuk sengketa Pengujian Perpu No.1 Thn 2014 di Mahkamah Konstitusi. Jangan sampai karena untuk memenuhi hasrat Politik dan perjanjian Politik antara KMP dengan SBY maka mengabaikan konstitusionalitas Perpu itu sendiri.

Sengketa Pengujian Perpu No.1 Thn 2014 di Mahkamah Konstitusi ada lebih dulu atau mendahului proses pembahasan Perpu 1/2014 di DPR. Dan di dalam sidang pengujian Perpu 1/2014 di Mahkamah Konstitusi sudah sangat jelas bahwa Perpu No.1/2014 Inkonstitusional baik Prosedur maupun Materil. Hal tersebut diperkuat oleh para ahli yang terdiri dari Dr.Suparji Ahmad, Dr.Irman Putrasidin, dan Dr.M.Andi Asrun.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.1-2/PUU-XII/2014, MK telah menyatakan DPR dalam menerima Perpu bukan hanya menyandarkan pada pertimbangan politik semata melainkan juga harus mempertimbangkan konstitusionalitasnya. Konstitusionalitas Perpu sudah dinyatakan di dalam Putusan Mahkamah Nomor 138/PUU-VII/2009, tanggal 8 Februari 2010, menetapkan tiga syarat adanya kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yaitu:

1. adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;

3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun