Mohon tunggu...
Heriyanto Hermansyah
Heriyanto Hermansyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Profil Heriyanto Hermansyah

Heriyanto,S.H.,M.H. Menyelesaikan pendidikan Pascasarjana (S2) Program Hukum Kenegaraan Fak.Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2011, Program Sarjana (S1)kekhususan Hubungan Negara dan Masyarakat Fak.Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2008. Peminatan pada Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Pemilu, Demokrasi, Konstitusi, dan Ilmu Hukum. Aktifitas sehari-hari : 1) Pengamat Hukum Tata Negara Lulusan Universitas Indonesia. 2) beberapa Undang-Undang yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi. 3) Penulis buku ketatanegaraan. 4) Peneliti Ketatanegaraan Saat ini bekerja sebagai Advokat pada Kantor Hukum Widjojanto, Sonhadji, and Associates

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Analisis Hukum:Benarkah Terjadi Kriminalisasi BW?

26 Januari 2015   19:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:20 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita telaah sedikit Kasus Pemilukada Kotawaringin Barat supaya melihat apakah telah terjadi kriminalisasi atau tidak.

Pelaporan yang dilakukan pelapor Sugianto Sabran bukan yang pertama. Di tahun 2011 setidaknya yang bersangkutan pernah melapor dan dicabut. Kok sekarang dilaporkan lagi, kalau saya jadi Polisi yang pertama saya lakukan adalah menanyakan keseriusan Pelapor. Atau jangan-jangan Pelapor hanya mau mengambil momentum saat ini saja. Atau memang pelapor disuruh melapor. Jangan sampai polisi dimainkan oleh Pelapor.

Dalam Putusan Pengadilan yang menghukum Ratna Mutiara jelas tidak tergambar Peran BW mengarahkan Saksi. Yang terjadi justru Ratna Mutiara selip lidah (slip tounge) ketika menjelaskan posisinya. Maksud Ratna Mutiara sangat baik bersaksi di MK untuk menjelaskan bahwa benar terjadi Politik Uang, namun Ratna Mutiara menjelaskan Peristiwa yang tidak dialami langsung namun dikatakan mengalami langsung. Bisa jadi Ratna Mutiara melihat dan mendengar Peristiwa lainnya berupa peristiwa politik uang yang bukan seperti dikatakan di MK namun masih dalam ruang lingkup Pemilukada Kotawaringin Barat.  Atau bisa jadi Ratna Mutiara tidak memahami secara benar peristiwa yang ditanyakan kepada dirinya. Hal ini bisa terjadi dikarenakan saksi Gugup menghadapi hakim MK dan suasana di MK bisa membuat orang gugup dan lupa apa yang mau dikatakan. Bersaksi di pengadilan atau MK bagi orang yang tidak biasa beracara bisa membuat gugup.

Saya pernah memonitor pemeriksaan saksi dalam perkara PHPU di MK , sebut saja Pemilukada salah satu Kota di Indonesia. Dalam sidang tersebut saksi diberikan beras oleh salah satu Pasangan Calon. Saksi mengatakan beras tersebut adalah Beras Raskin yang biasa dibagikan bulan Mei dan November namun sudah dibagikan bulan Januari menjelang pencoblosan. Hakim MK pada saat itu meluruskan saksi dengan menanyakan apakah anda yakin itu beras Raskin, dengan pertanyaan hakim itupun saksi bingung. Hakim pun meluruskan dan menjelaskan bahwa Beras Raskin tidak dibagikan di tahun tersebut karena terakhir dibagikan bulan November dan Desember Tahun Yang Lalu. Saksi pun hanya terdiam dan mengatakan karena tiap tahun saksi hanya mendapat beras Raskin dan tiba-tiba ada yang membagikan bulan Januari sehingga Saksi mengatakan itu Beras Raskin. Tentu saja kalau mau dikriminalisasi, saksi yang selip lidah atau tidak memahami betul apa yang ditanyakakan maka bisa dituntut memberikan keterangan Palsu.

Tanyakan saja kepada setiap Warga yang tinggal di Kotawaringin Barat, Siapakah Sugianto Sabran? Adakah warga yang berani melawan Sugianto Sabran? jawabnya pasti tidak. Karena Sugianto Sabran ditakuti oleh Warga di Kotawaringin Barat (kenapa ditakuti silahkan search di google pasti anda akan menemukan hal-hal yang mencengangkan dan hal yang tidak baik).

Saya sudah dapat menduga ketika Sugianto Sabran mengatakan Keterangan Saksi dihadapan Notaris yang menjadi dasar pelaporan ketika diwawancarai kompas Tv, langsung saja saya teringat permainan keterangan saksi dalam dunia hukum.

Seorang saksi dibawa ke hadapan notaris untuk membuat keterangan tertulis tertentu. Ada juga keterangan tersebut sudah direkayasa sedemikian rupa supaya untuk kepentingan tertentu. Rekayasa keterangan di akta notaris itupun biasanya disertai dengan ancaman dan paksaan dalam pemberian keterangan. Perlu disadari bahwa tidak bisa dianggap keterangan saksi apabila berdasar pada akta notaris. Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan dihadapan hakim di Pengadilan.

3 Alat Bukti menurut Polisi

Polisi dalam keterangan Persnya ketika ditanyai Wartawan mengatakan telah ada 3 alat bukti berupa Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, dan Petunjuk. Dan apabila ditelaah, keterangan Polisi tersebut bisa disambungkan dengan keterangan Suugianto Sabran sebagai Pelapor di Kompas Tv. Benarkah telah ada 3 alat bukti?

1) Keterangan Saksi dihadapan Notaris menurut Sugianto Sabran.

Apabila yang dimaksud Polisi alat bukti Keterangan Saksi dihadapan Notaris dianggap  dan dikualifikasi oleh Polisi sebagai keterangan saksi dan Petunjuk maka Polisi telah keliru. Namanya keterangan saksi adanya di Pengadilan, coba baca Pasal 184 KUHAP bahwa keterangan saksi adalah keterangan saksi di Pengadilan. Sehingga keterangan saksi dihadapan Notaris hanya dapat dikualifikasikan sebagai bukti Petunjuk dan nilainya 1 alat bukti bukan 2 alat bukti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun