Mohon tunggu...
Heriyanto Rantelino
Heriyanto Rantelino Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pemuda Papua Yang Menikmati Petualangan sebagai ASN Sekretariat Daerah Di Belitung Timur

ASN Belitung Timur, Traveler, Scholarship Hunter. Kontak 0852-4244-1580

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sepucuk Surat Sayang dari Perantau Muda Papua bagi Mahasiswa Kritis di Penjuru Nusantara

24 April 2018   19:58 Diperbarui: 15 Oktober 2018   16:15 3670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Anak-Anak Asmat. Dok:Lamanberita.co

Saya tak bermaksud bela perusahaan tambang emas terbesar ini, apalagi mau berharap imbalan. Saya hanya ingin mengajak para mahasiswa untuk menganalisis dengan bijak. Namanya korporate, pasti keberadaannya pro dan kontra dan ada plus minusnya. Tapi kalau kalian bilang PTFI itu sangat jahat, itu tidak sepenuhnya benar. Tak dipungkiri hasil limbahnya memang merusak lingkungan, tapi mereka mempertanggungjawabkan kok dalam bentuk CSR dengan menggelontorkan dana cukup besar.   

Tak hanya itu, mereka membiayai fasilitas kesehatan secara gratis bagi masyarakat  Papua, gelontoran dana beasiswa bagi pelajar, memberi bantuan pembiayaan modal usaha, bermitra dengan pemerintah daerah melakukan  pembangunan instrastruktur dan pemukiman di berbagai wilayah seperti yang terlihat di daerah Otakwa. Belum lagi  mereka menerapkan standar keselamatan berstandar internasional yang sangat ketat bagi karyawannya.  Kalau soal divestasi saham itu, saya belum berani bicara hal itu karena masih simpang siur bagaimana bentuk implementasinya ke depan . 

Kalau soal pembagian saham yang adil bagi Indonesia,  saya sepakat dengan aksi mahasiswa untuk menuntut kejelasannya sehingga jelas bagaimana komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah dan perusahaan asing milik Amerika tersebut dalam memajukan Papua.

Mengurai Masalah Papua Secara Bijak

Dok:Indoaviaton.co.id
Dok:Indoaviaton.co.id
Salah satu permasalahan yang cukup banyak saya temui di Papua adalah konflik tanah. Bagi sebagian suku di Papua. Tanah ibarat Ibu karena dianggap memberikan makan kepada manusia. Mereka memiliki hubungan emosional yang dalam. Baginya, tanah tak bisa dijual, tanah hanya bisa diwariskan. Bisa dimanfaatkan oleh orang lain tapi harus seizin dengan pemiliknya. Jika sudah selesai, maka mesti dikembalikan kepada pemiliknya.

Ibarat dalam film animasi Dragon Ball, kita mesti mengumpulkan ketujuh bola Dragon Ball untuk menyelesaikan satu permasalahan. Begitu juga dalam menyelesaikan suatu permasalahan Papua, setidaknya ada tujuh elemen sosok yang diperlukan untuk mengurai jalan keluar. Ada perwakilan dari pemerintah setempat, tokoh adat, tokoh masyarakat (perwakilan pemuda dan wanita), kepala kampung, kepala suku, aparat keamanan, dan tokoh agama. Sinergi ketujuh elemen inilah yang mampu mengurai permasalahan yang melanda negeri di Bumi Cendrawasih ini.

Menyelesaikan permasalahan Papua bukan hanya dengan menggelontorkan dana sebanyak-banyaknya untuk pembangunan. Tak kalah penting adalah sumbangsih ilmu pengetahuan dan pengalaman yang bisa dibagikan kepada generasi mudanya. Dengan begitu,  pola pikir mereka selangkah demi selangkah maju dan kelak bisa menjadi putra daerah yang membebaskan daerahnya dari jurang ketertinggalan dan keterpurukan. 

Semua gudang masalah ini hanya bisa diselesaikan dengan kepala dingin, musyawarah dengan banyak pihak, melibatkan tatanan hukum, kearifan lokal, pertimbangan budaya dan lain sebagainya.

Penutup

Dok:Merdeka.Com
Dok:Merdeka.Com
Permasalahan Papua itu kompleks dan sensitif, Kawan. Hanya orang-orang tangguh, tulus, dan berintegritas yang diperlukan hadir di tengah-tengah masyarakat Papua. Pola pikir kritis tak cukup untuk membawa mengurai masalah di Bumi Cendrawasih ini. Meski niatnya baik, belum tentu disambut baik oleh orang Papua. Hal ini karena biasanya terbentur pada kearifan lokal mereka.  

Misalnya gini, sekalipun diberikan rumah yang bagus berupa perumahan tapi mereka tak bisa berkumpul dengan keluarga, tak bisa bercocok tanam atau melaut, yah mereka gak bakalan betah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun