Lain lubuk lain ikannya. Lain daerah lain pula bentuk aktifitas pemudanya.  Itulah peribahasa yang bisa menggambarkan perbedaan kehidupan anak-anak muda di Makassar, tempat saya menimba ilmu dahulu dengan di  Papua yang kini menjadi tempat saya mengabdi. Jika di Makassar,  kegiatan anak mudanya lebih didominasi kegiatan modern, maka di Papua sendiri, boleh dikata  semi modern.
Ketika baru menginjakkan kaki di Papua, saya awalnya kaget  melihat anak-anak muda di sekitar tempat tinggalku yang dominan memiliki tato di sekujur tubuhnya. Bahkan pria yang cenderung kalem, pas buka baju, wah, dia punya tato juga ternyata. Jika di luar sana, tato dipandang sebagai tanda premanisme, di sini lebih dipandang sebagai seni. Tatonya  didominasi dengan gambar naga, dewa,  graffiti , salib dan bahkan ada gambar Tuhan Yesus sebagai bentuk cintanya pada sang Pencipta.  Sekalipun mereka memiliki tatto tapi mereka tak melakukan hal-hal yang  mengganggu ketertiban dan keamanan di dalam masyarakat.
Ada juga sekumpulan anak-anak muda yang membentuk kelompok dance baik itu tradisional, konvensional dan ada gabungan keduanya.  Yang saya salut dari mereka adalah olah gerak koreografi lebih banyak dilakukan  secara otodidak, melihat beberapa gerakan dance via youtube lalu mereka modifikasi sehingga menghasilkan koreografi yang ciamik. Tak heran jika di sekolah-sekolah, selain pemain basket dan anggota OSIS,  pemain dance pun menjadi primadona.
Terkadang ditemukan suara-suara sumbang dari beberapa masyarakat bahwa dance adalah kegiatan yang tak berguna, buang-buang waktu, dan tak menghasilkan Jika ditelusuri lebih jauh, menjadi dancer itu tak muda. Menguras banyak waktu, tenaga, Â bahkan materi. Butuh waktu berbulan-bulan untuk latihan, stamina yang kuat, properti kegiatan yang harga pembuatannya tidaklah murah. Totalitas mereka saya acungi jempol lah. Â
Ada pula kumpulan anak-anak muda yang tergabung di komunitas Rap.Seperti halnya Dance, mereka juga belajar secara otodidak.  Penampilan mereka pun boleh dikata tak kalah dengan tampilan  penyanyi Rap di kota-kota besar. Walaupun kadang kurang di bagian lafal dan pengucapan sehingga saya kurang menangkap apa yang mereka katakan, tapi hal tersebut tak menjadi halangan untuk  menunjukkan talenta mereka bahwa mereka tak kalah dengan kelompok Rap di luar sana.
Jika orang memandang aktifitas mereka sebagai bentuk pergaulan bebas, namun saya memandangnya bahwa kegiatan itu sebagai wadah untuk aktualisasi diri  di usia yang masih muda sekaligus pula untuk  menambah jaringan pertemanannya.  Saya salut pada mereka yang bisa bertahan di tengah pandangan negatif dari beberapa orang, independen mencari dana dan  orientasinya cenderung  ke  totalitas performa ketimbang materi
 Jika disikapi secara bijak, lebih baik mereka beraktifitas seperti itu ketimbang nantinya lari ke bentuk pergaulan tak bertanggung jawab seperti narkoba, lem aibon,  atau campuran minuman yang memabukkan seperti Beleg dan Sopie. Tetap Produktiflah Anak-Anak Muda Papua. Tunjukkanlah kreatifitasmu.
Penulis:
Heriyanto Rantelino, Staf Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika, Papua
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino
Instagram: Ryanlino7
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H