[caption id="attachment_334627" align="aligncenter" width="614" caption="Warna-Warni Kisah Pertemanan Beda Agama (dokumentasi Pribadi)"][/caption]
Kisah pertemanan beda agama ini diangkat dari pengalaman nyata saya dimana saya merasakan begitu indahnya makna solidaritas dengan teman-teman yang berbeda keyakinan denganku. Menurut saya pribadi, pertemanan sejati adalah pertemanan yang tak memandang adanya perbedaan. Perbedaan suku, ras, umur, bahkan agama bukanlah halanganku dalam membina suatu hubungan dengan sesama.
Indahnya pertemanan yang didasari atas rasa solidaritas akan saya awali saat masa di Sekolah Menengah Pertama dulu. Teman-teman sekelasku terdiri dari siswa-siswi yang memiliki latar belakang yang berbeda baik itu asal daerah dan agama.Perbedaan ini tak lantas menimbulkan jurang pemisah dalam berkomunikasi tetapi justru menjadi warna tersendiri dalam menjalin pertemanan
Sikap toleransi antarumat beragamapun tak lepas dari kami. Jika hari raya Idul Fitri tiba, kami yang beragama Kristen menyambangi rumah teman yang beragama Muslim. Begitu pula saat Natal tiba, kawan-kawan yang beragama Muslim datang ke rumah sembari mengucapkan ucapan selamat.
Pernah suatu ketika salah seorang teman yang beragama Muslim dilanda musibah dimana salah seorang kerabatnya meninggal dunia, kami sekelas datang  menyambangi rumahnya. Kami menganggap bahwa jika seorang kawan berduka, maka itu merupakan duka kami sekelas.
Menginjak bangku SMA, rasa solidaritas pertemanan semakin menguat. Saat itu saya mendapat teman duduk yang beragama Muslim. Siti, nama panggilannya. Dia adalah sosok teman yang baik, periang dan suka membanyol. Belum lagi teman-temanku yang lain seperti Salmawati, Samuel, Sumardi, Vilya. Kami berenam pun menjadi sekelompok sahabat. Perbedaan agama diantara kami tak menghalangi untuk membina rasa persaudaraan. Adapun bentuk toleransi yang tercipta diantara kami seperti saat mengerjakan tugas sekolah dimana kami berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada Salmawati dan Ance untuk menjalankan ibadah sholatnya. Begitu pula saat hari Minggu tiba, Salmawati dan Ance memberikan kesempatan kepada kami untuk beribadah ke gereja sebelum melakukan tugas sekolah
Setelah menamatkan pendidikan di bangku SMA, kami pun berpisah sebab kami masing-masing sudah menentukan kemana melanjutkan cita-citanya. Ada yang memilih merantau dan ada pula yang masih menetap di Tana Toraja. Saat itu saya memutuskan merantau dari Toraja menuju Makassar untuk menimba ilmu pengetahuan di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Daeng.Perpisahan ini bukan berarti hubungan pertemanan kami kandas. Kami masih sering kontak-kontakan satu sama lain baik itu melalui telepon, sms ataupun saling menyapa menggunakan jejaring sosial.
Pertemanan dengan teman-teman yang berbeda agama pun berlanjut di bangku perguruan tinggi negeri. Berawal ketika salah seorang temanku yang beragama Muslim menawarkan untuk mengikuti suatu seminar yang bertema pengenalan bank yang berbasis syariah. Sempat terbesit dalam pemikiranku bahwa syariah adalah sesuatu yang identik dengan agama Muslim. Temanku mengatakan bahwa acara ini dibuka untuk umum dan alhasil saya ikut kegiatan ini. Dengan percaya diri, saya memasuki ruangan tersebut. Nuansa berbedapun saya temui di dalam ruangan dimana tampak orang-orang punya penampilan yang berbeda. Kebanyakan dari mereka menggunakan pakaian keagamaan keagamaan seperti baju gamis dan baju koko. Sempat rasa minder menghantuiku dan hendak keluar ruangan karena takut diusir. Namun berkat adanya temanku yang memberi pencerahan yang akhirnya membuat saya duduk dan menyimak segala hal mengenai perbankan Syariah dari para pembicara yang notabene adalah para pakar dalam dunia keislaman.
Dari kegiatan ini, saya mengetahui banyak mengenai perbankan Syariah termasuk perbedaan yang cukup jauh antar prinsip yang dilakukan antara perbankan Syariah dengan perbankan konvensional. Walaupun bank syariah didasarkan terhadap nilai-nilai Keislaman namun dalam hal pendaftaran nasabahnya bisa dilakukan khalayak umum tanpa memandang perbedan agama. Akhirnya saya membuka rekening di salah satu Bank Syariah milik pemerintah. Sontak hal ini membuat temanku terkejut melihat keseriusanku membuat ATM Bank Syariah.
Bentuk kesolidaritasan lain terjadi yaitu ketika bergabung dengan salah satu forum kepenulisan terbesar di Indonesia. Sempat terpikir olehku, apakah bisa diterima di dalam organisasi ini. Saya memberanikan menghubungi panitianya dan mereka menjelaskan bahwa walaupun organisasi ini memang berlandaskan pada Keislaman namun untuk pendaftaran anggotanya terbuka untuk umum. Saya pun mendaftarkan diri dan mengikuti segala proses perekrutannya hingga pada tahap akhir yaitu Training of Writing Recruitment (TOWR)
TOWR tersebut dilaksanakan selama tiga hari mulai tanggal 23-25 desember. Timbul lagi keraguan mengingat kegiatan ini bertepatan dengan hari Natal. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti kegiatan ini dengan asumsi kegiatan ini selesai tanggal 25 Desember sore dan saya bisa ibadah pada malam harinya. Dari 100 lebih peserta, hanya ada dua orang yang beragama Kristen. Dari kegiatan ini, saya merasakan begitu luar biasanya bentuk toleransi. Adanya sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Saya bisa berkenalan dengan penulis muda Muslim yang hebat, kreatif dan inspiratif.Mereka tak segan-segan membagikan ilmunya pada saya.
Tak terasa sudah tiga hari kami melakukan kegiatan dan pada hari yang terakhir tersebut bertepatan dengan hari Natal. Tak disangka beberapa dari teman-teman memberi ucapan selamat kepadaku. Begitu beruntungnya mendapat teman-teman yang bisa menghargai makna pertemanan tanpa mengenal dikriminasi
Kejadian berlanjut saat hendak menuju ke rumah masing-masing dengan menggunakan bus yang sudah disiapkan panitia. Waktu sudah mendekati pukul 16.00 Wita , namun baru nampak satu bus yang akan mengantarkan kami pulang padahal rencananya ada sekitar empat bus yang akan digunakan bersama sama. Timbul kekhawatiran, apakah masih sempat mengikuti ibadah Natal terakhir pada pukul 19.00. Apalagi butuh perjalanan sekitar dua jam agar sampai ke rumah. Tiba-tiba salah satu panitia mengatakan bahwa bus yang satu ini akan berangkat lebih dahulu dan panitia tersebut memberikan satu jatah kursi kepada saya.Akhirnya saya tiba di rumah dengan selamat dan bisa melaksanakan ibadah Natal tepat pada waktunya.
Tanggal 25 Desember2012 adalah hari dimana saya bisa merasakan suasana Natal yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Berbagai pelajaran dan kenangan indah yang tak bisa saya lupakan di hari tersebut. Begituindahnya pertemanan tanpa memandang adanya perbedaan. Nampak tercipta rasa toleransi dan solidaritas yang tinggi. Pertemanan ini ibarat pelangi, andaikan hanya satu warna yang muncul, itu takkan indah, namun jika berbagai warna bersatu maka akan terukirlah suatu pemandangan yang begitu indah menghiasi alam semesta ini.Intinya, perbedaan agama bukanlah jurang pemisah dalam dunia pertemanan tetapi merupakan  bagian dari warna warni dalam kehidupan kita.
[caption id="attachment_334920" align="aligncenter" width="538" caption="Bersama kawan-kawan kampus ikut menghadiri resepsi pernikahan bernuansa Islami "]
Salam toleransi dari mahasiswa Universitas Hasanuddin asal Rantepao, Tana Toraja, Heriyanto Rantelino
Facebook:Â Heriyanto Rantelino
Twitter:Â @Ryan_Nebula
No Kontak :085242441580
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H