Mohon tunggu...
heri winarko
heri winarko Mohon Tunggu... PNS -

Profil adalah keadaan atau potensi dan gambaran yang ada dalam diri seseorang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbohong dengan Kartu Lebaran

20 Juni 2018   12:30 Diperbarui: 20 Juni 2018   12:33 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa tidak sih, saya yang bukan siapa-siapa, hanya orang biasa yang tidak punya kelebihan apa-apa, ditampilkan "mengkilap" di kartu ucapan selamat lebaran? "Bisa, Bro," jawab kawan lama saya, "Nanti malam kubikinkan."

Hari itu tanggal 12 Juni 2018 pukul 01.26 draft pertama dikirim lewat WA. Sudah sangat bagus sebenarnya, dan setelah proses koreksi beberapa kali (termasuk diskusi ornamen, apakah mau pakai gambar ketupat atau gambar petasan), eng-ing-eng, jadilah kartu lebaran itu pada pukul 01.42.

Di latar belakang tertulis #1439H KEMBALI FITRI dengan ornamen ketupat, lalu di depannya saya (iya, sayaaa), tersenyum simpul penuh percaya diri. Tangan kanan di pundak anak pertama, tangan kiri di pundak anak kedua, dan lengan kiri menempel di pundak istri tercinta. Wow, sangat "mengkilap" ini mah...

Besoknya, saya posting di grup WhattsApps dan Facebook. Abrakadabra....

Halaman FB saya yang tidak pernah ditengokin orang, tiba-tiba ramai dikasih jempol dan komentar. Sebagian besar bilang bahwa kartu lebaran itu sungguh keren. Sebagian lagi bilang itu potret keluarga bahagia, sudah mirip foto kampanye kandidat pilkada, potret pemimpin masa depan, sudah mirip pejabat eselon 3 (hadeuhhh...). Bahkan ada yang meminta izin memajangnya untuk iklan kopi.

Tentu saja, saya menolak jadi bintang iklan kopi. Cukuplah jadi pembeli kopi saja (untuk dibagi ke teman-teman yang suka kopi). Apalagi, kok kayaknya ada yang "salah" ya dengan kartu lebaran itu. Itu bukan wajah asli saya, itu wajah saya yang diedit, dibagusin pake aplikasi-entah-apa yang dipakai kawan saya...

Enggak apa-apa Mas, semua orang melakukannya. Apalagi di tahun politik seperti sekarang.

Betul juga sih, sepanjang jalan mudik kemarin bertebaran baliho dan spanduk ucapan selamat lebaran dari beberapa orang politisi. Semuanya tampil "mengkilap", dan pasti mereka menggunakan jasa desainer grafis untuk membuat penampilannya lebih baik dari aslinya. Semua orang sepertinya paham, baliho politisi bukanlah refleksi, melainkan representasi dari si politisi. Ia ditampilkan sesuai citra yang hendak dibangunnya.

 "But it's a pipe."//"No, it's not. It's a drawing of a pipe. Get it? All representations of a thing are inherently abstract. It's very clever." (John Green, The Fault in Our Stars)

Saya enggak bakat jadi politisi lah kalo begitu. Cukup jadi sarjana ilmu politik yang gemar membaca buku politik saja. Hahaha...

Mari kembali ke laptop...

Kemarin, tak sengaja membaca status FB tentang potret keluarga, yang intinya mengajak kita tidak percaya pada potret keluarga yang ditampilkan di media sosial karena ia hanya menampilkan 60 dari 86.400 detik yang dimiliki keluarga itu dalam sehari. Banyak sekali yang berkomentar dan menyatakan kesetujuannya, bahkan membagikan status itu.

Saya pun setuju. Semua orang saya kira setuju.

Yang menarik, dari beberapa komentar, saya jadi tahu bahwa efek kartu lebaran yang "mengkilap" ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Sedih, kesal, marah, dan terutama iri. Lah kok harus iri segala? Potret di kartu lebaran kan hanya dibuat sesaat saja, buat menampilkan yang terbaik. Setelah berfoto ya sudah, baju bagus dilepas, diganti baju sehari-hari. Ini kan logika sederhana saja, masak sih kita membayangkan bahwa orang yang di kartu lebaran pakai baju bagus, setiap harinya juga selalu memakai baju sebagus yang di foto?  

Eh, jangan-jangan banyak yang berpikir seperti itu ya? Waduh... Saya jadi merasa semakin bersalah karena memuat kartu lebaran yang tidak merefleksikan keadaan saya sesungguhnya....

Tulisan ini saya buat sebagai klarifikasi bahwa kartu lebaran yang saya muat kemarin di FB, dan saya kirimkan via WA, sesungguhnya tidak menampilkan saya dan keluarga saya sehari-hari. Maafkan saya yang sudah berbohong dengan kartu lebaran itu.

Tetapi sekarang saya sudah menceritakan latar belakang pembuatannya (asbabun nuzul), sehingga semoga kartu lebaran itu dapat ditempatkan sekadar sebagai sebuah dokumen sejarah saja.

Sebagai bonus, bersama ini saya muat foto keluarga saya yang lebih "mendekati" kenyataan. Jangan kaget melihatnya ya...

Foto Pribadi
Foto Pribadi
Selamat berbahagia selamanya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun