Mohon tunggu...
Heri Suseno
Heri Suseno Mohon Tunggu... Mahasiswa - JURNALIS LANGKAT

Heri Suseno, Pecinta seni dan penulis yang terinspirasi oleh keindahan kaligrafi. Saya mengeksplorasi dunia tulisan dengan penekanan pada teknik, sejarah, dan evolusi seni kaligrafi dari berbagai budaya. Melalui artikel dan tulisan saya, saya berharap dapat berbagi pengetahuan dan passion saya tentang kaligrafi dengan komunitas Kompasiana. Bergabunglah dalam perjalanan menelusuri keindahan seni tulis ini bersama saya!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merdeka dalam Cermin Palsu

20 Agustus 2024   16:16 Diperbarui: 20 Agustus 2024   16:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka dalam Cermin Palsu

Di tengah gemerlap Neotropolis, Lia, seorang desainer grafis berusia 28 tahun, hidup dalam dunia yang tampak sempurna. Kota futuristik ini dikenal karena teknologi mutakhirnya dan kualitas hidup yang tinggi, seolah segala masalah dunia telah terpecahkan. Namun, di balik keindahan dan kemewahan itu, Lia merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, meskipun semua tampak berada di tempatnya.

Setiap hari, Lia menjalani rutinitas yang tampaknya ideal, pekerjaan yang sukses, teman-teman yang menyenangkan, dan hiburan yang tiada henti. Namun, belakangan ini, dia mulai merasakan kekosongan dan ketidaknyamanan yang semakin mendalam. Tiba-tiba, segalanya terasa sedikit tidak konsisten. Komputer di kantornya menampilkan notifikasi yang aneh, dan ia sering merasakan tatapan yang tidak terlihat jelas. Mimpi buruk dan perasaan paranoia menghantui malam-malamnya, meninggalkannya dengan kebingungan.

Satu hari, saat berjalan melewati pasar loak yang tersembunyi di sudut kota, Lia menemukan sebuah toko barang antik yang tidak biasa. "Cermin Ilusi" adalah nama toko tersebut, dan pemiliknya, seorang pria tua dengan tatapan tajam, memperkenalkan sebuah cermin antik yang terpajang di sudut ruangan. Cermin itu berbentuk indah dengan bingkai emas, namun ada sesuatu yang aneh tentangnya. "Cermin ini dapat menunjukkan kebenaran dalam diri," kata pemilik toko.

Dengan rasa penasaran yang mendalam, Lia membeli cermin tersebut dan membawanya pulang. Di depan cermin, Lia terpesona oleh bagaimana gambar di dalamnya tampak tidak hanya menampilkan penampilannya tetapi juga memperlihatkan emosi dan pikiran terdalamnya. Ketika ia melihat lebih dekat, cermin mulai menampilkan gambar yang mengerikan, wajah-wajah sedih, ketidakpuasan, dan kesedihan yang tersembunyi di balik senyum palsu.

Lia semakin khawatir saat ia mulai melihat gambaran tentang Neotropolis yang berbeda dari yang selama ini ia ketahui. Cermin itu menunjukkan bahwa kota dan kehidupan yang ia jalani adalah sebuah ilusi besar. Neotropolis adalah eksperimen sosial di mana teknologi digunakan untuk memanipulasi persepsi warga, menciptakan dunia yang tampaknya ideal namun sebenarnya penuh dengan manipulasi dan kebohongan.

Ketika Lia menyadari kebenaran yang menakutkan ini, ia merasa terjebak. Sistem pengawasan kota mulai mencurigainya. Setiap gerak-geriknya diawasi dengan ketat, dan tak lama kemudian, Lia menjadi target utama dari agen-agen yang ditugaskan untuk menutup mulutnya. Mereka berusaha menangkapnya dan menghapus ingatannya tentang kenyataan yang sebenarnya.

Dalam keputusasaan, Lia menggunakan keterampilan desain grafisnya untuk meretas pusat kontrol kota dan mengakses data yang bisa membongkar eksperimen kepada publik. Dalam aksi yang menegangkan, Lia berhasil menghubungkan dirinya ke jaringan pusat kontrol dan menyiarkan kebenaran ke seluruh kota. Namun, saat dia melakukannya, sistem kota melakukan "reset" besar menghapus semua ingatan tentang eksperimen dan mulai kembali dari awal.

Ketika Lia terjaga, dia mendapati dirinya berada di ruang yang asing, dengan cermin yang lebih canggih di depannya. Cermin itu memantulkan dunia baru yang berbeda dari sebelumnya, seolah-olah ia terjebak dalam siklus ilusi yang tak berujung. Lia kini harus menghadapi kenyataan yang lebih menakutkan dan kompleks dari yang dia kira. Mungkin, dia baru saja memasuki babak baru dalam eksperimen yang lebih besar, dan pertanyaannya adalah---apakah dia benar-benar merdeka, atau hanya terjebak dalam loop ilusi yang tak ada habisnya?

Who knows?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun