Ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat akibat kegagalan penegakan hukum dapat memicu ketidakpuasan yang meluas dan protes sosial. Kasus-kasus yang mencolok seperti penanganan yang tidak adil terhadap korban kejahatan, pembebasan tersangka yang jelas bersalah karena suap, atau kekerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bermoral tersebut dapat menjadi katalisator bagi gerakan sosial yang menuntut reformasi hukum.Â
Supremasi hukum adalah prinsip dasar yang menjamin bahwa semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum. Kegagalan dalam menegakkan keadilan meruntuhkan prinsip ini dan mengancam supremasi hukum di Indonesia. Ketika hukum tidak lagi dianggap sebagai alat untuk mencapai keadilan, tetapi sebagai sarana untuk mempertahankan kekuasaan atau melindungi kepentingan tertentu, masyarakat akan cenderung mencari keadilan di luar sistem hukum yang ada, yang dapat mengarah pada anarki dan ketidakstabilan sosial.
Terus gimana dong?
Reformasi institusional yang menyeluruh diperlukan untuk memperbaiki sistem peradilan pidana di Indonesia. Ini termasuk penguatan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, transparansi dalam proses penegakan hukum, serta penegakan sanksi terhadap aparat penegak hukum yang melanggar hukum dan etika.Â
Peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi aparat penegak hukum mengenai prinsip-prinsip HAM, etika profesi, dan keadilan prosedural adalah langkah penting untuk meningkatkan profesionalisme dan kapasitas mereka. Pelatihan ini harus berkelanjutan dan mencakup pengetahuan praktis serta teori hukum yang relevan.Â
Masyarakat juga harus diberikan ruang untuk berpartisipasi dalam pengawasan dan evaluasi penegakan hukum. Ini dapat dilakukan melalui pembentukan lembaga pengawas independen, penyediaan mekanisme pengaduan yang efektif, dan peningkatan keterlibatan masyarakat sipil dalam proses reformasi hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H