ilustrasi : catatanpenulisbayangan.blogspot.co.id  Â
Â
wahai kawan,
kala engkau bermimpi tentang negeri di awan
sungguh, telah kausia-siakan tanah di mana kau berpijak
negeri ini lebih dari mimpi-mimpimu
negeri ini nyaris seperti surga yang jatuh di katulistiwa
hanya,
sebagian dari kita tega dan menjadi raja ego kelas dunia
hanya,
sebagian kita rela melacurkan negeri ini demi nafsu diri semata
*
Â
wahai kawan,
apa yang tidak kita punya?
alam menyediakan segalanya
hamparan zamrud bertebaran dari sabang hingga merauke
ragam bebatuan, tambang, flora, fauna dan keindahan alam yang tiada tara
keramahan penduduknya jangan ditanya
cita rasa, keluhuran budaya dan keragaman bahasa
melengkapi anugerah yang terlimpah di sini
itulah kekayaan asli negeri iniÂ
yang kini mulai dilupakan para pemimpin yang silau rumput tetangga
dikhianati oleh anak-anak bangsa yang kehilangan cinta
disambut kegirangan kompeni zaman kiwari yang lebih cerdik dari Jepang atau Belanda
mereka tahu, kita mudah melupakan diri sendiri
mudah diprovokasi oleh perbedaan yang sesungguhnya adalah rahmat dan kekayaan
*
Â
wahai kawan,
sampai kapan kita tak menyadari
devide ad impera menyelinap diam-diam di kamar kita, di pikiran kita, di sekitar kita..
ia hadir dalam obsesi yang sering mengusik rasa dan hati kita yang mudah diletupkan
semoga, negeri ini tak menjadi negeriÂ
di mana sesama saudara saling menghabisi
lalu setelah semua hancur
sang penguasa dunia berpesta pora
dengan tertawa tanpa dosa
Â
***
Jakarta, 26 November 2015Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H