Mohon tunggu...
Heri Purnomo
Heri Purnomo Mohon Tunggu... Administrasi - nothing

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Ibu, Ibu, Lalu Ibu

23 Desember 2013   22:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:33 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nama   : Heri Purnomo
Nomor : 221

Ibumu...
Ibumu...
Lalu ibumu...
Sebuah kata  yang berulang hingga tiga kali itu senantiasa kuingat agar Ibu selalu  ada di hatiku. Agar anakmu ini tak kehilangan matahari yang selalu setia memberi sinarnya kepada bumi meskipun ia sendiri terbakar.

Sungguh mulia dirimu di mata Allah, Ibu.  Hingga Ibu mendapat tempat yang utama di antara makhluk ciptaan-Nya.

Masih terngiang kala sahabat bertanya pada Rasulullah. "Wahai rasulullah, siapa yang paling berhak untuk diberikan perlayanan terbaik dan dihormati dalam hidup ini?"

"Ibumu"
"Lalu siapa ya rasulullah?"
"Ibumu"
"Lalu siapa ya rasulullah?"
"Ibumu"
"Lalu siapa ya rasulullah?"
"Ayahmu"

Aku tercenung sejenak teringat pesan nabi tentang menghormati Ibu. Betapa Ibu menjadi sosok yang mesti menjadi prioritas teratas dalam hidup. Prioritas dalam perhatian dan kasih sayang sebagai hubungan antara anak dan orang tua yang melahirkannya ke dunia. Kini aku bertanya, sudahkah aku mengikuti pesan nabi ini? Aku bercermin dalam sunyinya malam menjelang hari Ibu. Mengaca diri dan kudapati diriku masih jauh dari pesan mulia dari seorang nabi akhir zaman ini.

Kutatap wajah Ibu dalam-dalam di salah satu foto album pernikahanku. Wajah ibu begitu teduh, mengikhlaskan aku menikahi gadis pilihanku. Meski saat itu Ibu tak menginginkanku cepat-cepat menikah di usia 25 tahun, namun karena kasih sayang dan cintanya padaku, ibu akhirnya merestui pernikahan itu. Ibu seolah tak ingin berpisah dengan anaknya, hingga saat berpindah untuk hidup mandiri  setelah satu bulan menikah, Ibu tak bisa menahan air mata melepas kepergianku. Seolah-olah Ibu belum tuntas memberikan kasih sayangnya padaku dan saat ini telah ada wanita lain yang turut memiliki aku. Menantumu.

Namun hidup harus terus berjalan. Siklus kehidupan mengharuskan dijalaninya sebuah episode lanjutan setelah melepas masa balita, kanak-kanak, remaja dan dewasa. Episode di mana manusia berangkat menuju kematangan dalam bahtera pernikahan. Dan akhirnya menjadi orang tua seperti ibu.  Tak selamanya aku terus berada di samping ibu meskipun kami menginginkannya. Tapi percayalah dan mohon doamu Ibu,  aku berusaha menjadikan ibu  sebagai makhluk yang harus diutamakan di antara lainnya. Aku mencintaimu karena Allah, dan menjalani perpisahan karena Allah. Meskipun berpisah secara lahir, namun hatiku tetap mengingat dan menyayangi ibu. Anakmu sudah besar ibu, dan kini telah kupersembahkan tiga orang cucumu yang pintar dan lucu-lucu.

Aku gembira sekali saat setiap sebulan rutin mengunjungi ibu. Bersama cucu-cucu yang sering Ibu tanyakan setiap saat kabar dan beritanya. Mereka berhasil mengusir kesepianmu sepeninggal ayah setahun yang lalu. Di kala kedua adik-adikku sudah bekerj a dan kuliah, tentu ibu kangen celoteh anak-anak yang membahagiakan hati ibu. Ibu kangen suara anak-anak dengan tingkahnya yang lucu-lucu.

Dan kini ibu sudah sudah menjelang 60 tahun, tepatnya 57 tahun. Aku bersyukur ibu masih sehat walafiat, meskipun kadang sedih jika ibu tiba-tiba merasakan keluhan sakit. Aku ingin membahagiakan ibu, memastikan ibu senantiasa sehat karena harus menjadi single parent saat ini.

Ibu, di bulan Desember ini harimu selalu diperingati. Aku semakin teringat Ibu. Rasanya baru kemarin aku dalam gendonganmu. Rasanya baru kemarin ibu menyuapiku, menimangku, membesarkanku, menyekolahkanku hingga menjadi sarjana. Dan kini rasanya aku belum banyak berbuat apa-apa padamu.

Ibu, ingin rasanya aku mewujudkan semua keinginanmu, semua kebutuhanmu. Namun aku belum mampu melakukan semuanya, meski kuyakin ibu tak mengharapkan semua itu dari anakmu. Ibu hanya berharap anakmu tidak hidup susah, dan selalu menjalani hidup dengan baik dan lurus. Aku mengucapkan terima kasih atas doa Ibu, dan alhamdulillah sampai kini aku baik-baik saja. Anak dan istriku pun demikian. Selalu dalam indungan Allah dalam keimanan.

Begitu pun yang kuharapkan dalam doaku siang dan malam. Semoga ibu senantiasa dilimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya, untuk selalu dekat bersama Allah dalam situasi dan kondisi apapun. Amin.

Ibu,
Selamat Hari Ibu.


NB
Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community dengan judul: Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu

Silakan bergabung di FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun