Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wacana KUA Jadi Tempat Nikah Semua Agama, Untuk Apa?

16 Maret 2024   08:32 Diperbarui: 16 Maret 2024   08:34 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Polemik wacana Kantor Urusan Agama atau KUA menjadi tempat pernikahan dan pencatatan bagi semua umat beragama terus bergulir. Gagasan itu pertama kali dikemukakan menteri agama, Yaqut Khalil Qoumas dalam rapat kerja Bimbingan Masyarakat (Bimas) pada Jumat (23/02) lalu. Ia memaparkan idenya, KUA sebagai sentral pelayanan dan keamanan semua agama. Tak cuma untuk tempat pernikahan, KUA juga akan mencatatkan pernikahan seluruh agama. Dengan begitu, Menag berharap data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik. Diharapkan aula-aula yang ada di KUA bisa dimanfaatkan sebagai tempat ibadah bagi umat lain yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi, sosial, dll.

Beberapa pemuka agama mendukung, tapi ada juga yang menolak dengan alasan perkawinan sebagai perkara privat sehingga pemerintah tidak perlu campur tangan. (https://www.bbc.com/indonesia). Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian di Persatuan Gereja-gereja Indonesia, Pdt. Henrek Lokra, misalnya, meminta agar gagasan itu dipertimbangkan matang-matang. Kalau di kemudian hari pemberkatan dan pencatatan permikahan dilakukan di KUA, katanya, maka itu menyalahi dua peraturan sekaligus: UU Perkawinan dan UU Adminduk. "Kalau alasannya untuk mengintegrasikan data, tidak terlalu urgen, kan bisa koordinasi lintas lembaga atau kementerian saja.""Harus jelas mana bagian negara dan gereja, enggak bisa dicampuradukan karena ada namanya wilayah teologis dan aturannya yang tidak patut dicampuri oleh negara."

 Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas meminta kemenag mengkaji idenya agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah umat dan masyarakat. Kata Dia, bersandar pada aturan yang ada hingga saat ini, KUA masih berada di bawah Dirjen Bimas Islam yang mana Direktorat yang mengurus bagian perislaman. Sementara itu, menurut Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua PKS, Hidayat Nur Wahid, rencana tersebut tidak punya pijakan sejarah alias ahistoris dan bisa memicu disharmoni antara sesama pemeluk agama. Apalagi, kata Hidayat, rencana tersebut belum pernah dibahas bersama Komisi VIII DPR.
(https://www.cnnindonesia.com/nasional)

Pluralisme, bagian dari Sekulerisme 

 Gagasan yang muncul dari kemenag ini sebenarnya adalah konsekuensi penerapan sistem sekulerisme di negeri ini. Sekulerisme melegalkan kebebasan beragama yang berimplikasi pada keharusan negara menjamin hal tersebut. Alhasil, semua agama dipandang harus mendapat perlakuan yang sama tanpa memperhatikan batasan-batasan yang dibolehkan atau dilarang dari agama, khususnya umat Islam.

 Kementerian Agama yang pada awalnya dibentuk untuk melayani kepentingan umat Islam, namun dengan dalih toleransi dan menghargai umat lain, Kementerian Agama berubah fungsi sebagai pelayan kepentingan seluruh agama. Hal ini secara tidak langsung merupakan bentuk pengakuan terhadap kebenaran agama lain. Jelas, ini merupakan aroma pluralisme yang semakin menguat di negeri ini. Paham pluralisme sangat bertentangan dengan pemikiran Islam karena menganggap semua agama benar. Sedangkan yang membedakan hanya Tuhan dan ajarannya saja.

Pluralisme memandang bahwa siapun layak mendapatkan tempat terbaik di akhirat kelak, selama dia taat pada yang dianggap Tuhan di dunia. Dengan menguatnya pluralisme di tengah masyarakat, tentu akan mengaburkan pemahaman yang hakiki bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang diridai di sisi Allah. Apalagi di tengah melemahnya pemahaman umat Islam terhadap Islam akibat pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini .

Kebijakan ini tentu akan semakin mengaburkan pemahaman kaum muslimin atas ajaran islam yang benar. Memang benar bahwa negara tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pemeluk agama manapun. Namun kebijakan pemerintah yang menyatukan urusan perkawinan dalam satu institusi, sudah merupakan bentuk ikut campur terhadap ajaran agama.Selain Islam, kebijakan ini tentu sejalan dengan pengarusan gagasan moderasi Islam atau beragama yang saat ini masif dilakukan di seluruh dunia Islam.

Islam melindungi Pluralitas bukan Pluralisme

Islam merupakan sebuah ideologi yang memiliki akidah dan memancarkan berbagai peraturan kehidupan darinya. Adanya gagasan moderasi beragama yang mencakup pluralisme hanya akan menjauhkan umat dari pemahaman Islam sebagai Ideologi dan menghambat kebangkitan Islam. Semua ini tidak lepas dari agenda barat yang tidak akan pernah rela kepemimpinan islam tegak demi mengukuhkan hegemoni kapitalisme global di dunia, termasuk di negeri-negeri Islam.

Akan tetapi, pluralitas atau keberagaman sangat berbeda dengan pluralisme. Jika pluralisme sebagai paham yang mengajarkan semua agama adalah sama, maka pluralitas berarti kemajemukan atau keberagaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun