Kesetaraan gender adalah proyek ambisius dunia demi meningkatkan perekonomian dunia, sebagaimana laporan McKinsey Global Institute (MGI). Laporan tahun 2015 itu menyampaikan , jika menerapkan skenario potensi penuh perempuan, yaitu perempuan memainkan peran identik dengan laki-laki dalam pasar tenaga kerja, maka PDB tahunan global pada tahun 2025 dapat bertambah 28 triliun U$. (www.mckinsey.com/featured-insight)
Perempuan dalam peradaban kapitalisme juga terbentuk menjadi perempuan yang tidak memahami hak-haknya. Alhasil, tuntutannya sering kali salah arah. Feminisme dan kesetaraan gender telah menipu banyak perempuan sehingga kehilangan peran keibuan hingga mengorbankan pendidikan anak-anaknya di rumah. Berpendidikan dan bekerja dipandang sebagai kiprah mulia seorang perempuan. Padahal ketika mereka bekerja dan telah menghasilkan uang, uang yang didapatkan habis dipergunakan untuk biaya pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Saking mahalnya dua pelayanan tersebut, penting untuk dipahami bahwa dalam peradaban kapitalisme, perempuan hanya dipandang sebagai objek ekonomi untuk mengamankan keuntungan ekonomi bagi negara.
Jadi sistem ini tidak bersungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas hidup para perempuan dan keluarga mereka. Hal ini terbukti dengan tidak adanya perhatian negara kapitalisme terhadap dampak sosial yang ditimbulkan dari kebijakan pemberdayaan perempuan dalam ekonomi.
Sebagai sebuah ide, sejatinya kesetaraan gender dengan konsep pemberdayaan ekonomi, investasi pada perempuan hanyalah ilusi. Secara fitrah, laki-laki dan perempuan  diciptakan Allah SWT tidaklah sama. Masing-masing mempunyai tugas khusus sesuai dengan kodratnya. Memaksakan perempuan menjalani tugas laki-laki-seperti mencari nafkah dan menjadi pemimpin dalam hierarki pemerintahan-akan memberikan beban ganda pada perempuan.
Disadari atau tidak, beban ganda ini akan berdampak buruk bagi anak-anaknya ketika fokus perhatian ibu bercabang. Potensi kenakalan remaja pun besar terjadi saat anak-anak kurang perhatian dari ibunya. Ilusi itu makin kentara jika diaplikasikan pada dua belas bidang kritis yang ditargetkan untuk setara.
Dalam sistem kapitalisme yang sedang berlaku saat ini, kesetaraan hak perempuan  itu ibarat mantra yang dikaitkan dengan semua target pencapaiannya yang bersifat materialistik. Setiap negara melakukan pemberdayaan ekonomi perempuan untuk mencapai target kapitalistik yang diukur melalui angka-angka materi.
Padahal, jika lebih teliti, kesejahteraan perempuan tidak akan bisa terwujud dalam sistem kapitalistik. Pasalnya, dalam praktiknya perempuan cenderung dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah. Para pemilik moda juga tidak akan rela memberi upah yang tinggi karena berpegang pada prinsip ekonomi kapitalis.
Hanya Sistem Islam yang Memuliakan Perempuan
 Kondisi berbeda akan kita jumpai dalam negara yang menerapkan aturan islam kaffah. Islam menetapkan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi hak setiap individu, termasuk perempuan dalam hal kesejahteraan, pendidikan dan kesempatan untuk berkarya.
Namun Islam memiliki ketentuan rinci atas peran serta perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat. Poin penting yang harus diingat adalah Islam menetapkan perempuan sebagai Ummun warabatul bait atau Ibu dan pengatur rumah tangga. Artinya Ibu berperan mengurus rumah tangga dan mendidik anggota keluarganya dalam kehidupan.
Dalam sistem islam, bekerja bagi seorang perempuan betul-betul sekedar pilihan bukan tuntutan ekonomi ataupun sosial. Jika dia menghendaki, dia boleh melakukannya. Jika dia tidak menghendaki, dia boleh untuk tidak melakukannya. Hal tersebut tidak mempengaruhi kesejahteraannya karena negara wajib menjaminnya.