Seolah tradisi dan biasa, sejumlah harga komoditas pangan kompak naik pada awal puasa. Berdasarkan Data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Selasa (12/3), harga beras, bawang, hingga daging ayam kompak melambung tinggi. Harga beras premium naik 0,42% menjadi Rp 16.550/kg, beras medium naik 0,28% menjadi Rp 14.380/kg, bawang merah naik 0,90% menjadi Rp 34.710/kg dan bawang putih bonggol naik 1,77% menjadi Rp 40.890/kg. Kemudian, harga cabai merah keriting juga naik 0,87% menjadi Rp 65.170/kg, cabai rawit merah naik 2,58% menjadi Rp 63.500/kg, daging ayam ras naik 0,03% menjadi Rp 38.990 dan telur ayam ras naik 0,50% menjadi Rp 31.910/kg. Berikutnya, harga gula konsumsi juga naik 0,73% menjadi Rp 17.960/kg, minyak goreng kemasan sederhana naik 1,18% menjadi Rp 17.950/liter, tepung terigu curah naik 2,17% menjadi Rp 10.840/kg, dan garam naik 0,60% menjadi Rp 11.670/kg. (https://nasional.kontan.co.id/news).
Deputi Bidang Statistik Produksi (BPS), M. Habibullah mengatakan, kenaikan harga itu disebabkan permintaan yang meningkat pada bulan Ramadan. Memang supply dan demand akan mempengaruhi harga barang. Hanya saja, penerapan sistem ekonomi kapitalisme mengakibatkan kesalahpahaman terkait konsep beribadah dan beramal saleh selama bulan Ramadan yang berimbas pada naiknya permintaan, yaitu masyarakat melakukan akses konsumsi akibat dari pola konsumtif. Pola konsumtif tentu akan meningkatkan jumlah permintaan. Ketika barang yang tersedia lebih sedikit dari permintaan, harga akan naik.
Kondisi ini diperparah dengan aksi penimbunan bahan pangan oleh pihak tertentu. Akibatnya, harga barang semakin tinggi. Kondisi ini jelas memberatkan masyarakat dan menggangu kekhusuan ibadah di bulan mulia ini. Dengan harga barang naik , masyarakat tentu akan tersibukkan dengan mencari uang agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Sementara bagi yang memiliki uang, mereka akan sibuk dengan sikap konsumtifnya. Mirisnya, tren masyarakat yang terjerat pinjol meningakat saat Ramadhan, refleksi hidup rakyat makin berat di sistem kapitalisme saat ini. Â
Bulan Ramadhan Seharusnya Khusyu Beribadah
Allah memang memilih bulan Ramadan memiliki keutamaan dan kekhususan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Dari petikan khutbah Rasulullah, ketika akan memasuki bulan Ramadan, Rasulullah Saw bersabda : "Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan. Â Bulan yang didalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam pada malam harinya suatu tathawwu'. Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.Â
Ramadan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadan itu adalah bulan memberi pertolongan  (syahrul muwasah) dan bulan Allah memberikan rezeki kepada mukmin di dalamnya. "Barang siapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka."Â
Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang. Sahabat berkata : "Ya Rasulullah, semua dari kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa." Maka bersabdalah Rasulullah saw : "Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma atau seteguk air atau seteguk susu."
"Barang siapa meringankan beban dari budak sahaya (ataupun asisten rumah tangga), niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka. Oleh karena itu, perbanyaklah empat perkara pada bulan Ramadan; dua perkara untuk mendatangkan keridaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya. Dua perkara yang pertama adalah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya. Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka."
"Barang siapa memberi minum  kepada orang yang berbuka niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolamKu dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya sehingga dia masuk ke dalam surga." (HR Ibnu Huzaimah)
      Dari hadis ini, sangat tergambar bagaimana Islam mendorong kaum muslimin menjalani hari-harinya di bulan Ramadan dengan memperbanyak amal shalih dan beribadah. Namun syariat ini tentu akan berat jika yang menaati hanya di level individu. Untuk itu, Islam memerintahkan negara hadir sebagai pelayan atau rain agar rakyatnya bisa fokus melakukan amal shalih dan ibadah di bulan Ramadan.
Idealnya, Negara Berperan Aktif MengkondusifkanÂ
Pelayanan itu diwujudkan dengan kebijakan negara yang memudahkan rakyat dalam menjalani ibadah Ramadan, mempersiapkan segala sesuatunya demi meraih ridha Allah dan nyaman menjalankan ibadah puasa. Sebagai contoh, negara akan mengawasi agar harga-harga pangan selama bulan Ramadan tetap terjangkau oleh rakyat. Memang tidak bisa dipungkiri, jumlah permintaan bahan pangan sangat dimungkinkan naik di bulan Ramadan.
Peran negara di sini adalah memastikan harga bahan pangan mengikuti mekanisme pasar dan menghilangkan distorsi pasar seperti penimbunan kartel, mafia dan sebagainya. Atau juga negara bisa melakukan intervensi stok bahan pangan untuk menstabilkan suplai dan demand. Dengan begitu, rakyat akan tetap bisa menjangkau harga pangan. Jika bahan pangan terjangkau, rakyat tentu akan merasa tenang karena kebutuhan pangan mereka tercukupi. Sehingga mereka akan fokus untuk beribadah dan beramal saleh selama Ramadan.
Negara juga memberikan pendidikan terbaik melalui penerapan sistem  pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam membuat seseorang memiliki kepribadian Islam yaitu pola pikir (aqliah) dan pola sikap (nafsiyah) distandarkan pada syariat Islam. Kepribadian Islam ini akan menuntun umat memiliki pemahaman yang benar atas ibadah Ramadan termasuk pola konsumsinya yaitu tidak berperilaku konsumtif dan egois individualis. Jika kepribadian Islam sudah terpatri dalam jiwa, maka umat islam akan berlomba berakhlak mulia. Cukup baginya janji balasan pahala dari Tuhannya sebagai dorongan terbesar yang membuatnya menjadi pribadi yang empati, peduli akan kondisi lingkungan sekitar. Misalnya, ia tidak akan nyaman dan merasa bersalah  jika makan enak hingga kenyang, sementara ada tetangganya yang kelaparan, kesulitan membeli pangan yang harganya kian menanjak.
Dengan demikian, peran negara ini akan mendorong umatnya untuk bersegera dalam kebaikan sesuai tuntunan Allah dan rasulnya dan memanfaatkan bulan Ramadan sebaik mungkin dengan amalan ibadah. Hanya saja, semua konsep ini akan terwujud ketika aqidah islam menjadi pijakan dan pondasi dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat hingga negara.
 Namun, sepanjang semua komponen negeri abai terhadap syariat islam, maka tak hanya mahalnya pangan yang akan terus menjadi tradisi akibat penerapan ekonomi kapitalis, kualitas akhlakpun terdegradasi.Naudzubillah.
Sungguh, ramadhan adalah saat yang tepat bagi umat ini untuk berbenah diri. Kembali pada aturan islam demi kemakmuran negeri dan meraih ridho ilahi. InsyaAllah keberkahan akan meliputi langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah Swt :
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS.Al-A'raf:96)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H