Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Wacana Kenaikan Pajak Motor Bensin Mencuat, Beban Rakyat Makin Berat

7 Februari 2024   19:31 Diperbarui: 7 Februari 2024   19:40 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal tahun 2024 dibuka dengan wacana kenaikan beberapa jenis pajak mulai dari pajak hiburan hingga pajak kendaraan bermotor. Tahun 2024 juga menjadi target awal pemerintah untuk menerapkan cukai kemasan plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Adapun rencana menaikkan pajak motor berbahan bakar minyak belum lama ini   dilontarkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhud Binsar Panjaitan. 

Menurutnya, kenaikan pajak kendaraan motor berbahan bakar minyak sebagai upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik. Namun, tak lama setelah wacana ini dilontarkan, Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi memastikan, rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM) atau bensin tidak akan dilakukan dalam waktu dekat ini. (www.cnbcindonesia.com)

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Jodi Mahardi, menjelaskan wacana menaikkan pajak kendaraan bermotor merupakan rangkaian upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas udara terutama di wilayah Jabodetabek yang sudah sempat dibahas dalam rapat koordinasi beberapa hari lalu. 

Menurut Jodi, usulan pajak kendaraan bermotor muncul sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong masyarakat beralih menggunakan transportasi umum. Pembahasan juga menyinggung soal insentif seperti diskon tarif bagi pengguna angkutan umum. Jodi menyebut, saat ini wacana untuk menaikkan pajak kendaraan bermotor masih dalam tahap kajian mendalam. (www.cnbcindonesia.com)

Pemerintah masih menghitung untung ruginya terkait dengan manfaat dan beban yang akan ditanggung masyarakat ke depannya. Meski masih wacana dan belum ada kepastian waktu penerapannya, kebijakan pajak kendaraan ini tentu akan mempersulit kehidupan rakyat. 

Pasalnya, masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah lebih memilih kendaraan motor karena ongkos yang lebih murah. Pemerintah memang sudah mengembangkan moda transportasi yang terintegrasi. Khususnya di daerah Jabodetabek seperti Trans Jakarta, KRL LRT hingga MRT. Tapi untuk beralih antar moda transportasi itu, masyarakat masih dibebani tarif baru yang cukup mahal.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Anetta pada Kamis (25/1/2024) angkat bicara. Puteri memahami bahwa kenaikan pajak kendaraan bermotor dapat mendukung transisi energi hijau yang ramah lingkungan, selaras dengan upaya pemerintah memberikan berbagai insentif pembebasan pajak untuk kendaraan yang berbasis listrik. 

Namun ia mengingatkan bahwa hal tersebut harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang masih prihatin. Banyak juga pabrik-pabrik yang akhirnya tutup dan mem-PHK pegawainya dan ini harus jadi pertimbangan. (https://www.dpr.go.id/berita)

Sementar itu, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengingatkan kenaikan pajak untuk sepeda motor berbasis internal combustion engine (ICE) dan berbahan bakar minyak atau BBM, memiliki efek domino di Indonesia. Ketua Bidang Komersial AISI Sigit Kumala mengatakan, kenaikan pajak untuk sepeda motor berpotensi membuat daya beli turun seiring kendaraan roda dua sangat masif digunakan oleh masyarakat untuk mencari nafkah. (https://otomotif.bisnis.com/read/20240121)

Pajak, Sumber Utama Sistem Ekonomi Kapitalisme

 Dalam penerapan sistem ekonomi kapitalisme, pajak niscaya dijadikan sumber utama pemasukan negara. Hingga akhir Juli 2023 saja, kontribusi pajak untuk penerimaan negara mencapai 64,6% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2023. Artinya segala pembiayaan negara seperti Pembangunan, gaji pegawai negara, pendidikan, kesehatan dan lain-lain bersumber dari harta rakyat berupa pajak.

Padahal di tengah pajak yang terus naik dan meluas ke berbagai sektor, kesejahteraan rakyat tak kunjung didapatkan. Oleh karena itu, rencana menaikkan pajak motor berbahan bakar minyak (BBM) adalah kebijakan yang membebani rakyat. Sejatinya, persoalan utamanya adalah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama APBN. Selama sistem ini tetap dipertahankan, maka pajak akan terus membebani masyarakat. Apalagi pajak di negeri ini diwajibkan atas seluruh masyarakat, termasuk rakyat miskin. Mirisnya, orang-orang kaya di negeri ini justru sering mendapat tax amnesti.

Sungguh, negara dalam sistem kapitalisme mengabaikan perannya sebagai pengurus umat. Mereka justru berpihak kepada korporasi atau para pemilik modal. Padahal, negeri ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa melimpah dan bisa menjadi sumber pemasukan besar negara. Lagi-lagi penerapan sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan seluruh kekayaan alam tersebut diserahkan kepada pihak swasta atau korporasi. Nyatalah sistem kapitalisme merupakan penyebab utama dalam menetapkan pajak yang membebani rakyat ini sebagai sumber utama pemasukan negara.

Sistem  Islam, Membiayai Negara tanpa Pajak

Umat hari ini, seharusnya melihat bahwa ada sebuah sistem hidup yang mampu mengeluarkan masyarakat dari jeratan pajak. Sistem kehidupan tersebut berasal dari Allah Swt, Al-mudabbir (Maha Pengatur), yakni sistem Islam. Sistem Islam akan mampu membiayai negara tanpa pajak. Negara yang berfungsi sebagai ra'in atau pengurus urusan umat akan memberlakukan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh yang didukung oleh sistem politik Islam .

Paling tidak, ada tiga sumber utama pemasukan negara, pertama sektor kepemilikan individu seperti sedekah, hibah, zakat dan sebagainya. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain. Kedua, sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan dan sebagainya. Ketiga, sektor kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa'I, usyr dan sebagainya. Syariat Islam juga telah menetapkan sejumlah kewajiban dan pos yang harus berjalan.

 Jika di baitulmal ada harta, maka dibiayai oleh baitul mal. Jika tidak ada, kewajiban tersebut berpindah pada kaum muslimin dalam bentuk dhoribah atau pajak. Pajak diambil dari kaum muslimin yang memiliki kelebihan harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan perlengkapan secara sempurna sesuai dengan standar hidup tempat mereka tinggal. Namun hal ini juga tidak berlangsung lama, sebab pungutan yang dikenakan sekedar menutupi kekurangan selisih ketika ada suatu pembiayaan wajib.

 Ketika kebutuhan tersebut telah terpenuhi dan pemasukan dari pos utama telah berjalan dan mencukupi, pajak akan dihentikan. Syekh Abdul Qadim Zalum di dalam kitab al-amwal  halaman 129 mendefinisikan dhoribah sebagai harta yang diwajibkan Allah Swt kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta di baitul mal.

Karena itu, dalam sistem islam tidak akan ada penetapan pajak tidak langsung, pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual beli, pajak kendaraan bermotor dan berbagai jenis pajak lainnya. Demikianlah, hanya sistem islamlah yang mampu membangun negara tanpa pajak yang membebani rakyat sekaligus bisa menjamin kesejahteraan. InsyaAllah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun