Presiden Joko Widodo telah memberikan sederet bantuan sosial atau Bansos sejak akhir tahun kemarin. Mulai dari bantuan pangan beras 10 kg, BLT Elnino Rp 200.000 per bulan, hingga yang terbaru BLT mitigasi risiko pangan Rp 200.000 per bulan. Alasan utama pemberian sederet Bansos untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Penguatan daya beli ini perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan. (www.finance.detik.com). Â
Meroketnya harga pangan juga diakui Jokowi terjadi di berbagai negara, bukan cuma di Indonesia. Hanya saja, Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden dan  calon wakil presiden, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, mereka dinilai kian masif menggunakan program bantuan sosial sebagai alat kampanye, pendongkrak suara. Beberapa pihak melihatnya sebagai politisasi Bansos. (https://www.bbc.com/indonesia/articles)
Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri membicarakan soal upaya politisasi bansos jelang Pilpres 2024.
Kabar tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.
"Ya saat ini kan ada upaya-upaya untuk menggunakan bansos demi kepentingan elektoral, sampai anggaran setiap kementerian dipotong 5 persen untuk elektoral. Ini kan kita harus melihat kepentingan nasional yang lebih besar," ujarnya di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (3/2). Menurut Hasto, ini adalah pelanggaran serius. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240206).
Menanggapi hal itu, Kaesang menyinggung terkait adanya bansos yang dikorupsi saat pandemi Covid-19 lalu justru jauh lebih besar. Saat itu, koruptor nya adalah mantan Mensos Juliari Batubara. (https://www.kompas.tv/nasional)
 Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu memang telah memberi imbauan agar kepala negara tidak keluar jalur. Namun, penilaian politisasi Bansos ini dibantah oleh Presiden Joko Widodo. https://www.bbc.com/indonesia/articles)
Dengan konsep graduasi, jumlah penerima bansos seharusnya semakin menurun seiring perbaikan kondisi perekonomian. Maka jumlah penerima PKH yang terus dipertahankan besar, dan kini jelang 2024 ditambah luas dengan berbagai bansos ad-hoc seperti bansos beras dan BLT el-nino. Ini bukan indikasi tingginya komitmen penanggulangan kemiskinan, namun lebih menandakan besarnya motif politisasi bansos untuk mendapatkan keuntungan elektoral sekaligus menandakan lemahnya upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dan penciptaan lapangan kerja. (https://nextpolicy.org/2024/01/27)
Sebenarnya wajar jika petahana saat ini terlihat mempolitisasi Bansos demi kepentingannya. Terlebih dengan sederet track record undang-undang yang dibuat serta pemanfaatan privilege untuk memuluskan anggota keluarga dan sekutunya agar bisa duduk di kursi pemerintahan.
Keniscayaan Demokrasi
 Saat ini, kekuasaan memang menjadi hal yang diperjuangkan dengan segala macam cara dan tipu muslihat, peluang apapun akan dimanfaatkan. Kepemimpinan seperti ini merupakan hasil penerapan sistem demokrasi. Sistem demokrasi mengabaikan aturan agama dalam kehidupan sehingga sistem ini meniscayakan kebebasan berperilaku. Di sisi lain, sistem demokrasi juga membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran politik rendah karena masyarakat dibentuk agar merasa cukup hanya dengan mencoblos pemimpin dan wakil rakyat. Ditambah pendidikan dan kemiskinan yang saat ini terjadi membuat masyarakat berpikir pragmatis sehingga mereka mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
 Perlu dipahami pula, kemiskinan sudah menjadi problem kronis negara. Negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar persoalan yakni menjamin kesejahteraan ekonomi rakyat bukan hanya sekedar dengan bansos berulang, apalagi meningkat saat menjelang pemilu.