Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Banjir Berulang, Alih Fungsi Lahan jadi Biang

17 Januari 2024   23:04 Diperbarui: 17 Januari 2024   23:08 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Riau mencatat sedikitnya 6.467 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir ini. Mirisnya, banjir tersebut telah menyebabkan empat warga meninggal dunia. Mereka yang mengungsi berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Meranti dan Kota Dumai. BPBD mencatat jumlah pengungsi terbanyak adalah warga Kabupaten Rokan Hilir yaitu 3.992 orang lantaran rumah mereka terendam banjir. (www.cnnindonesia.com)

 Banjir menggenangi ribuan rumah dan fasilitas umum seperti jalan, masjid dan sekolah. Sebanyak 29 SMA sederajat di Riau meliburkan siswa mereka karena ruang kelas terendam. Begitu juga untuk sekolah dasar. Banjir di Riau bukan pertama kali terjadi. Hampir setiap tahun banjir melanda provinsi ini. Wahana lingkungan hidup atau Walhi Riau menilai, bencana banjir yang berkepanjangan melanda Riau diakibatkan maraknya alih fungsi lahan di bagian hulu aliran Sungai Kampar dan 50 kota Sumatera Barat. Catatan akhir tahun Walhi sumaterra menunjukkan Riau mengalami deforestasi (pengurangan wilayah hutan) hingga 20.698 hektar sepanjang 2023. (www.cnnindonesia.com)

Direktur eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry EV Sembiring mengungkapkan setidaknya kurang lebih 57% daratan Riau telah dikuasai investasi. Dari total tersebut pemerintah memberikan izin kepada 273 perusahaan kelapa sawit, 55 Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan 19 pertambangan. (www.cnnindonesia.com)

Tak hanya di Riau, awal tahun 2024, bencana banjir terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Diantaranya, terdampak banjir di Dayeuhkolot,  ribuan warga mengungsi. Banjir disebabkan jebolnya tanggul sungai Cigede. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung mencatat ada sekitar 7027 jiwa terdampak banjir di Kampung Lamajang Peuntas, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot. https://www.liputan6.com/12/01/2024). Selain itu, sebanyak 5 kabupaten di Kalimantan Barat (Kalbar) mengalami bencana banjir, puting beliung dan tanah longsor (Batingsor) di bulan Januari 2024 ini. Kasatgas informasi BPBD Kalbar, Daniel mengatakan berdasarkan data terakhir pihaknya diketahui bencana alam di awal tahun ini berdampak pada 22.205 Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak 69.478 jiwa. Daniel menjabarkan untuk wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, bencana banjir melanda 50 desa di 11 kecamatan, yang berdampak pada 30.169 jiwa dan merendam 5.750 rumah warga. https://www.viva.co.id/berita/nasional/17012024).


Banjir akibat Salah Tata Kelola Lingkungan

 Sungguh, bencana banjir yang terus terjadi di negeri ini seharusnya menjadi peringatan keras bahwa ada salah tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. Sebab hujan diturunkan oleh Allah tentu sebagai anugerah bagi manusia untuk penghidupan bukan sebagai musibah atau bencana. Meskipun di saat yang sama, orang beriman tentu akan memandang musibah banjir yang setiap tahun melanda negeri ini sebagai bagian dari qadha Allah yang tidak bisa ditolak. Kesabaran dan keridhaan pun menjadi dua sikap yang harus dipilih dalam menghadapi musibah ini. Sebab sikap demikian akan mengantarkan pada terhapusnya dosa. Selain itu, bagi orang beriman musibah banjir tentu akan semakin menyadarkan mereka bahwa betapa lemah manusia di dunia ini hingga tidak mampu menolak ketentuannya. Dan betapa manusia butuh terhadap pertolongan Allah, kapan dan dimanapun. Tidak ada yang layak disombongkan oleh manusia di dunia ini.

Namun sikap sabar dan ridha tentu harus dibarengi dengan tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik termasuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya. Allah Swt berfirman : Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan Sebagian besar (dosa-dosa) kalian. (QS.Asy-Syuara ayat 30)

Hal itu terlihat jelas dalam  kasus musibah banjir. Banjir disebabkan oleh naiknya neraca air permukaan. Neraca air ditentukan oleh empat faktor yaitu curah hujan, air limpahan dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar. Dari keempat hal itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia termasuk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa.

Sebagaimana disampaikan Walhi, kebijakan deforestasi yang telah dilakukan pihak korporasi secara masif telah menjadi penyebab utama berkurangnya daerah resapan air hingga berdampak mudahnya terjadi banjir saat musim hujan. Kebijakan yang sejatinya hanya menguntungkan pemilik modal dan merugikan rakyat tersebut adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler di negeri ini.

 Negara dalam sistem ini lebih berfungsi sebagai regulator yang pro kepentingan pengusaha bukan pengurus dan pelindung rakyat sejati. Berbagai produk regulasi yang dihasilkan seperti undang-undang Minerba dan omnibus Law, Cipta kerja misalnya, nyata telah merusak alam dan merampas ruang hidup masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun