Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ironi, Bansos Diirit di Tengah Ekonomi Sulit

17 November 2023   03:51 Diperbarui: 17 November 2023   03:51 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah mengurangi 690.000 keluarga penerima bantuan sosial atau Bansos. Beras 10 kg per bulan dari 21,35 juta ke 20,66 juta. Pemangkasan dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), selaku lembaga yang diperintahkan Presiden Joko Widodo dalam memimpin pembagian Bansos ini. Nantinya angka penerima baru ini berlaku untuk sisa masa penyaluran hingga akhir 2023. Direktur distribusi dan cadangan pangan bapanas, Rahmi Widiryani mengatakan koreksi data penerima berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial. Ia menyebut ada beberapa penerima manfaat sebelumnya yang kini sudah meninggal dunia, pindah lokasi maupun dianggap sudah mampu. Sampai 25 Oktober 2023, tercatat penyaluran beras melalui Perum Bulog mencapai 404.392 ton alias 67%. (www.cnnindonesia.com/30/20/2023 )

Kepala Bapanas, Arif prasettia Adi mengatakan bantuan pangan ini penting bagi masyarakat berpendapatan rendah sehingga pengeluaran untuk pangan bisa ditekan. Dari pemberitaan tersebut disebutkan bahwa alasan penerima Bansos adalah meninggal dunia, pindah lokasi atau rakyat yang dianggap sudah mampu alasan. Ini tentu layak dipertanyakan. Kalaupun pindah, tentunya masih dalam wilayah Indonesia dan kondisinya masih sama. Sementara jika rakyat telah mampu diduga kemungkinannya sangat kecil di tengah masa ekonomi yang melambat pasca covid-19. 

Ditambah lagi harga bahan pangan yang meroket menambah beban kehidupan. Tingginya angka kriminalitas dan pengangguran sebenarnya menjadi penanda kuat masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan membutuhkan bantuan sosial. Maka sungguh tidak bijak jika di saat kemiskinan meninggi, justru Bansos malah dikurangi. Meski tak seberapa, namun bagi masyarakat tak mampu sungguh berarti untuk menyambung hidup.

Bagai tikus mati di lumbung padi. Ironi memang, di tengah kekayaan sumber daya alam yang melimpah, rakyat justru jauh dari kata kesejahteraan. Pengelolaan SDA yang diserahkan pada asing membuat negeri ini tak berdaya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Rakyat gigi jari hingga ada yang kelaparan. Sumber pendapatan negara justru mengandalkan dari hutang dan pajak. Masyarakat pun diwajibkan untuk membayar pajak setiap tahunnya. Berbagai hal diteliti agar menjadi celah objek pajak. Alhasil, alih-alih terpenuhi kebutuhan rakyat, yang terjadi justru bagaimana caranya agar penerima bansos makin berkurang karena dianggap menjadi beban negara.

 Namun kondisi bertolak belakang terjadi saat ini. Ironisnya,  pengeluaran negara bak air keran yang mengalir deras untuk berbagai proyek besar seperti pembiayaan proyek kereta cepat, pembangunan IKN, biaya sebagai tuan rumah olahraga internasional, dan lainnya, yang tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit.

Persoalan dibalik Bansos

 Penyaluran Bansos di negeri ini sebenarnya sudah menuai banyak persoalan. Mulai dari tidak semua keluarga miskin mendapat bantuan, penerima bantuan tidak tepat sasaran, kondisi bantuan tidak layak, adanya penyunatan dana bantuan, politisasi Bansos, korupsi Bansos dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan dugaan manipulasi data tidak bisa disingkirkan. Berbagai persoalan bantuan sosial di negeri ini sejatinya menggambarkan abainya negara dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok warga negaranya.

Lepas tanggung jawabnya negara dalam mengurusi urusan rakyatnya adalah perkara mutlak dalam sistem demokrasi kapitalisme. Sebab penguasa dalam sistem ini terpilih melalui proses demokrasi yang mahal dan secara pasti mengandalkan para pemilik modal. Tak heran meski dipilih oleh rakyat, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan saat berkuasa syarat dengan keberpihakan korporasi atau pemilik modal. Apalagi prinsip kepemimpinan dalam sistem demokrasi adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kepemimpinan seperti ini tentu hanya akan menyengsarakan rakyatnya.

Bantuan sosial yang selama ini dianggarkan pemerintah pun diduga kuat hanya untuk membuat rakyat tetap bisa bertahan hidup. Sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme sejatinya merupakan sistem batil yang berasaskan sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga tak heran, aturan Allah dalam mengatur kehidupan dengan sempurna pun diabaikan. Sistem ini pun telah meletakkan makna kebahagiaan sebagai kenikmatan dan kesenangan materi sebesar-besarnya. Oleh karena itu, siapapun yang menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi kapitalisme maka kebijakannya dipastikan cenderung abai terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Kemiskinan dan kelaparan pun akan tetap eksis dalam sistem ini. Demikian pula kesejahteraan hanya akan menjadi mimpi bagi masyarakat.

Sistem Islam Mensejahterakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun