Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tingginya Angka Perceraian, Turunnya Angka Pernikahan, Ada Apa?

6 Oktober 2023   19:44 Diperbarui: 6 Oktober 2023   19:52 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.haibunda.com/moms-life

Virus Sekuler Biang Rapuhnya Rumah Tangga Muslim

Penyebab perceraian beragam, mulai dari alasan sepele hingga serius. Ada seorang istri yang dilarang suaminya pakai celana robek-robek lututnya dan ini ternyata berujung perceraian. Ada juga seorang istri yang ingin sekali candle light dinner, tapi nggak pernah dilakukan oleh suaminya jadi cerai. Dan yang khasnya lagi, yang  berbeda dengan tahun sebelum-sebelumnya adalah fenomena gugatan cerai yang dilakukan oleh pihak istri itu menempati posisi 75% dari total kasus perceraian yang ada. Kalau dulu menyandang gelar janda itu menjadi sesuatu yang tabu, tetapi sekarang tidak lagi. Itu terbukti dengan banyaknya kasus gugatan cerai istri. Sungguh miris!

Penyebab perceraian mulai dari ketidaksiapan pasangan suami istri tentang bagaimana tanggung jawab pernikahan, persoalan perekonomian, kemiskinan, kecanduan judi online, perselingkuhan sampai juga seperti di Aceh bahkan disebut ada karena persoalan orientasi seksual pasangan, masalah kesehatan reproduksi salah satu pihak, ternyata kemudian mengidap salah satu penyakit infeksi meroseksual dan seterusnya. Hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang mencapai 6000 an kasus dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ketua umum Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perwakilan (BP4), Profesor Kyai Haji Nazaruddin Umar mengatakan penyebab utama perceraian hingga 55% jumlahnya adalah karena percekcokan. Hal ini menunjukkan banyaknya pasutri di negeri ini yang tidak memahami tanggung jawab pernikahan

Banyaknya kasus perceraian adalah bukti nyata kegagalan kehidupan sekulerisme kapitalisme dalam mengatur masyarakat. Kehidupan yang jauh dari agama menciptakan masyarakat yang hanya mencari kesenangan, kenyamanan dan kebebasan. Akhirnya pernikahan pun dipandang sebagai sarana untuk melampiaskan hasrat jasadiyah atau fisik semata karena memperhatikan hukum-hukum turunan darinya.

Kehidupan sekulerisme kapitalisme juga tidak menjadikan generasi sadar harus mempersiapkan pernikahan dengan ilmu yang ada. Justru hanya dilihat dari tampang, kemapanan dan rasa cinta atau bahkan ada pernikahan yang didasari karena perintah orang tua atau hanya sekedar dorongan kecukupan umur. Sehingga ketika pernikahan itu dirasa sudah tidak ada manfaat, mereka mudah memutuskan untuk bercerai. Ketika terjadi perselingkuhan, mudah sekali melakukan kekerasan. Inilah penyebab keroposnya bangunan pernikahan saat ini.

Alasan paling menonjol yang dilaporkan dari beberapa pengadilan agama di beberapa kabupaten bahwa penyebab mayoritas dari perceraian karena masalah ekonomi. Kesulitan ekonomi dari pihak suami untuk bisa memberikan nafkah kepada keluarganya dengan cara yang ma'ruf sesuai dengan kelayakan.  Pada saat ini, lapangan pekerjaan bagi para suami sempit untuk mendapatkan penghasilan yang cukup. Bahkan tak jarang terdapat keluarga muslim yang sama sekali tidak ada penghasilan. sehingga kemudian menuntut para istri itu untuk bekerja.

Terlebih lagi dengan program-program pemberdayaan ekonomi perempuan yang semakin mendorong perempuan untuk bekerja bahkan sampai ke luar negeri. Tentu ini menambah persoalan ketika para perempuan teralihkan aktivitasnya untuk menghidupi keluarga. Peran keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya hingga menimbulkan ketimpangan yang berujung pada kerapuhan keluarga dan berujung pada perceraian.

Faktor pemicu lainnya adalah tanpa kita sadari, keluarga muslim sudah mulai terkontaminasi cara berpikir feminis, yaitu pemikiran laki-laki dan perempuan itu setara, sehingga pada aplikasinya siapa yang bisa memberikan kontribusi yang lebih maka dialah yang mengambil peran itu. Akhirnya tidak ada pembagian peran sebagaimana mestinya. Padahal kalau itu sudah tuntutan syariat Islam maka seharusnya ya sesuai tuntutan itu.

Allah telah menyampaikan di dalam surat ar-rum ayat 41: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".  Di dalam tafsir Imam al-qurthubi dikatakan bahwa makna karena perbuatan tangan manusia adalah kemaksiatan karena meninggalkan syariat Islam, baik meninggalkan secara parsial, apalagi secara keseluruhan. Realitasnya kerusakan sampai pada tataran keluarga. Berawal dari ada banyak keluarga yang tidak memahami tuntunan Islam atau ada yang memiliki pemahaman tapi masih terkontaminasi virus sekuler dan turunannya seperti ide feminis.

Sistem kapitalis ini telah menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Sehingga bahagia itu kalau materi banyak, uang banyak. Akhirnya yang terjadi dalam sebuah keluarga muslim, istri  akan menuntut suami untuk beraneka ragam kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya itu bukan kebutuhan, tapi keinginan. Ingin makan malam tadi atau ingin apalah dan seterusnya. Sehingga ketika  keinginannya ini tidak terpenuhi, muncullah konflik konflik hingga memuncak berujung perceraian.  Termasuk anak-anak muda yang nggak mau nikah, atau anak-anak muda yang sudah menikah tapi nggak mau punya anak, karena menganggap  belum cukup secara finansial. Alasannya berkutat seputar materi.

Faktor berikutnya adalah sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan  saat ini telah membuat akses terhadap sumber daya alam  hanya bagi para pemilik modal saja. Kebutuhan pokok dan layanan publik berupa pendidikan, kesehatan dibisniskan hingga terasa mahal bagi rakyat. Tak jarang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tak mencukupi meski suami dan istri keduanya sudah bekerja. Kesenjangan  antara si kaya dan miskin makin lebar.  Kemiskinanpun menjadi salahsatu faktor pemicu perceraian pada saat iman keduanya goyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun