Salah satu contoh nyata adalah ketika masa Khilafah Abbasiyah, negara Khilafah memiliki teknologi bernama qonat atau sistem saluran air bawah tanah yang menyuplai persediaan air di daerah gurun. Di negeri yang gersang seperti Persia, air bukanlah hal yang mudah untuk didapatkan. Karenanya untuk memenuhi kebutuhan air, masyarakat Persia Kuno telah menemukan metode paling canggih pada zamannya. Mereka mengeksploitasi, melestarikan, dan menyimpan air dengan sistem yang disebut qanat. Istilah qanat berasal dari bahasa Arab yang berarti "saluran" dan sering kali dijadikan referensi umum yang mengacu pada sistem irigasi kuno. Dalam bahasa Persia, sistem ini dikenal dengan nama kariz, sementara di Aljazair disebut foggara, khettara di Maroko, aflaj di Oman, galeria di Spanyol, dan kanerjing di China. Secara fisik, qanat merupakan sistem pengairan untuk mengangkut air dari akuifer atau sumur air ke permukaan, melalui saluran air bawah tanah. Dengan memanfaatkan kemiringan medan bawah tanah, air dari sumur tertinggi mengalir secara gravitasi ke sumur terendah, sehingga dapat dengan mudah diambil.
(https://tirto.id/gK86)
Selain itu juga islam mewajibkan negara  bertindak tegas kepada pihak-pihak yang melakukan kerusakan lingkungan seperti deforestasi, kapitalisasi sumber air oleh perusahaan air minum kemasan dan sejenisnya. Dengan demikian, sejatinya potensi air bersih di Indonesia yang mencapai 2,83 triliun m3/ tahun sangat mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat asalkan dikelola sesuai syariat. Walhasil, Sistem islam  merupakan satu-satunya solusi cerdas yang menyentuh akar masalah, termasuk masalah krisis air bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H