Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Krisis Air Bersih Meluas, Butuh Solusi Cerdas

17 Agustus 2023   10:58 Diperbarui: 17 Agustus 2023   11:00 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pennyu.co.id/

Suparlan S.Sos.I selaku Executive Director Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Yogyakarta dalam Seminar Fikih Air (30/03/2013) bertajuk "Air dan Masa Depan Umat Manusia" mengungkapkan "Meningkatnya perusahaan air minum kemasan ini, lambat laut akan menjadi bumerang bagi ketersediaan air bersih di Indonesia. Masyarakat harus membeli air bersih untuk kehidupan sehari-harinya, dan hal ini akan merugikan masyarakat kelas menengah ke bawah," pungkasnya.

Senada dengan hal tersebut, Prof. Dr. Muhjidin Mawardi, M.Eng dari Majelis Lingkungan hidup PP Muhammadiyah menuturkan bahwa adanya pasal 40 ayat 4 yang menyebutkan bahwa Koperasi, badan usaha swasta dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum akan memberi peluang kepada swasta untuk menguasainya. "Hal ini akan menyebabkan swasta nasional dan asing memonopoli sumber-sumber air di Indonesia untuk keuntungan mereka. Kemudian hak masyarakat sekitar misalnya petani dan pengguna air lainnya akan terabaikan karena tidak mendapatkan akses untuk memanfaatkan air tersebut," tuturnya.( https://www.umy.ac.id/perusahaan-air-kemasan-penyebab-kelangkaan-air-bersih)          

 Sesungguhnya banyak teknologi yang dapat mengolah air laut menjadi air bersih. Para  ilmuwan dan ahli di negeri ini pun sejatinya cukup banyak. Sayangnya alasan yang muncul biasanya terkendala dana besar yang tak mungkin dipenuhi karena kondisi keuangan negara yang terlilit hutang.   Ketersediaan air bersih pun masih menjadi masalah yang tak bisa dihindari. Sebab teknologi yang ada tidak dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat namun hanya untuk kepentingan industri. Alhasil bencana kekeringan air akan semakin membuat rakyat menderita.

Islam punya Solusi Cerdas

 Sangat berbeda dengan mekanisme pengelolaan air untuk warga dan pencegahan bencana kekeringan yang dilakukan oleh sistem islam. Rasulullah Saw bersabda: Imam atau khalifah itu laksana penggembala dan dia lah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa keberadaan negara adalah  pengurus kebutuhan rakyatnya. Negara dalam sistem islam harus benar-benar memastikan rakyatnya tercukupi semua kebutuhannya termasuk ketersediaan air bersih.  Islam tidak hanya mencukupkan memberi solusi jangka pendek. Seperti negara kapitalisme hari ini yang hanya sebatas dropping air bersih ke daerah yang kekeringan dan itu pun sering terkendala jarak. Ataupun bendungan yang juga tidak mampu mengatasi kesulitan air yang dirasakan masyarakat. Ada paradigma fundamental terkait pengelolaan air menurut sistem islam.

Syekh Taqiyuddin An Nabhani dan Syekh Abdul Qodim keduanya seorang mujtahid abad ini menjelaskan dalam kitabnya masing-masing yakni sistem ekonomi islam (nidzhomul iqtishodi)  dan Al amwal menjelaskan bahwa sumber air yang jumlahnya melimpah ruah, seperti sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan milkiah Amah atau kepemilikan umum. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw : Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang gembala, Air dan Api. (HR. Abu Daud)

 Ketersediaan air termasuk tipe yang secara alaminya mencegah individu untuk menguasainya. Ini berdasarkan hadis Rasulullah saw : Minah adalah tempat peristirahatan untuk siapa yang mencapainya terlebih dahulu (HR. Tirmidzi).

 Sehingga jelas sumber air menurut sistem islam tidak akan bisa dikomersialisasi oleh pihak swasta seperti di negara kapitalisme saat ini. Sumber air akan benar-benar bisa dimanfaatkan oleh rakyat secara langsung dengan pengawasan negara agar ketika dimanfaatkan tidak menimbulkan kemudaratan atau bahaya. Negara dalam sistem islam akan mempersilahkan rakyat untuk mengambil manfaat dari sumber-sumber air tersebut untuk minum, keperluan rumah tangga, pakan ternak, as-saffah hingga irigasi untuk pertanian dan untuk keperluan transportasi. Negara berkewajiban melakukan pemeliharaan terhadap sumber air agar tetap terjaga kelestariannya seperti merata tepian sungai dan membersihkan sungai atau bakteri.

 Alauddin Assamarqandi menuliskan dalam kitabnya yang berjudul tuhfatul fuqaha bahwa pemeliharaan sungai-sungai besar adalah kewajiban penguasa untuk melakukannya dengan dana dari Baitul Mal. Itu karena manfaatnya kembali kepada masyarakat luas maka pendanaannya diambil dari dana publik yakni Baitul Mal. Dari segi konsep pengelolaan jelas masyarakat akan terjamin kebutuhan air termasuk air bersih.

Namun islam juga tidak akan mengabaikan kekeringan akibat bencana hidrometerologi yang memang bagian dari fenomena alam. Untuk menghadapi kondisi ini, negara berkewajiban  mengerahkan semua ahli terhebat yang dimiliki oleh negara seperti ahli hidrologi, geologi, BMKG dan ahli terkait lainnya untuk menyusun strategi jangka pendek dan jangka panjang. Dari strategi merekalah, negara akan membuat kebijakan agar masyarakat terhindar dari bahaya kekurangan air sekalipun mereka tinggal di daerah yang kering.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun