Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Impor Beras Terulang Lagi, Nasib Petani Siapa Peduli?

4 Juli 2023   01:16 Diperbarui: 4 Juli 2023   01:24 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah berencana menambah pengadaan kuota impor beras tahun 2023, dari yang sebelumnya 2 juta ton menjadi 3 juta ton sebagai antisipasi atas dampak cuaca panas ekstrim atau El Nino. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengatakan, rencana penambahan 1 juta ton beras tersebut nantinya dari India. Beliau mengaku sudah menandatangani MoU dengan pemerintah India, sehingga Indonesia bisa membeli jika sewaktu-waktu diperlukan. (https://www.cnbcindonesia.com/news)

Sebelumnya, rencana impor beras 2 juta ton ini termuat dalam Surat Penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dirilis 24 Maret 2023. Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebut rencana pemerintah mengimpor 2 juta ton beras pada tahun ini merupakan langkah yang belum tepat. Pasalnya saat ini beberapa wilayah Indonesia tengah panen raya. Diantaranya : Cirebon, Tabanan Bali, Mojokerto, Kendari, hingga Lhokseumawe Aceh. Bahkan Bulog regional Lhokseumawe menyerap beras milik petani sebanyak 650 ton usai panen raya di wilayah kerjanya.

Ketua Umum SPI Henry Saragih mengatakan meskipun beras impor ditujukan sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta untuk program bansos, tetapi pengumuman impor beras dalam waktu dekat dinilai bisa berpengaruh secara psikologis maupun langsung terhadap harga di tingkat petani. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi)

Senada dengan SPI, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira  mengatakan kebijakan impor beras tersebut terlihat dilakukan tanpa persiapan yang matang. Pasalnya, El Nino merupakan kondisi yang sudah bisa diperkirakan tahun sebelumnya. Bima menilai kebijakan impor bisa menjaga keamanan pangan dalam jangka pendek. Namun demikian, hal itu bisa merugikan dalam jangka panjang terutama petani. Selain itu, impor beras itu juga perlu diwaspadai karena momen impor beras selalu tinggi jelang pemilu. Berdasarkan catatannya, pada 2019 Indonesia impor beras 2,25 juta ton. Ada celah rent seeker atau pemburu rente dari kebijakan impor beras. "Kenapa selalu impor beras bengkak setiap jelang pemilu? Ini bukan persoalan menjaga inflasi tapi ada kepentingan rente," imbuh Bhima. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/)

Sementara itu, di tengah kekhawatiran krisis pangan, Wakil Ketua Dewan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rachmat Pambudy mengatakan, sektor pangan Indonesia saat ini justru tengah bangkit. Menurutnya, pemerintah Indonesia telah mengurus pangan dengan baik. Namun demikian, keputusan impor beras oleh pemerintah saat ini adalah hal yang tak bisa dihindarkan, apalagi Indonesia adalah anggota WTO. Indonesia sudah pernah terjebak ekonomi beras dan impor sampai 5 juta ton."Yang penting petani itu diurus baik. Terurus baik dengan strategi kebijakannya," ujarnya. "Kalau kita impor, itu adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Sejak kita mengikuti WTO, begitu kita tanda tangani WTO, mau ekspor ya harus mau impor. Pertanyaannya sekarang adalah impor yang seperti apa?," cetus Pambudy.(https://www.cnbcindonesia.com/news/20230517)

Impor sukses buat Petani Muram

Kebijakan impor saat petani sedang panen raya sangat menyedihkan bagi petani lokal. Sungguh disayangkan mengapa negara tidak optimal dalam memanfaatkan lahan pertanian yang luas di negeri ini untuk membangun ketahanan pangan. Bahkan di saat terjadi kekeringan akibat El Nino. Pemerintah masih memiliki PR besar terhadap pengurusan pangan rakyatnya dan kesejahteraan para petani lokal.

Pengelolaan pangan di bawah sistem ekonomi kapitalisme hanya menjauhkan terwujudnya kedaulatan dan kemandirian pangan. Sistem ekonomi kapitalisme sekuler mewajibkan Indonesia tunduk pada ketentuan perdagangan bebas yang telah ditetapkan oleh WTO tanpa peduli bahwa kebijakan impor yang dianggap mudah, cepat dan praktis itu berdampak negatif terhadap para petani dan produsen pangan dalam negeri lainnya. Padahal kebijakan impor hanya akan menjadikan petani mudah kehilangan kepercayaan dirinya karena tidak didukung oleh negara untuk memproduksi beras dalam negeri.

Hilangnya minat petani untuk tetap menanam padi bisa mengakibatkan banyak petani melakukan alih fungsi lahan. Permasalahan pangan negeri ini pun akan bertambah parah termasuk matinya minat generasi muda untuk menjadi petani. Solusi impor dalam sistem kapitalisme jelas hanya akan memperlemah produksi pangan nasional. Namun pemerintah sepertinya sudah menganggap impor sebagai solusi terbaik sehingga selalu mampu berdalih demi memuluskan jalan impor. Bahkan sangat tampak kebijakan pangan di negeri ini hanya mengikuti kepentingan korporasi swasta maupun asing.

Pandangan Islam

Dari paparan di atas, ternyata masalah impor beras bukanlah perkara simpel. Namun , ia adalah masalah sistemik yang lahir dari kebijakan kapitalisme sekuler.  Dalam mengatasi krisis pangan, Islam memiliki langkah ideologis dan strategis. Diantara langkah ideologis itu adalah: 

Pertama, keluar dari belenggu kapitalisme yang merugikan dan beralih pada solusi islam kaffah. Sistem Islam meniscayakan lahirnya pemimpin yang amanah dan independent serta memiliki political will. Pemimpin dalam islam akan berhati-hati dalam menetapkan kebijakan karena ingat segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Dengan kebijakan berbasis syariat Islam, menyelesaikan masalah krisis adalah hal pertama dan utama yang dilakukan.

Kedua, membebaskan diri dari jerat utang berbasis ribawi dan perjanjian internasional yang merugikan negara. Negara tanpa utang apa bisa? Bisa, asal sumber-sumber pemasukan negara seperti pengelolaan SDA, harta fai', kharaj, jizyah. Infak, dan zakat dikelola dengan benar sesuai prinsip syariat Islam. Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa peran utama Baitul Mal sebagai lembaga keuangan kaum muslimin sesuai dengan tujuan pemerintahan dalam Islam, yakni memelihara hak dan mengayomi kemaslahatan umum bagi kaum muslimin dalam aspek kebendaan (harta).

Setelah langkah ideologis, berikutnya ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan.  Islam memandang peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola lapangan berada di tangan negara. Sebab negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat yaitu sebagai roin (pengurus) dan junnah (pelindung). Sebagai pengurus, penetapan kebijakan harus memperhatikan dan berpihak pada rakyat untuk memudahkan hidup mereka, termasuk memperhatikan segala hal yang mungkin terjadi. Sehingga tepat dalam melakukan antisipasi tanpa harus merugikan petani.

 Dalam Islam, seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Meskipun swasta boleh memiliki usaha pertanian namun penguasaan tetap ditangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, negara tidak boleh bergantung pada impor.

Negara dalam sistem islam memiliki konsep unggul yang memampukannya mengatasi ancaman krisis pangan karena perubahan iklim atau terjadi wabah. Pertama, negara akan menjaga kecukupan stok pangan. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan produksi pangan dengan cara memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian. Negara akan mendorong petani melakukan ekstensifikasi pertanian dengan menghidupkan tanah mati serta intensifikasi pertanian dengan teknologi terkini agar kualitas alat produksi dan pupuk dapat ditingkatkan. Untuk ini, negara akan mendukung dengan berbagai subsidi yang dibutuhkan berupa modal saprotan (pupuk, benih) atau teknologi pendukung termasuk penggunaan Drone sensor dan sebagainya bagi para petani.

Islam memiliki perhatian khusus terhadap sektor pertanian. Suatu saat, Rasul bertemu dengan Ummu Basyar al-Anshariyah di kebun kurma. Rasul menanyakan, milik siapakah kebun itu dan siapa yang menanam ratusan pohon kurma tersebut. "Muslim atau non-Muslimkah ia?," kata Rasul. Jawabannya Muslim. Bahkan, Rasul menunjuk Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib yang mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian.

Mengutip dari bukunya "The Middle East Remembered", masa kekhalifahan merupakan masa kejayaan penerapan sistem ketahanan pangan. Umar bin Khattab menerapkan inovasi soal irigasi untuk mengairi area perkebunan. Kawasan delta Sunga Eufrat dan Tigris serta daerah rawa sengaja disulap dengan dikeringkan menjadi lahan-lahan pertanian. Kebijakan itu diteruskan hingga Dinasti Umayyah.

Kedua, dalam hal distribusi, negara akan menyiapkan sarana dan prasarana logistik yang memadai untuk mendistribusikan pangan keseluruh daerah. Negara pun berkewajiban melakukan manajemen data penyaluran distribusi pangan agar tepat sasaran. Dari perangkat desa hingga provinsi. Pencatatan yang teliti dan rinci akan memudahkan pendistribusian pasokan pangan ke berbagai wilayah.

Ketiga, negara akan menciptakan mekanisme pasar terbaik. Penawaran dan permintaan dikembalikan kepada mekanisme pasar namun tetap dalam kontrol negara. Sebab negara akan menumpas penimbunan monopoli penipuan apalagi praktik riba agar harga pangan di pasar tetap stabil. Keempat, negara harus mampu melakukan manajemen logistik di saat panen raya. negara harus memasok cadangan lebih yang justru bisa didistribusikan ketika persediaan pangan menipis.

 Kelima, negara mengatur kebijakan ekspor impor. Jika seluruh kebutuhan pangan rakyat telah terpenuhi maka boleh melakukan ekspor sedangkan impor hanya dilakukan ketika negara benar-benar tidak memiliki stok pangan, sedangkan upaya sebelumnya telah dilakukan juga. Ketika dilakukan, negara harus memperhatikan pelaku perdagangannya.

Keenam, negara harus dapat memprediksi cuaca dengan mengoptimalkan pemanfaatan  teknologi terkini dan fasilitas terbaik.  Kajian mendalam mengenai perubahan cuaca dan iklim saat ini harus terus diupayakan.  Sehingga negara akan mampu mengantisipasi perubahan cuaca ekstrem yang akan mempengaruhi produksi pangan nasional.

Demikianlah strategi negara dalam sistem islam untuk mengatasi persoalan pangan.  Kedaulatan pangan terwujud dengan tetap menyejahterakan petani lokal. Dengan kekuatan politik serta ideologi yang sahih serta kepemimpinan yang kuat, bukan hal utopi negara mampu mandiri pangan. Dengan manajemen dan antisipasi yang strategis, perasolan krisis pangan ataupun krisis lainnya dapat diatasi. Penerapan sistem Islam yang menyeluruh adalah jawaban atas problematika kehidupan yang gagal diwujudkan kapitalisme. Bukankah sistem Islam terbukti sukses mengatasi berbagai persoalan? Mengapa tak segera mencontoh dan menerapkannya dalam kehidupan? Wallahu a'lam bish showab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun