Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Impor Beras Terulang Lagi, Nasib Petani Siapa Peduli?

4 Juli 2023   01:16 Diperbarui: 4 Juli 2023   01:24 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/

Dari paparan di atas, ternyata masalah impor beras bukanlah perkara simpel. Namun , ia adalah masalah sistemik yang lahir dari kebijakan kapitalisme sekuler.  Dalam mengatasi krisis pangan, Islam memiliki langkah ideologis dan strategis. Diantara langkah ideologis itu adalah: 

Pertama, keluar dari belenggu kapitalisme yang merugikan dan beralih pada solusi islam kaffah. Sistem Islam meniscayakan lahirnya pemimpin yang amanah dan independent serta memiliki political will. Pemimpin dalam islam akan berhati-hati dalam menetapkan kebijakan karena ingat segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Dengan kebijakan berbasis syariat Islam, menyelesaikan masalah krisis adalah hal pertama dan utama yang dilakukan.

Kedua, membebaskan diri dari jerat utang berbasis ribawi dan perjanjian internasional yang merugikan negara. Negara tanpa utang apa bisa? Bisa, asal sumber-sumber pemasukan negara seperti pengelolaan SDA, harta fai', kharaj, jizyah. Infak, dan zakat dikelola dengan benar sesuai prinsip syariat Islam. Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa peran utama Baitul Mal sebagai lembaga keuangan kaum muslimin sesuai dengan tujuan pemerintahan dalam Islam, yakni memelihara hak dan mengayomi kemaslahatan umum bagi kaum muslimin dalam aspek kebendaan (harta).

Setelah langkah ideologis, berikutnya ada sejumlah langkah strategis yang bisa dilakukan.  Islam memandang peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola lapangan berada di tangan negara. Sebab negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat yaitu sebagai roin (pengurus) dan junnah (pelindung). Sebagai pengurus, penetapan kebijakan harus memperhatikan dan berpihak pada rakyat untuk memudahkan hidup mereka, termasuk memperhatikan segala hal yang mungkin terjadi. Sehingga tepat dalam melakukan antisipasi tanpa harus merugikan petani.

 Dalam Islam, seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Meskipun swasta boleh memiliki usaha pertanian namun penguasaan tetap ditangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, negara tidak boleh bergantung pada impor.

Negara dalam sistem islam memiliki konsep unggul yang memampukannya mengatasi ancaman krisis pangan karena perubahan iklim atau terjadi wabah. Pertama, negara akan menjaga kecukupan stok pangan. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan produksi pangan dengan cara memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian. Negara akan mendorong petani melakukan ekstensifikasi pertanian dengan menghidupkan tanah mati serta intensifikasi pertanian dengan teknologi terkini agar kualitas alat produksi dan pupuk dapat ditingkatkan. Untuk ini, negara akan mendukung dengan berbagai subsidi yang dibutuhkan berupa modal saprotan (pupuk, benih) atau teknologi pendukung termasuk penggunaan Drone sensor dan sebagainya bagi para petani.

Islam memiliki perhatian khusus terhadap sektor pertanian. Suatu saat, Rasul bertemu dengan Ummu Basyar al-Anshariyah di kebun kurma. Rasul menanyakan, milik siapakah kebun itu dan siapa yang menanam ratusan pohon kurma tersebut. "Muslim atau non-Muslimkah ia?," kata Rasul. Jawabannya Muslim. Bahkan, Rasul menunjuk Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib yang mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian.

Mengutip dari bukunya "The Middle East Remembered", masa kekhalifahan merupakan masa kejayaan penerapan sistem ketahanan pangan. Umar bin Khattab menerapkan inovasi soal irigasi untuk mengairi area perkebunan. Kawasan delta Sunga Eufrat dan Tigris serta daerah rawa sengaja disulap dengan dikeringkan menjadi lahan-lahan pertanian. Kebijakan itu diteruskan hingga Dinasti Umayyah.

Kedua, dalam hal distribusi, negara akan menyiapkan sarana dan prasarana logistik yang memadai untuk mendistribusikan pangan keseluruh daerah. Negara pun berkewajiban melakukan manajemen data penyaluran distribusi pangan agar tepat sasaran. Dari perangkat desa hingga provinsi. Pencatatan yang teliti dan rinci akan memudahkan pendistribusian pasokan pangan ke berbagai wilayah.

Ketiga, negara akan menciptakan mekanisme pasar terbaik. Penawaran dan permintaan dikembalikan kepada mekanisme pasar namun tetap dalam kontrol negara. Sebab negara akan menumpas penimbunan monopoli penipuan apalagi praktik riba agar harga pangan di pasar tetap stabil. Keempat, negara harus mampu melakukan manajemen logistik di saat panen raya. negara harus memasok cadangan lebih yang justru bisa didistribusikan ketika persediaan pangan menipis.

 Kelima, negara mengatur kebijakan ekspor impor. Jika seluruh kebutuhan pangan rakyat telah terpenuhi maka boleh melakukan ekspor sedangkan impor hanya dilakukan ketika negara benar-benar tidak memiliki stok pangan, sedangkan upaya sebelumnya telah dilakukan juga. Ketika dilakukan, negara harus memperhatikan pelaku perdagangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun