Satu hal yang memprihatinkan sesungguhnya saat negara menetapkan standar kemiskinan dengan sangat rendah. Padahal kekayaan sumber daya alam melimpah ruah. Namun karena tata kelola yang salah, akhirnya berbagai aspek bermasalah. Hal itu menunjukkan bahwa negara masih abai terhadap kondisi rakyatnya, bahkan seolah bukti kesejahteraan rakyat bukan hal hal utama yang diperhatikan oleh negara.
Fakta hari ini sungguh bertentangan denga apa yang Islam perintahkan. Islam memberi tugas pada penguasa  untuk mengurus rakyat dan menjamin kesejahteraannnya orang per orang sehingga dapat hidup layak dan tercukupi semua kebutuhan dasarnya. Islam memiliki mekanisme untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan menjauhkannya dari kemiskinan. Apalagi kemiskinan dapat memicu tindak kriminal yang membahayakan umat.
Pandangan Islam
Sudah saatnya umat kembali pada syariah islam yang berasal dari Allah Swt. Syariah islam telah terbukti mampu menjamin keberkahan hidup manusia. Syariah islam memiliki mekanisme khas  dalam mengentaskan kemiskinan dalam sebuah negara.Â
Dalam islam, kemiskinan tidak dinilai dari besar pengeluaran atau pendapatan. Tapi dari pemenuhan kebutuhan asasiyah (mendasar). Islam mewajibkan negara memenuhi kebutuhan rakyat secara layak. Baik itu kebutuhan asasi  seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, hingga kesehatan.
Pertama, secara individual, Allah Swt. memerintahkan setiap muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang  menjadi tanggungannya. Sebagaimana ada di dalam Al Qur'an QS. Al Baqarah ayat 233: "Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut." Rasulullah saw bersabda: " Mencari rezeki yang halal adalah salahsatu kewajiban di antara kewajiban yang lain."(HR. Ath-Thabrani).
Kedua, secara jama'i , Allah Swt memerintahkan kaum muslimin untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah Saw. bersabda: "Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan padahal ia tahu." (HR. At- Thabrani dan al- Bazzar). Jika seseeorang miskin, ia diperintahkan bersabar dan bertawakal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai zat pemberi rezeki. Haram baginya berputus asa dari rezeki dan Rahmat Allah Swt.
Ketiga, Allah Swt memerintahkan penguasa bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan asasi mereka. Rasulullah saw. bersabda : " Pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Di Madinah, sebagai kepala negara , Rasulullah saw. menyediakan lapanngan pekerjaan bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau, ada ahlus shuffah. Â Mereka adalah para sahabat yang tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara. Saat menjadi khalifah, Amirul Mukminin Umar al-Khathab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun "rumah tepung" (dar ad-daqiq) bagi para musafir yang kehabisan bekal.
Pada massa kekhilafahan Abbassiyah, dibangun rumah sakit- rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma. Kemampuan negara menyediakan berbagai kemudahan bagi rakyatnya tidak lepas dari penerapan ekonomi islam tentang kepemilikan.Â
Regulasi kepemilikan dalam islam menetapkan bahwa harta yang merupakan kepemilikan umum tak boleh dimiliki individu/swasta. Pengelolan kepemilikan umum wajib dikelola negara untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan gratis. Hal ini juga akan membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas bagi rakyat. Demikianlah syariah islam mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu.