Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wajah Buram Pendidikan Indonesia

26 Juni 2018   13:03 Diperbarui: 26 Juni 2018   13:14 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: metrontb.com)

Hari ini, dunia islam sedang mengalami krisis pendidikan dalam kadar yang signifikan. Tak terkecuali Indonesia sebagai negeri muslim terbesar yang justru memiliki segudang masalah pendidikan yang tak kunjung selesai. Fakta miris dunia pendidikan Indonesia makin terdengar nyaring dari tahun ke tahun.  Bahkan, di awal tahun 2018, negeri ini serasa ditampar oleh kasus siswa yang tega membunuh gurunya.

Alih-alih berhenti, kasus kekerasan terhadap guru justru makin marak terjadi di berbagai daerah, baik dilakukan oleh siswa maupun wali murid.  Pun demikian halnya kasus kekerasan guru terhadap muridnya hingga kasus pelecehan seksual oleh guru. Kasus bullying pun marak terjadi antar siswa mulai dari tingkat SD hingga mahasiswa perguruan tinggi. Tak sedikit pula yang berujung pada kematian korban.

Bagai fenomena gunung es, kasus yang muncul hanyalah sebagian kecil dari fakta kerusakan moral yang sesungguhnya. Meski pahit, harus diakui bahwa pendidikan di Indonesia telah gagal menghasilkan generasi cerdas berkepribadian islam. Cerdas dalam arti takwa, yaitu yang takut terhadap Tuhannya di atas segalanya.

Sebaliknya, pendidikan Indonesia justru banyak memproduksi orang-orang yang terjerat maksiat. Para pecandu narkoba ada dimana-mana. Koruptor-koruptor baik darikelas teri sampai kelas kakap rata-rata adalah orang berpendidikan. Anak-anak didik gemar berkelahi/tawuran. Banyak pula diantara mereka melakukan gaul bebas, bahkan menjadi PSK dan mucikari menjual teman sekolahnya.

Budaya mencontek yang sudah mendarah daging, kecurangan Ujian Nasional (UN) hingga perayaan kelulusan dengan pesta bikini dan seks bebas. Semua perilaku buruk tersebut menggambarkan kegagalan membentuk kepribadian.

Pendidikan gagal, salah siapa?

Bukan dalam rangka menyalahkan, namun sebagai bentuk kepedulian, kita harus mampu mencari akar masalah dunia pendidikan negeri ini. Tentunya, agar upaya perbaikan yang dilakukan bisa signifikan menjadi solusi tuntas. Setidaknya, ada yang menganggap kegagalan pendidikan ini akibat ketiadaan pendidikan karakter pada anak didik. Ada pula yang menyangka kurikulumnya tidak tepat. Adajuga yang menilai karena daya dukung pendidikan kurang baik, seperti sumber daya manusia dan ketiadaan infrastruktur yang memadai.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas output pendidikan. Pendidikan karakter ditambahkan dalam kurikulum di sekolah. Kurikulum pendidikan pun sudah berulang kali berganti. Gaji para pendidik pun sebagian sudah dinaikkan dengan tunjangan. Anggaran pendidikan pun dinaikkan di APBN. Tapi nyatanya, pendidikan tetap saja terseok-seok.

Baru-baru ini, Presiden Jokowi juga mengusulkan gagasan Student Loan serta Impor Universitas yang mengundang kontroversi. Gagasan Student Loan hanyalah salah satu bukti keinginan pemerintah untuk semakin lepas tanggung jawab dari kewajiban menanggung biaya pendidikan rakyatnya. 

Setelah UU Pendidikan Tinggi No.12 tahun 2012 ditetapkan, jerat kapitalisme dan liberalisme pendidikan makin terasa. Pendidikan semakin mahal dijangkau rakyat. Gagasan Impor Universitas pun jelas bukanlah solusi, karena rentan masuknya budaya asing pada generasi.    

Tak jarang pula pemerintah melakukan studi banding ke negara-negara barat untuk mencari solusi alternatif mengatasi masalah pendidikan. Namun sebenarnya, jika jujur, Barat sendiri dengan kemajuan pendidikannya, tak mampu melahirkan generasi terbaik.

Justru yang muncul adalah generasi materialistis dan menghamba pada dunia. Maka, jelas tidak tepat menjadikan sistem pendidikan barat yang berpijak pada sekulerisme menjadi acuan bagi sistem pendidikan di Indonesia.

Bila diamati secara lebih jeli dan teliti, penyebab utama kegagalan pendidikan ini adalah sekulerisasi dengan Ideologi Kapitalisme sebagai driver nya. Di sekolah,agama diajarkan tapi tidak untuk dipraktikkan, sekadar untuk diketahui. Sekulerisasi pendidikan telah menjadikan anak-anak didik sebagai hamba-hamba dunia, lepas dari pemahaman agama.

Kurikulum yang dibuat tampak jelas tidak menyiapkan pribadi takwa tapi sekedar memproduksi tenaga kerja. Akibatnya, sudah bisa diduga, mereka pandai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi jiwanya kosong. Dan yang lebih buruk lagi, islam malah dianggap sebagai penghalang kemajuan.

Solusi Tuntas 

Sekali lagi, apa yang terjadi pada dunia pendidikan Indonesia, juga terjadi pada dunia islam lainnya. Bahkan, kerusakan moral generasi juga terjadi di dunia Barat yang mengklaim dirinya berpendidikan maju. Namun demikian, ada satu kesamaan akar masalah, yaitu diterapkannya sistem pendidikan sekuler. Maka, solusi tuntas dan hakiki untuk masalah pendidikan Indonesia dan dunia adalah kembali pada konsep pendidikan dari Allah SWT, yaitu konsep sistem pendidikan islam.

Tentu saja, sistem pendidikan islam yang dimaksud tidak bermakna sempit sebatas pendidikan di pesantren yang ada saat ini. Seolah output yang dihasilkan hanya mumpuni dalam ilmu agama, namun gagap terhadap perkembangan ilmu politik, sosial, ekonomi, teknologi, yang berkontribusi langsung terhadap kemajuan bangsa.

Penerapan sistem pendidikan islam haruslah terintegrasi dengan penerapan sistem islam lainnya di semua aspek kehidupan. Karena islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap tentang ipoleksosbudhankam yang akan membawa negeri pada kegemilangan peradaban. Sejarah pernah mencatat dengan tinta emasnya, output dari peradaban islam adalah generasi para penghafal qur'an yang sekaligus menjadi para ilmuwan islam yang jejak karyanya menyinari hingga ke barat.

Sebut saja, Ibnu Sina di bidang kedokteran, Al Khawarizmi, Al Farabi, Ibnu Batutah, dll. Selain itu, output peradaban islam lainnya adalah lahirnya sosok-sosok negarawan yang sholeh dan mampu membawa kesejahteraan bagi rakyatnya, seperti Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Abdul Azis, Khalifah Harun Ar-Rasyid, dll. Tidakkah kita rindu dengan semua itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun