Mohon tunggu...
Heri Bertus A Toupa
Heri Bertus A Toupa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bijak dalam Berpikir dan Sopan dalam Perkataan

Gemar travelling dan membaca - Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Kedelai Naik, padahal Tempe Menjadi Andalan di Setiap Waktu

23 Februari 2022   22:02 Diperbarui: 25 Februari 2022   09:49 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempe sebagai pelengkap pada Gado Gado (source: foodandfriends.nl /recipes / gado gado with marinated tempe)

Mungkin saya secara pribadi adalah salah satu pecinta atau penikmat "tempe" dari sekian 200 juta jiwa lebih penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 

Bagi saya, makan tempe adalah hal yang paling luar biasa dan nikmatnya tak terkalahkan dengan makanan yang ada di restoran mewah, karena rasanya yang enak dan sehat bagi tubuh.

Sejak kecil, ibu saya selalu masak tempe, entah itu digoreng dan diberi sambal, atau dimasak yang mana biasanya dicampur dengan sayur. Minimal 3 kali dalam seminggu, lauk pauk yang ada di meja makan adalah tempe goreng yang disantap dengan sayur mayur. Walaupun ada rasa bosan setiap melihat tempe, tapi niat untuk makan tempe selalu muncul saja dan tak pernah hilang sama sekali.

Tempe...tempe...tempe...itulah ucapanku sambil sedikit kesal ketika melihat lauk yang ada di atas meja makan, sambil bertanya kepada ibu "Apa tidak ada lauk lain, masa tempe terus dari waktu ke waktu?" Sambil bersungut-sungut, saya tetap saja makan tempe buatan ibu dengan ulekan cabe yang dicampur dengan tomat dan jeruk nipis, dan ditambah lagi dengan sayur singkong tumbuk atau tumis kangkung. Lama kelamaan, akhirnya makan nasi dua piring habis dengan tempenya juga.

Akhirnya, karena sudah kebiasaan dan cinta sama tempe, saya menjadikan tempe menjadi lauk yang istimewa. Minimal dua kali dalam seminggu pasti makan tempe dan ditambah dengan tahu juga. 

Ketika menyusun daftar belanja (shopping list), tempe adalah daftar menu yang paling pertama bila hendak ke pasar untuk berbelanja. Walaupun tak ada dalam daftar belanja, ketika sudah sampai di pasar dan melihat tempe, pasti akan dibeli akhirnya.

Tempe adalah salah satu makanan yang paling merakyat. Semua kalangan dapat memakannya. Tidak pandang bulu siapa yang mengonsumsinya, tempe pasti selalu ada dan penolong untuk kalangan ekonomi menengah ke bawah. 

Di saat mau makan yang lebih enak sedikit, katakanlah mau makan ikan atau daging, tapi karena keuangan lagi menipis, pasti ujung- ujungnya tempe menjadi alternatif pengganti (substitution) untuk dikonsumsi. 

Pokoknya, sudah tak asing lagi kita sebagai orang Indonesia untuk mengenal tempe yang dijadikan sebagai lauk pauk dalam berbagai hidangan.

Tempe sebagai pelengkap pada Gado Gado (source: foodandfriends.nl /recipes / gado gado with marinated tempe)
Tempe sebagai pelengkap pada Gado Gado (source: foodandfriends.nl /recipes / gado gado with marinated tempe)
Contoh lain yang lebih simple lagi, di saat baru membina sebuah keluarga baru atau baru habis menikah, kehadiran tempe menjadi sebuah memori yang mengingatkan kita dalam kesusahan apapun. 

Di kala mau menghemat biaya pengeluaran untuk belanja di dapur, belanja tempe menjadi salah satu alternatif yang paling jitu untuk menggantikan beli daging dan ikan ketika harganya lagi meroket tinggi.

Saya juga sangat suka makan di warteg, yang lauk pauknya sangat simple sekali, rasanya yang enak dan harganya yang sangat terjangkau untuk kalangan ekonomi ke bawah. 

Pasti selalu ada tempe dalam lauknya, karena harganya yang murah dan bisa dibeli setiap saat oleh pemilik warung makan di pasar. 

Walaupun ada kenaikan harganya di setiap waktu, tetapi daya beli masyarakat terhadap tempe masih kuat dan menjadi pilihan utama dalam berbelanja.

Melihat situasi ekonomi Indonesia di bulan Februari 2022, produksi tempe dalam negeri sendiri pasokannya kepada para pembeli mengalami kendala distribusi bahan baku. 

Hal ini disebabkan karena bahan baku untuk membuat tempe yaitu kacang kedelai mengalami kenaikan yang relatif melambung tinggi, sehingga para perajin pembuat tempe merasa bahwa kenaikan kedelai sangatlah mempengaruhi kegiatan produksi mereka. 

Selain harga kacang kedelai yang sedikit meroket di pasaran, ketersediaan bahan baku ini juga menjadi minim sekarang. 

Negara kita masih mengandalkan impor bahan baku kedelai dari negara lain, khususnya negara China yang menjadi pemasok terbesar kedelai ke Indonesia. 

Akan tetapi, negara China saat ini juga membutuhkan kedelai dalam jumlah yang banyak, khususnya di sektor peternakan yang dijadikan sebagai bahan makanan ternak. 

Sebagai dampaknya, pasokan bahan baku dari luar negeri berkurang menuntun harga kacang kedelai di Indonesia menjadi meroket dan persediaan dalam negeri sendiri masih belum bisa memasok secara stabil kepada para pelaku usaha tempe karena jumlahnya yang jauh lebih sedikit.

Para pembuat tahu atau tempe merasa sangat terbebani dengan kenaikan atau kelangkaan bahan baku produksi mereka. 

Dengan adanya masalah tersebut, mereka juga pasti akan menaikkan harga produk dan mengecilkan ukuran/volume produk untuk mengimbangi ongkos produksi dan bahan baku, sehingga bisa memperoleh keuntungan yang ada. 

Akan tetapi, hal ini tidak bisa bertahan lama kalau harga bahan mentahnya setiap saat naik terus, lama kelamaan pelaku usaha akan gulung tikar karena tak sanggup untuk membeli bahan bakunya.

Dalam negeri sendiri, jumlah bahan baku kedelai sendiri masih kurang pasokannya. Alasan yang paling sederhana yaitu harga jual di pasaran per kilonya masih sangat rendah, sehingga para petani kedelai tidak giat dalam menanamnya dalam jumlah yang besar karena melihat harga jualnya. 

Seandainya, harga kedelai dari para petani diberikan harga yang layak dan standar, pasti banyak orang yang ramai-ramai akan beralih profesi untuk menanam kacang kedelai. 

Sayangnya, para petani kedelai tidak mendapatkan harga yang selayaknya, dan pengorbanan mereka untuk menanam kedelai tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan ketika panen. Dengan kata lain, segala biaya yang dikeluarkan dari awal sampai akhir lebih besar daripada hasil panen alias tekort atau minus.

Beberapa hari yang lalu di berbagai daerah di Indonesia, para perajin tahu dan tempe mogok kerja untuk produksi sebagai bentuk protes mereka terhadap pemerintah atas kenaikan harga bahan baku kedelai. 

Mereka yakin bahwa dengan kenaikan harga bahan baku dan kelangkaannya, hasil produksi akan menurun dan bisa mengakibatkan gulung tikar karena tak mampunya mendapatkan bahan baku dengan harga yang normal. Apalagi didukung juga dengan harga impor kedelai yang lebih tinggi lagi dibandingkan dengan harga lokal yang ada di petani dan pasaran. 

Semuanya berharap bahwa semoga ada jalan keluar atau langkah-langkah yang konkrit diambil oleh pemerintah untuk membenahi urusan ini, sehingga para pelaku usaha dapat menjalankan kegiatan produksi mereka secepatnya.

Seperti yang diketahui, negara Indonesia masih mengalami ketergantungan impor bahan baku kedelai lebih dari 50% dari luar negeri. 

Hal inilah yang menjadi pengaruh yang terbesar bagi negeri kita sendiri dalam memproduksi tahu dan tempe dalam jumlah yang besar, begitu negara pengimpor mengurangi supply bahan baku mereka, maka akan terjadi fluktuasi harga dalam negeri sendiri. Akibatnya akan berdampak buruk kepada pelaku atau perajin tahu dan tempe di berbagai kalangan industri, sedangkan untuk mengandalkan hasil lokal dari para petani masih sangatlah jauh dari kata cukup.

Hari ini lauk makan malam saya adalah tempe. Saya masih beruntung masih bisa makan tempe dengan harga yang lumayan terjangkau dan tidak terjadinya kelangkaan produksi tempe di benua Eropa padahal masih mengandalkan 100% bahan bakunya dari pengimpor karena masalah iklim dan cuaca. 

Hal yang sama juga di Indonesia masih bergantung pada bahan baku dari luar negeri, padahal iklim dan cuacanya yang sangat cocok untuk memproduksi bahan baku tempe. 

Di negeri Belanda sendiri, tempe sangatlah dibutuhkan oleh rumah makan Asia, khususnya dari Indonesia.

Tempe dijadikan sebagai menu istimewa pada restoran Indonesia, seperti gado-gado, tumis tempe kecap, oseng tempe, tempe orek kering, dll.

Negara kita Indonesia sangatlah luas daratannya dan terkenal dengan sektor pertaniannya. Kiranya ini menjadi salah satu modal yang besar buat kita semuanya agar dapat menghasilkan hasil tanam yang berlimpah. 

Dengan demikian, kita secara perlahan tidak lagi bergantung pada bahan baku dari negeri pengimpor, melainkan sudah bisa memproduksi dan memenuhi segala permintaan dari para pelaku usaha dalam negeri dan kalau sudah melimpah hasilnya dalam negeri akan menuntun menjadi negara pengimpor kedelai ke luar negeri suatu saat. 

Tentunya, kita semuanya rakyat Indonesia, mari mendukung pemerintah dengan sepenuhnya agar dapat menjalankan program kerja mereka yang mana akan berdampak baik kepada para petani, pelaku bisnis dan masyarakat.

NL, 23 Februari 2022

Heri Bertus A Toupa

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun