Mohon tunggu...
Heri Bertus A Toupa
Heri Bertus A Toupa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bijak dalam Berpikir dan Sopan dalam Perkataan

Gemar travelling dan membaca - Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama FEATURED

Berkebun Butuh Komitmen, Bukan Melihat Hasilnya Dahulu

27 April 2021   18:01 Diperbarui: 22 Juli 2021   06:42 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kebun vanili yang di tanam di kebun dengan usia hampir 2 tahun (source: vanili-indonesia.com).

Berkebun adalah salah satu kegiatan yang paling asyik serta bisa dijadikan hobi atau kerjaan sampingan maupun paruh waktu di tengah pandemi saat ini. Apalagi banyak yang terkena dampak PHK akibat banyaknya perusahaan yang gulung tikar akibat virus corona saat ini, tentu berkebun bisa menjadi peluang bisnis. 

Memiliki sebuah lahan yang luas merupakan suatu modal yang cukup bagus dalam berkebun karena bisa digunakan untuk menanam segala jenis tananam. Namun meski tidak punya lahan besar, lahan yang sempit pun bisa juga disulap menjadi sebuah kebun yang cantik dengan hasil yang lumayan pula.

Biasanya, orang yang berkebun, mempunyai sebuah lahan yang ada di rumah atau jauh dari rumah. Besar kecilnya suatu pekarangan yang dimiliki bisa diubah menjadi sebuhah kebun tergantung dari apa yang ditanam di kebun, seperti sayur-mayur, buah-buahan, cabe, tomat, bunga, ubi jalar, singkong dan masih banyak lainnya.

Kadang-kadang, ada orang yang mempunyai lahan luas tapi tak menanam sesuatu, akan tetapi ada yang mempunyai lahan yang kecil tapi bisa menghasilkan suatu dan bisa dibagi-bagikan kepada tetangga atau sanak saudara. 

Pada dasarnya, berkebun itu bukan cuma melihat dari lahan yang dimiliki, tetapi ada suatu niat yang menggerakkan kemauan dalam hati dan pikiran untuk mau melakukannya.

Banyak orang yang memanfaatkan waktu luang mereka untuk berkebun sebagai kegiatan yang bermanfaat layaknya berolahraga, seperti mencangkul, menggali dan mengangkat tanah, memotong kayu dan membersihkan rumput yang ada di kebun. 

Ya, berkebun itu merupakan suatu aktivitas yang menggerakkan seluruh anggota badan, sehingga dapat juga menghasilkan suatu cucuran keringat yang basah pada saat berada di kebun. Aktivitas ini dapat juga menyehatkan badan, jiwa dan pikiran. 

Banyak juga para pekerja kantor atau yang bekerja di berbagai perusahaan swasta maupun instansi pemerintahan, yang mana sehabis mereka bekerja, mereka lansung terjun ke kebun mereka di sore harinya untuk menanam, membersihkan rumput, memupuk dan menyiram tanaman mereka agar tumbuh dengan baik dan membuahkan hasil pula. 

Mereka mempunyai dua pakaian dinas, yaitu pakaian dinas untuk bekerja dan pakaian dinas untuk berkebun, walaupun berbeda bentuk, corak dan warna, tapi sama-sama dapat menghasilkan suatu hasil yang bisa mengisi perut untuk dimakan.

Rata-rata dari mereka, berkebun itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok di dapur atau sebagai kegiatan sampingan yang dapat menghasilkan pendapatan baru (income). 

Kita bisa membayangkan kalau hasil panen sangat melimpah, tentulah bisa dijual, bahkan boleh dikatakan, hasil dari berkebun juga bisa memberi kita pendapatan tambahan.

Contoh konkritnya di Papua, berkebun cabe, tomat dan sayur mayur, sangat menguntungkan bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS), karena harganya yang tinggi dan merupakan bahan pokok yang paling dicari untuk memasak. Saya rasa bukan cuma di Papua saja, tetapi di wilayah lain di Indonesia pasti akan merasakan hal yang sama juga.

Ilustrasi berkebun di pekarangan rumah (source: health.detik.com)
Ilustrasi berkebun di pekarangan rumah (source: health.detik.com)
Selain itu, berkebun dapat membantu memenuhi kebutuhan di saat harga kebutuhan bahan pangan yang lagi naik atau harganya lagi meroket, contohny harga cabai dan tomat yang lagi naik di pasaran. 

Hal ini juga yang biasa dilakukan oleh para petani di beberapa daerah di Indonesia, mereka bertani karena melihat harga di pasaran. Begitu ada hasil pertanian yang harganya lagi naik, maka mereka buru-buru menganti tanaman yang ada di lahan mereka dengan suatu tanaman yang mempunyai suatu harga jual yang tinggi. Padahal apa yang mereka sedang ditanam itu mempunyai suatu harga jual yang lumayan untung atau berharga juga, hanya karena mindset dan terpengaruhi oleh harga jualnya di pasaran yang membuat mereka tidak komitmen dalam bercocok tanam.

"Jadi berkebun itu butuh suatu komitmen yang kuat. Jangan melihat suatu harga di pasaran yang langsung dihubungkan dengan keuntungan yang akan didapat, tetapi bangunlah dahalu kemauan Anda, maka Anda akan merasakan jerih payahnya saat musim panen". 

Saya mempunyai sebuah pengalaman yang munkin bisa dijadikan sebuah contoh. Ketika saya masih berada di SMA kelas 3 tahun 2003, saat itu saya mempunyai kebun vanili yang cukup lumayan luas sekitar 20 x 30 meter persegi di kampung halaman. Harga jual vanili perkilonya saat itu sekitar 250.000 rupiah (yang masih basah belum kering). 

Selain menjadikan aktivitas berkebun sebagai hobi, ada pemicu harga yang tinggi akan suatu tanaman (produk vanili) yang mendorong saya akhirnya berkebun vanili. 

Sebelum berkebun vanili, saya sudah membayangkan terlebih dahulu bahwa saya akan menjadi orang kaya setelah berhasil dalam berkebun beberapa tahun kemudian, tidak ada salahnya juga sih hanya untuk membangkitan rasa semangat sebelum berkebun.

Sebuah kebun vanili yang di tanam di kebun dengan usia hampir 2 tahun (source: vanili-indonesia.com).
Sebuah kebun vanili yang di tanam di kebun dengan usia hampir 2 tahun (source: vanili-indonesia.com).
Akhirnya saya menanam vanili di kebun orangtua sendiri sambil dibantu oleh mereka juga, berharap bisa juga membahagiakan mereka dengan membawa mereka makan di restoran yang mahal kalau sudah panen, tapi kenyataan tidak terjadi pada saat itu. 

Setelah balik dari sekolah, sore harinya saya pergi ke kebun untuk merawat kebun vanili saya, membuat pagar agar tidak kemasukan para pencuri, membuat tiang agar tanamannya bisa merambat serta memberinya pupuk agar tumbuh dengan baik. 

Waktu silih berganti, tanaman vanili saya sudah mulai tumbuh dan merambat, cukup bahagia juga melihat tanaman yang tumbuh, ada suatu perasaan yang senang ketika melihat hasil kerja keras kita akan membuahkan hasil, walaupun vanilinya saat itu belum berbuah sementara dalam proses pertumbuhan.

Akan tetapi di tahun 2005, setelah kuliah di Makassar, harga vanili menjadi anjlok alias turun drastis yang mana cuma dihargai sekitar 4.000 rupiah per kilonya. Boleh dikatakan saat itu, hati saya hancur dan tidak bersemangat lagi dalam berkebun vanili. 

Singkat cerita, kebun vanili saya tidak terurus lagi dan pohonnya banyak yang mati, serta orangtua juga sudah tidak bersemangat lagi dalam merawatnya walaupun saya memesan kepada mereka untuk merawatnya. 

Beberapa tahun kemudian, tanaman vanili sudah menjadi komoditi barang ekspor ke luar negeri, yang menjadikannya sebagai emas hijau dengan harga jual yang antara 3- 7 juta perkilonya (tergantung dari kualitasnya). 

Harga yang sangat mengiurkan dan fantastis yang lebih mahal dari sebuah emas per gramnya. Banyak petani vanili saat ini telah menjadi kaya dan sukses, sehingga memicu banyak orang lain untuk menanam vanili di kebun mereka karena harganya yang sangat mahal.

Saya ada perasaan menyesal tentunya, tapi apa boleh buat "nasi sudah menjadi bubur". Dahulunya berkhayal melampui batas pikiran untuk menjadi orang kaya, tetapi cuma mimpi yang tinggal kenangan saja. 

Seandainya saya saat itu, tidak terpengaruh oleh harga jual vanili yang anjlok dan tetap merawat kebun vanili saya, mungkin saya sudah bisa merasakan hasilnya dan terkenal sebagai juragan vanili...hehehe!!!

Dari pengalaman saya tentang berkebun, komitmen dan pantang menyerah serta tidak ikut arus dalam berkebun serta tidak melihat harga produk dari hasil panen, akan menjadikan kita sukses dalam berkebun. Tentunya, jangan mengkhayalkan hasil atau untungnya terlebih dahulu, tetapi ikuti saja prosesnya dalam berkebun dengan senang hati. 

Rawatlah tanaman Anda dengan tangan Anda sendiri, pasti akan menghasilkan buah yang melimpah ketika musim panen telah tiba. 

Ibarat seorang petani merindukan dan bersabar dalam menantikan musim panen potong padi di sawah dengan hasil yang berkarung-karung pula .

Semoga bermanfaat dan salam sehat selalu!!!

Somewhere on the Earth, 27 April 2021

Heri Toupa

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun