Sepak terjang sang incumbent ini memunculkan tanda tanya besar, bagaimana mungkin Ahok menguasai media-media mainstream kalau tidak dengan modal yang berlimpah? siapa yang memberinya modal sebesar itu? Apa kompensasi yang ia janjikan bagi para pemilik modal yang menyokongnya?
Nyatanya, kita semua dapat melihat bahwa selama Ahok memimpin Jakarta, tidak sedikit menimbulkan kegaduhan dan mengusik ketenangan. Sebut saja polemik qurban, kasus sumber waras, reklamasi teluk Jakarta, penggusuran Kalijodo dan banyak lagi.
Soal kepemimpinan Jakarta, kami maunya sederhana saja: punya pemimpin yang dapat membangun, berintegritas, menyejahterakan dan bisa jadi teladan dalam ucapan dan tindakan bagi masyarakat Jakarta. Bukan cowboy yang sok jagoan, menantang sana-sini, teriak-teriak dan menghardik. Bukan pula yang menggadaikan sumber daya alam dan manusia Jakarta kepada para kapitalis dan centeng.
Ya, media menjadi mafia baru yang mampu menggiring opini, mencuci otak dan menampilkan hal yang paradoks. Tidak aneh bila bakal calon pemimpin Jakarta seperti Adhyakda Dault yang bermodal niat tulus, dedikasi, integritas, dan keteladanan tapi berkantong tipis jarang sekali dimunculkan di media mainstream, bahkan sengaja ditenggelamkan.
Kalaupun muncul dalam pemberitaan, kata-katanya digoyang ke kanan dan kiri untuk memunculkan kenihilan sosok Adhyaksa. Upaya jahat itu dilakukan untuk menimbulkan kesan bahwa tidak ada satupun calon pemimpin yang berani terang-terangan menantang Ahok.
Dalam hitungan bulan yang tidak lama lagi, pilihan kita sebagai masyarakat Jakarta akan menentukan siapa sebenarnya diri kita, apakah kita termasuk pemilih yang gampang terkesima dengan tampilan luar pencitraan dan melihat Ahok sebagai sosok ideal pemimpin Jakarta ke depan atau kita termasuk pemilih yang menggunakan kesadaran politik secara optimal dan cerdas untuk mengatakan tidak kepada Ahok.
Jangan mau kita ditipu sampul lagi. Jangan sampai kita telat sadar dan gagal memahami situasi, sehingga merugikan masa depan Jakarta. Mari gunakan kesadaran politik kita dengan baik sehingga kita tidak salah menakar keterpopuleran seseorang yang sesungguhnya tidak layak memimpin Jakarta. Wallahu A'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H