Terhitung hari ini, dua staf khusus presiden telah mengundurkan diri secara sukarela. Artinya pengunduran diri tersebut murni lahir karena keinginan sendiri, meskipun disisi lain tekanan secara eksternal itu ada. Menurut penulis, ada dua sudut pandang yang bisa kita maknai atas fenomena tersebut.
Pertama :
Dari sudut pandang substantif, sampai saat ini banyak masyarakat mempertanyakan apa sebenarnya tugas dan fungsi para staf khusus milenial itu. Tekanan tersebut semakin menguat ketika negeri ini dihantam krisis Covid-19, dimana ekspektasi publik terhadap kinerja pemerintah begitu memuncak untuk menuntaskan masalah tersebut, pada saat yang sama sungguh pemerintah membutuhkan anggaran yang sangat memadai.
Situasi tersebut secara alamiah mengafirmasikan betapa pemerintah dituntut untuk berhemat pada pembiayaan proyek-proyek dan domain administratif lainnya demi input yang memadai dalam penanganan Covid-19 ini, maka mengerucutlah pada eksistensi stafsus milenial yang diklaim tidak memiliki peran yang signifikan ditengah mereka bergelimangan pendapatan dan gaji lainnya.
Dalam situasi keberadaan mereka yang terpojok oleh persepsi publik, patologinya semakin diperkuat oleh persepsi "abuse of power" yang mereka praktekan di tengah negara sedang mengalami depresi, tepatnya mereka dianggap telah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, padahal mereka yang sejatinya menjadi garda terdepan untuk menyudahi problem pandemi ini dengan ide dan perspektif masing-masing.
Kedua :
Dari sisi teoritis, bahwa mundurnya dua stafsus ini semakin menguatkan betapa lemahnya manajerial pemerintah dalam mengelola negara ini. Persepsi publik tidak akan lepas dari sudut pandang tersebut.
Bayangkan, belum genap setahun setelah diumumkan secara resmi sebagai stafsus milenial, sekarang mereka sudah mengundurkan diri dengan meninggalkan perspesi kurang etis dalam bernegara, yaitu peraktek mal administrasi dan abuse of power.
Maksud hati ingin menunjukkan betapa modern dan milenialnya pemerintah dengan mengangkat para CEO startup sebagai stafsus presiden, apa daya, eksistensinya justru menjadi stigma betapa lemahnya performance pemerintah di hadapan publik. Faktanya mereka tak mampu menjadi mulut negara dengan menjawab berbagai kritikan civil society terhadap pemerintah.
Dari sisi teoritis pula, menurut penulis bahwa pengangkatan para stafsus itu semakin mempertegas fragmentasi wewenang dalam birokrasi pemerintah.
Jika keberadaan mereka dikhususkan untuk mengurus domain-domain tertentu, termasuk masalah ekonomi digital, dan seterusnya, maka lembaga negara melalui berbagai kementerian juga memiliki fungsi yang sama, dimana institusi-institusi pemerintah juga memiliki staf ahli masing-masing.
Pada akhirnya, niat untuk mempraktekkan pemerintah yang efektif dan efisien hanya berlaku dalam dokumen visi misi semata, sedangkan perakteknya menjadi anomali dengan itu.
Lalu bagaimana dengan stafsus milenial lainnya?,
Dua orang yang telah mundur dari stafsus presiden adalah mereka yang dianggap memiliki patologi wewenang terkait dengan berbagai proyek negara. Lantas, apakah isu ini akan berimbas pada para stafsus lainnya?
Secara normatif tentu tidak ada masalah, namun jika dipandang dari tuntutan kritis terkait dengan performance dan apa tupoksinya, maka pada ranah ini sesungguhnya mereka dituntut untuk menunjukkan performance yang konkrit dan empiris terhadap permasalahan bangsa saat ini.
Jika tidak, benar bahwa keberadaan mereka sesungguhnya mengingatkan kita pada eksistensi BPIP yang dianggap tidak penting oleh suara publik, pada akhirnya pemerintah dianggap lebih menunjukkan tindakan prestise semata ketimbang performance.
Jika masih punya rasa malu, maka mundurlah layaknya dua rekan yg sudah duluan mundur, namun jika kalian merasa memiliki tupoksi yang layak dan memang merasa berguna di tengah negara yang mengalami krisis saat ini, maka silahkan bertahan dengan jabatan tersebut sambil terus memberikan aksi konstruktif untuk negeri ini, ini adalah momen pembuktian. Hanya itu pilihannya. Persepsi publik adalah penilaian yang tidak bisa dihindari dalam negara demokrasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI